"Conflicts are natural and inherent phenomena to marital relations, as a result of different interests, opinions and perspectives between couple members" (Falcke, Wagner & Mosmann, 2013; Fincham, 2009; Mosmann & Wagner, 2008).
Tidak ada pasangan suami istri yang tidak pernah berkonflik dalam kehidupan pernikahan mereka. Semua pasangan pasti memiliki konflik. Bahkan dalam rumah tangga yang sakinah, mawadah warahmah, juga ada konflik.
Studi menunjukkan, konflik merupakan fenomena yang wajar dan melekat dalam hubungan suami istri (Delatorre & Wagner, 2018). Konflik muncul sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan kepentingan, pendapat dan cara pandang di antara keduanya (Falcke, Wagner & Mosmann, 2013; Fincham, 2009; Mosmann & Wagner, 2008).
Para ahli memahami, konflik adalah pertentangan/perlawanan terbuka antara suami dan istri, yang menimbulkan ketidaksepakatan dan kesulitan hubungan (Falcke, Wagner & Mosmann, 2013; Fincham, 2009; Mosmann & Wagner, 2008). Jika pertentangan tersebut tidak sampai menimbulkan disagreement (ketidaksepakatan) dan kesulitan hubungan, maka tidak bisa disebut sebagai konflik.
Konflik suami istri bukanlah dimensi tunggal yang hanya dilihat dari satu cara pandang. Dalam realitasnya, konflik memiliki empat dimensi, yaitu konten, frekuensi, intensitas, dan resolusi (Delatorre & Wagner, 2018). Keempatnya memiliki peran dan pengaruh terhadap kualitas hubungan.
Pertama, Konten Konflik
"Conflict content refers to the themes causing disagreements between partners" (Delatorre & Wagner, 2018). Konten konflik mengacu pada tema yang menyebabkan ketidaksepakatan di antara pasangan.
Studi menyebutkan beberapa tema konflik yang sering muncul antara suami dan istri. Di antara konten konflik adalah praktik mendidik anak, waktu senggang pasangan, keuangan, pekerjaan rumah tangga, seksualitas (Mosmann & Falcke, 2011; Wagner & Grzybowski, 2014).
Studi lainnya menyebut perselisihan/perebutan kekuasaan, ketidakpercayaan, keintiman (Kurdek , 1994), gagasan yang berbeda, kepribadian pasangan dan kerabat (Wagner & Grzybowski, 2014), sebagai konten konflik yang biasa muncul pada pasangan suami istri. Setiap keluarga bisa memiliki konten konflik yang berbeda, demikian pula kultur kehidupan keluarga tersebut.
Kedua, Frekuensi Konflik