Melalui buku, ia ingin berbagi ilmu kepada orang lain, agar mendapatkan pahala jariyah. Semangat menulisnya, terinspirasi dari ayah. Terbukti, sang ayah telah menulis tiga buku --semenjak mengikuti Kelas Menulis dan Membuat Buku (KMMB) di Ibnu Abbas.
Penulis cilik berikutnya adalah dek Aqiilah Husna El Mahmudi. Ia menulis buku berjudul "Cerita Anak Tentang Sepotong Kebaikan". Santri kelas 6 Kuttab Ibnu Abbas ini berasal dari Klaten, Jawa Tengah.
Dek Aqiilah menulis buku selama 8 bulan. Sama seperti dek Firas, ia juga menulis cerita di buku tulis, setelah selesai baru disalin ke laptop. Dek Aqiilah menulis di saat senggang, biasanya setelah bangun pagi, setelah Duhur, atau setelah Asar.
Apa tantangan terberat yang dirasakan saat menulis buku? "Rasa malas", jawab dek Aqiilah. Saat rasa malas datang, Â ini menjadi tantangan yang berat untuk memulai menulis. Ia harus memaksa diri agar tetap menulis.
Selain itu, terkadang ia mengaku tidak punya ide atau kehabisan ide untuk ditulis. Tantangan lainnya adalah ketika ada teman mengajak bermain. Pesan dek Aqiilah adalah "Kerjakan tugas dengan cepat". Ia telah membuktikan mampu menulis dan melaunching buku perdana. Luar biasa.
Penulis cilik ketiga adalah dek Haniya Atqiya Anshori. Ia menulis buku "Hati Samara". Santriwati asal Klaten ini adalah pelajar kelas 6 di Kuttab Ibnu Abbas.
Buku "Hati Samara" ditulis dalam waktu 6 bulan, menggunakan buku tulis dan bulpen. Sama seperti dua temannya, setelah selesai barulah disalin ke laptop. Ia sering menulis di malam hari setelah Isya.
Kesulitan yang dirasakan dek Haniya adalah munculnya banyak ide baru saat sedang menulis. Tantangan berikutnya adalah membagi waktu antara menulis dan kegiatan sekolah.
Apa yang memotivasi dek Haniya untuk menulis buku? "Saya ingin menjadi penulis", ujarnya. Selain itu, dek Haniya juga prihatin dengan indeks literasi masyarakat Indonesia yang sangat rendah. Luar biasa.