Frekuensi konflik mengacu kepada seberapa sering konflik terjadi pada pasangan suami istri. Realitas dalam kehidupan pernikahan, setiap pasangan memiliki konflik, namun berbeda-beda dalam hal frekuensinya.
"Research show that the frequency with which conflicts occur is related to marital dissatisfaction" (Delatorre & Wagner, 2018). Penelitian menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya konflik terkait dengan ketidakpuasan perkawinan (Caughlin & Vangelisti, 2006) dan persoalan anak (Stutzman, Miller, Hollist, & Falceto, 2009).
Ini menandakan, semakin sering terjadi konflik, semakin rendah tingkat kepuasan dalam pernikahan. Demikian pula, semakin sering konflik, semakin banyak melahirkan persoalan bagi anak.
Ketiga, Intensitas Konflik
Intensitas konflik mengacu kepada seberapa dalam, seberapa kuat, dan seberapa hebat pertengkaran terjadi. Setiap pasangan memiliki pengalaman yang berbeda dalam hal intensitas konflik di sepanjang kehidupan pernikahan mereka.
"Intensity of disagreements also contributes to emotional and social skills problems for children, especially in high intensity conflicts involving violence" (Lindahl & Malik, 2011). Intensitas perselisihan berkontribusi terhadap keterampilan emosional dan sosial anak-anak, terutama dalam konflik intensitas tinggi yang melibatkan kekerasan.
Studi menunjukkan frekuensi dan intensitas konflik banyak berpengaruh terhadap anak-anak. Konflik dengan intensitas tinggi, memberikan dampak buruk bagi kejiwaan, kesehatan dan kesejahteraan anak-anak.
Keempat, Pilihan Resolusi Konflik
Para ahli mendefinisikan resolusi konflik sebagai perilaku di mana pasangan berusaha mengelola perselisihan mereka (Marchand & Hock, 2000). Setiap pasangan suami istri memiliki pengalaman dan preferensi yang berbeda dalam pilihan resolusi konflik.
"The way couples manage their conflicts influences not only the marital dynamic, but also the whole family system" (Fincham, 2003). Studi menunjukkan, cara pasangan mengelola konflik tidak hanya memengaruhi dinamika perkawinan, tetapi juga seluruh sistem keluarga.
Pilihan resolusi adalah salah satu faktor penentu dampak konflik pada hubungan (Reese-Weber & Bartle-Haring, 1998). Semakin tepat pilihan resolusi konflik, semakin baik pula dampaknya dalam membangun hubungan bersama pasangan.