Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Anatomi" Kesepian, Apakah Anda Mengalami?

30 November 2023   18:30 Diperbarui: 30 November 2023   18:34 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://www.keranews.org/

"Loneliness can be defined as a feeling of uneasiness or discomfort from either being alone or perceiving oneself to be alone. Symptoms of loneliness range from psychological to physical. Adjectives such as boredom, self-pity, sadness, empty, and ashamed have been used to describe the feeling of loneliness" (Melissa Madeson, 2023)

Kesepian dapat didefinisikan sebagai perasaan gelisah atau tidak nyaman baik karena benar-benar sendirian atau karena merasa sendirian (Rubenstein & Shaver, 1982). "Merasa sendirian" ini terkait dengan persepsi isolasi sosial, bukan isolasi obyektif.

Gejala kesepian berkisar dari psikologis hingga fisik. Ungkapan tentang kebosanan, mengasihani diri sendiri, kesedihan, kehampaan, dan malu sering digunakan untuk menggambarkan perasaan kesepian.

Rubenstein dan Shaver (1982) telah mengkategorikan gejala perilaku kesepian menjadi empat bagian, yaitu --pertama, kepasifan yang menyedihkan, seperti menangis, tidur, tidak melakukan apa pun, makan berlebihan, minum obat penenang, dan minum minuman keras serta penggunaan narkoba secara berlebihan.

Kedua, aktivitas menyendiri atau mengisolasi diri dengan berkegiatan aktif. Mereka melakukan kegiatan untuk menghindari atau mengatasi kesepian, seperti  menulis, mendengarkan musik, berolahraga, mengerjakan hobi, belajar, dan bekerjalebih keras.

Ketiga, menghabiskan uang melalui belanja berlebihan atau membeli barang yang tidak diperlukan. Keempat, kontak sosial dengan menghubungi teman, terlibat dalam aktivitas sosial, dan melakukan hal-hal yang menghindari kesendirian

Kesepian Memicu Bunuh Diri

Studi yang dilakukan oleh psikolog sosial dari Universitas Chicago, John Cacioppo menemukan, kesepian meningkatkan kadar hormon stres kortisol dalam sirkulasi darah. Hormon ini akan memicu peningkatan tekanan darah ke dalam zona bahaya untuk menyebabkan serangan jantung dan stroke.

Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan otot jantung bekerja lebih keras dan pembuluh darah akan mudah mengalami kerusakan karena turbulensi aliran darah.

Studi yang dilakukan John Cacioppo dari Universitas Chicago ini juga menemukan bahwa orang kesepian cenderung menilai interaksi sosial dengan negatif dan membentuk kesan buruk dari orang yang mereka temui. Hal ini menyebabkan otak terus waspada terhadap ancaman sosial, yang selanjutnya dapat menghasilkan hiper-reaktifitas pada perilaku negatif orang lain. Dampaknya, memudahkan orang kesepian tersebut untuk terjatuh pada kesepian yang lebih dalam lagi.

Bukan hanya menimbulkan masalah kesehatan, perasaan kesepian bahkan telah memacu tingginya angka bunuh diri di Jepang. Sebagaimana diketahui, Jepang adalah negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia, menurut Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Sebuah survei yang diberitakan kantor Berita Agence France Presse (AFP) di Tokyo tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari seperempat warga Jepang berusia 20-an berpikir untuk mengakhiri hidup. Survei menemukan 28,4 % responden di usia 20-an ingin bunuh diri. Ini merupakan angka tertinggi dari segala tingkatan usia. Sebab terbesar dari keinginan bunuh diri adalah rasa kesepian.

Insan Beriman Tak Akan Kesepian

Studi yang dilakukan Gary T. Reker dan kawan-kawannya di tahun 1987 menemukan, religiusitas dan kesehatan mental saling terkait. Keyakinan dan praktik keagamaan memberikan pengikutnya tujuan hidup yang jelas, dan tujuan hidup merupakan prediktor utama kesehatan mental.

Meskipun makna dan tujuan dapat dicari dengan banyak cara, dalam ajaran Islam tersedia jawaban lengkap terhadap pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang kita semua temui pada suatu saat dalam hidup.

Dalam ajaran Islam sangat banyak panduan untuk menanamkan ketahanan spiritual dan psikologis, toleran terhadap ketidakpastian, dan berbagai kebajikan lainnya. Sebagaimana Allah berfirman, "Kami tidak menurunkan Al-Qur'an kepadamu untuk membuat kesusahan" (QS. Thaha: 2).

Allah menurunkan Al-Qur'an untuk mendatangkan kenyamanan dan kepuasan. Hal ini menempatkan Al-Qur'an sebagai pusat perbincangan tentang kesehatan mental umat Islam. Nabi saw mengajarkan agar meminta kepada Allah untuk kesehatan mental kita,

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.

Sesungguhnya tidak layak bagi kita untuk merasa kesepian. Kita punya Allah, tempat kita curhat dan berkeluh kesah tentang segala masalah kehidupan. Kita juga punya banyak keluarga dan sahabat tempat berbagi. Lalu bagaimana bisa merasa kesepian?

Bahan Bacaan

Aliah B. Purwakania Hasan & Abas Mansur Tamam, The Implementation of Mental Health Concept by Imam Al-Ghazali in Islamic Counseling Guidance, Journal of Strategic and Global Studies Vol 1 No 1, Januari 2018, https://scholarhub.ui.ac.id/

Elizabeth Scott, How to Cope With Loneliness, https://www.verywellmind.com, 8 November 2022

Frankie Samah, The Qur'an and Mental Health, https://www.bps.org.uk, 14 May 2018

Institute for Muslim Mental Health, Islam & Mental Health, https://muslimmentalhealth.com/

Islam Online, Islam and Depression, https://fiqh.islamonline.net,

Kendra Cherry, Loneliness: Causes and Health Consequences, https://www.verywellmind.com, 3 Mei 2023

Leonard Holmes, What Is Mental Health? https://www.verywellmind.com, 13 April 2023

Melissa Madeson, How to Overcome Loneliness According to Psychology, https://positivepsychology.com, 28 Maret 2023

Nancy Schimelpfening, Causes and Risk Factors of Depression, https://www.verywellmind.com, 16 Juni 2023

Osman Umarji & Farah Islam, Faith in Mind: Islam's Role in Mental Health, https://yaqeeninstitute.org, 13 Mei 2022

Rachael Green, The Connection Between Mental Health and Physical Health, https://www.verywellmind.com, 19 Mei 2023

Sarah Johnson, WHO Declares Loneliness a 'Global Public Health Concern', https://www.theguardian.com, 16 November 2023

Sara Lindberg, How Does Your Environment Affect Your Mental Health? https://www.verywellmind.com, 23 Maret 2023

WHO International, WHO Launches Commission to Foster Social Connection, https://www.who.int, 15 November 2023

WHO International, Social Isolation and Loneliness, https://www.who.int, diakses 29 November 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun