"Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah" (QS. Asy-Syura: 40).
Dalam episode kehidupannya, Buya Hamka pernah dipenjara selama dua tahun empat bulan atas perintah Presiden Soekarno. Hamka dituduh merencanakan pembunuhan terhadap Soekarno. Tidak hanya dipenjara, buku-buku karya Hamka pun dilarang terbit dan beredar.
Dengan ditahannya Hamka, ia tidak bisa lagi berdakwah dan memenuhi undangan berceramah. "Padahal selama ini, dari sanalah rezeki Allah mengalir untuk kehidupan keluarga," tulis Irfan Hamka dalam buku "Ayah, Kisah Buya Hamka".
Kondisi ekonomi keluarga menjadi sangat sulit. Siti Raham, istri Hamka, terpaksa menjual barang dan perhiasan demi menyambung hidup keluarga. Hamka dibebaskan dari penjara pada 1966 setelah rezim Soekarno jatuh digantikan oleh Soeharto. Hamka kembali bebas beraktivitas seperti sebelum ia ditahan.
Pada 16 Juni 1970, Hamka dihubungi Mayjen Soerjo, ajudan Presiden Soeharto. Mayjen Soerjo membawa pesan terakhir dari Soekarno, yang dipenuhi oleh Presiden Soeharto. "Bila aku mati kelak, minta Buya Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku", demikian pesan Soekarno kepada keluarganya.
Hamka bertanya kepada Soerjo, "Jadi beliau sudah wafat?"
"Iya, Buya. Bapak Soekarno telah wafat di RSPAD, sekarang jenazahnya telah dibawa ke Wisma Yaso," jawab Soerjo.
Buya Hamka langsung bergegas menuju Wisma Yaso. Di sana, telah banyak pelayat yang berdatangan, antara lain Presiden Soeharto dan beberapa pejabat tinggi. Hamka dengan mantap menjadi imam shalat jenazah Soekarno, menunaikan pesan terakhir Soekarno, mantan presiden yang telah memfitnah dan memenjarakannya.
"Apa Buya tidak dendam kepada Soekarno yang telah menahan Buya sekian lama di penjara?" begitu ucapan teman-teman Hamka. Hamka mengaku tidak dendam meski pernah dipenjara atas perintah Soekarno.
Buya memilih sejuknya memaafkan, dibanding panasnya dendam.
Demikian pula yang pernah terjadi pada banyak ulama di masa-masa terdahulu. Pada pemerintahan Khalifah Al-Mu'tashim, Imam Ahmad dijebloskan ke dalam penjara. Khalifah mencambuk Imam Ahmad dengan cemeti sampai pingsan. Bahkan darah mengalir di sekujur tubuh Imam Ahmad.
Apakah Imam Ahmad dendam dengan peristiwa ini? "Aku jadikan kehormatanku halal untuk Abu Ishaq --yakni Mu'tashim, dan aku telah maafkan dirinya", ujar Imam Ahmad.
Imam Ahmad mengatakan, "Aku maafkan Abu Ishaq, sebab aku mendengar firman Allah Ta'ala,
"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?" (QS. An-Nur: 22).
Imam Ahmad memilih sejuknya memaafkan, dibanding panasnya dendam.
Dalam episode kehidupannya, Imam Malik pernah dituduh melawan perintah Abu Ja`far Al-Manshur. Imam Malik membawakan hadits bahwa tidak jatuh talak bagi orang yang dipaksa. Ini bertentangan dengan pendapat Al-Manshur.
Imam Malik dimasukkan ke dalam penjara dan disiksa hingga tangannya patah. Namun beliau tidak mnyimpan dendam, bahkan memaafkan orang-orang yang menyiksa dan menyakitinya.
Imam Malik memilih sejuknya memaafkan, dibanding panasnya dendam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah divonis kafir dan difatwakan halal darahnya. Beliau dimasukkan penjara dan disiksa.
Salah satu musuh beliau adalah Ibnu Makhluf. Ia wafat pada masa Ibnu Taimiyah masih hidup. Ibnul Qayyim Al Jauziyah --salah satu murid Ibnu Taimiyah, mengetahui kematian Ibnu Makhluf, bersegera menemui sang guru untuk menyampaikan 'kabar gembira' ini.
Syaikhul Islam menghardik Ibnul Qayyim karena menyampaikan kegembiraan atas kematian musuh beliau. Justru beliau mengucapkan kalimat istirja', "inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'un".
Beliau bersegera mengunjungi rumah Ibnu Makhluf, berta'ziah dan menyampaikan kepada keluarga Ibnu Makhluf, "Sungguh saat ini status saya seperti bapak bagi kalian. Tidak ada sesuatu pun yang kalian butuhkan melainkan aku akan berusaha memenuhi kebutuhan kalian."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Aku tidak senang bila membela diriku semata dari seseorang dengan sebab karena kedustaan yang ditimpakan padaku, atau kedzaliman serta permusuhan terhadapku. Sesungguhnya aku telah menghalalkan setiap muslim (yang pernah menyakitiku).
"Aku mencintai kebaikan bagi setiap muslim, dan ingin bagi setiap mukmin melakukan kebaikan seperti yang aku cintai bagi diriku. Adapun orang-orang yang mendustakan dan berbuat zalim atasku maka mereka semua telah aku maafkan", demikian ungkap Ibnu Taimiyah.
Syaikhul Islam memilih sejuknya memaafkan, dibanding panasnya dendam.
Bagaimana dengan Anda? Pilih yang mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H