Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahagia Menjalani Pernikahan, Tanpa Menunggu Perubahan Pasangan

19 Agustus 2023   14:31 Diperbarui: 19 Agustus 2023   14:34 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.psychologytoday.com 

"I began to think that I had made a terrible decision in marrying someone who refused to talk to me and understand my needs. He didn't seem to care how I felt, which left me so broken" (Robina Kauser, 2023).

Salah satu penyebab munculnya rasa lelah dan jenuh dalam menjalani kehidupan pernikahan adalah keinginan untuk mengubah pasangan sesuai keinginan dirinya. Lama menunggu pasangan berubah, dan ternyata tidak pernah berubah.

John Gray dalam bukunya Mars Venus bahkan menyebutkan bahwa usaha mengubah pasangan telah menyita sangat banyak perhatian dan tenaga yang melelahkan banyak orang. Mereka menghabiskan banyak waktu demi melihat perubahan pada pasangan.

Selain melelahkan, di titik tertentu, usaha mengubah pasangan bisa berubah menjadi keputusasaan. Menyerah kalah dan memilih berpisah. Bagaimana mengatasi kondisi seperti ini? Cobalah memulai dari diri sendiri.

Tapi, bagiamana cara memulai dari diri sendiri? Mari saya ajak Anda menyimak kisah Robina Kauser (2023) berikut ini. Anda akan menemukan bagaimana cara memulai dari diri sendiri bisa terjadi.

Saya kutip dengan perubahan redaksional seperlunya untuk memudahkan pemahaman. Simak kisahnya sampai selesai ya...

********

"Sometimes I felt as if I might as well have been speaking to a brick wall; often left feeling ignored, invisible and rejected" (Robina Kauser, 2023).

Aku jatuh cinta dengan lelaki idaman dan menikah dengannya atas restu keluarga. Namun, segera setelah menikah, kami mulai mengalami masalah. Tentu saja aku tidak bisa menceritakan semuanya di sini, tetapi salah satu yang terbesar adalah masalah komunikasi.

Aku mulai bertanya pada diri sendiri: mengapa suamiku menolak membicarakan hal-hal yang benar-benar penting? Mengapa hal-hal penting selalu tersimpan di bawah karpet saja? Mengapa dia tidak mendengarkan apa yang aku katakan dan mengerti bagaimana perasaanku?

Kadang-kadang aku merasa seolah-olah sedang berbicara dengan dinding bata. Sering merasa diabaikan, tidak dilihat dan tidak dibutuhkan. Kondisi ini mengakibatkan kami berdebat dengan hebat dan tidak bisa menghormati satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun