Menurut data WHO, setiap tahun ada 703.000 orang yang mati karena bunuh diri. Jumlah orang yang melakukan percobaan bunuh diri lebih besar dari angka kejadian bunuh diri.
Setiap tindakan bunuh diri adalah tragedi yang berdampak luas pada keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Terlebih terhadap orang-orang yang ditinggalkan.
Bunuh diri menjadi penyebab kematian keempat terbesar pada kelompok usia 15-29 tahun secara global, pada tahun 2019 lalu. Kecenderungannya --menurut WHO, terjadi peningkatan setiap tahunnya.
Kasus bunuh diri hanyalah puncak gunung es. Centers for Disease Control and Prevention (2023) menyatakan, untuk setiap kematian akibat bunuh diri, terdapat sekitar 3 kali rawat inap karena melukai diri sendiri; 8 kali kunjungan ke unit gawat darurat terkait bunuh diri; dan 38 kali percobaan bunuh diri yang dilaporkan sendiri dalam satu tahun terakhir.
Penyebab Bunuh Diri Pada Remaja
Bunuh diri tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Pada kelompok remaja, terdapat kecenderungan peningkatan angka kematian akibat bunuh diri.
Mengapa di usia remaja mereka melakukan bunuh diri? Hafen dan Frandsen (1985) menyatakan, penyebab bunuh diri pada remaja adalah 9 masalah berikut ini.
(1) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna,
(2) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal,
(3) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan,
(4) Perasaan tidak dimengerti orang lain,
(5) Kehilangan orang yang dicintai,
(6) Keadaan fisik,
(7) Masalah dengan orang tua,
(8) Masalah seksual,
(9) Depresi.
Center of Public Mental Health (CPMH) UGM menyatakan, pada dasarnya, bunuh diri bisa dicegah. Orang dengan pikiran bunuh diri pada umumnya tidak benar-benar ingin mati. Mereka hanya tidak ingin hidup dengan luka dan merasakan sakit.
Membantu orang dengan kecenderungan bunuh diri untuk mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran dan perasaanya bisa menyelamatkan nyawa. Maka jangan meremehkan kemampuan kita untuk bisa menolongnya.
Upaya pencegahan bunuh diri memerlukan koordinasi dan kolaborasi antar berbagai sektor masyarakat, termasuk sektor kesehatan dan sektor lain seperti pendidikan, tenaga kerja, pertanian, bisnis, peradilan, hukum, pertahanan, politik, dan media. Upaya-upaya ini harus komprehensif dan terintegrasi karena tidak ada pendekatan tunggal yang dapat memberikan dampak pada permasalahan yang rumit seperti bunuh diri.
WHO menyodorkan beberapa upaya berikut ini untuk bisa menjadi tindakan preventif terhadap bunuh diri.
- Membatasi akses terhadap cara-cara bunuh diri, misalnya pestisida, senjata api, obat-obatan tertentu;
- Menumbuhkan keterampilan hidup sosio-emosional pada remaja;
- Mengidentifikasi secara dini, menilai, mengelola dan menindaklanjuti siapa pun yang terkena dampak perilaku bunuh diri.
Tentu yang paling penting adalah menjaga kehangatan suasana keluarga. Saling terhubung satu dengan yang lain. Ada suasana keterbukaan yang melegakan, dan saling support dalam menghadirkan kesejahteraan spiritual, mental, emosional, intelektual, serta finansial.
Bahan Bacaan
Brent Q. Hafen & Kathryn J. Frandsen, Psychological Emergencies & Crisis Intervention, 1985
Centers for Disease Control and Prevention, Fatal Injury Data, https://www.cdc.gov, 8 November 2023
CPMH UGM, Pedoman Pertolongan Pertama Psikologis Pada Upaya Bunuh Diri, https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id, 17 Oktober 2020
WHO International, Suicide, https://www.who.int, 28 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H