Seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, proses perjodohan dan pernikahanpun mengalami perubahan. Banyak pihak menawarkan proses perkenalan sampai perjodohan secara online, menggunakan beragam aplikasi.
Satu sisi, aktivitas ini memudahkan proses perkenalan hingga perjodohan. Di sisi lain, terdapat bahaya yang sangat serius jika tidak waspada dan berhati-hati. Penipuan melalui aplikasi perkenalan online, sedang marak menjadi perbincangan semenjak hadirnya film dokumenter The Tinder Swindler di Netflix (2022).
Film The Tinder Swindler menceritakan kasus penipuan yang dilakukan oleh pria asal Israel, bernama Simon Leviev. Lelaki ini "sukses" menipu beberapa wanita yang ditemuinya melalui aplikasi kencan Tinder. Baik di Tinder maupun saat bertemu secara langsung, Simon memamerkan berbagai kekayaan dan kemewahan pada wanita yang dikencani.
Setelah para wanita tersebut luluh dan terpikat, ia mulai membujuk pasangan yang dikencaninya untuk mengirim uang dengan berbagai alasan yang membuat korban mempercainya. Dari sini penipuan terus berkembang. Bukan hanya penipuan dalam konteks perjodohan, namun juga mencakup pemerasan uang dan kekayaan.
Kate Konlin (23 tahun) adalah salah satu korban Leviev. Konlin adalah foto model internasional dan menjadi sampul majalah Vogue Jepang, Grazia Italia, dan Wallpaper di Inggris. Kondisi finansialnya sangat baik, dan Leviev mengetahui itu.
"Awalnya, hubungan kami dipenuhi cinta," ujar Konlin. "Dia seperti terobsesi dengan saya."
Konlin merasa berbahagia menjumpai lelaki "sebaik" dan "sekaya" Leviev. Dalam aksinya, Leviev tak segan menemani Konlin ke sesi pemotretan dan menungguinya saat bekerja. Dia rela membantu membersihkan rumah Konlin, lalu mengirimi pesan suara yang lembut dan penuh kasih.
Siapa wanita tak terpikat dengan tindakan seperti ini. Namun setelah beberapa bulan perkenalan berjalan, Leviev mulai menunjukkan gejala tidak wajar. Ia mulai meminta uang kepada Konlin  --dengan dalih meminjam uang Konline, hingga mencapai ribuan dolar. Total uang yang digunakan Leviev mencapai US$150.000 atau sekitar Rp2,27 miliar.
"Saya mengatakan, 'Cukup, saya pergi. Saya tidak tahan lagi.' Saya mulai mengepak barang-barang saya," ungkap Konlin, setelah beragam peristiwa buruk menimpa dirinya.
"Saya merasa sudah mati. Saya ingin bunuh diri," ujar Konlin. Ia merasa sangat tertekan dengan perilaku Leviev.