Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi menulis makalah berjudul ‘Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma’a Abna-ina. Isinya tentang duapuluh poin kesalahan yang umum dilakukan orangtua dalam mendidik anak-anak mereka.
Dalam tulisan kali ini, saya akan menyampaikan beberapa poin saja. Biar secara psikologis kita tidak terlalu terbebani dengan banyaknya kesalahan kita selama ini. Khawatirnya justru menjadi melemahkan semangat berbenah diri.
Kesalahan Kedelapan: Tarku Ad-Du’a
Menurut Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi, kesalahan yang banyak dilakukan orangtua tanpa mereka sadari adalah tarku ad-du’a atau lalai dalam mendoakan anak. Masih banyak orang tua yang lemah, lalai bahkan tidak mendoakan anaknya.
Orangtua jangan merasa sudah banyak memberikan pengarahan dan pendidikan kepada anak. Seakan dengan interaksi yang dilakukan selama ini, sudah cukup untuk membuat anaknya baik. Orangtua merasa sudah menerapkan banyak teori parenting, sehingga menganggap usahanya sudah maksimal.
Padahal, semua manusia itu lemah. Kita tidak akan bisa mendidik anak-anak kita, tanpa bimbingan dan rahmat dari Allah Ta’ala. Untuk itulah kita harus selalu berdoa, memohon kekuatan, kemampuan dan kemudahan dalam mendidik dan mengasuh anak-anak. Demikian pula, orangtua harus rajin mendoakan anak-anaknya.
Hal yang harus kita ingat, doa orang tua untuk anaknya adalah salah satu doa mustajab. Jangan sampai kita lewatkan kesempatan pengabulan doa ini. Nabi saw telah bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang terzalimi” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862 dan Tirmidzi no. 1905).
Al-Munawi menjelaskan, “Doa orangtua kepada anaknya diijabah karena rasa sayang orangtua yang tulus kepada anaknya, dan orangtua banyak mendahulukan anaknya daripada dirinya sendiri. Sehingga kita doa disertai rasa sayang yang tulus, mengakibatkan dikabulkan doa.”
Betapa merugi orangtua yang tidak mendoakan anaknya. Padahal Nabi saw menjamin bahwa doa orangtua adalah doa mustajab “la syakka fihinna”, tidak diragukan lagi mustajabnya.
Bahkan para Nabi terdahulu, mereka memiliki doa-doa khusus, meminta kepada Allah anak yang baik atau anak salih. Misalnya, doa Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Rabbi habli minash shalihin. Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang salih” (QS. Ash-Shaffat: 100).
Demikian pula,ada doa Nabi Zakariya yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Rabbi habli min ladunka dzurriyyatan thayyibatan, innaka sami’ud du’a’. Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa” (QS. Ali Imran: 38).
Al-Qur’an juga mengabadikan doa ‘ibadurrahman,
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama. Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Furqan: 74).
Untuk itulah, jangan pernah mengabaikan doa. Sebut nama anak-anak dalam doa Anda. Ketika orangtua menyempatkan waktu untuk selalu mendoakan anak-anaknya, maka anak-anak pun akan merasakan kehadiran orangtua dalam kehidupan mereka.
Doa adalah kekuatan spiritual yang luar biasa hebatnya. Kelak ketika orangtua sudah wafat, anak-anak akan terus menerus mendoakannya. Ini karena selama hidupnya, orangtua rajin mendoakan anak-anaknya.
Ketika anak tengah merayakan keberhasilan dalam hidupnya, jika orangtua tidak bisa hadir secara fisik di acara perayaannya, tetaplah menghadirkan doa untuk anak tercinta. Sudah pasti anak akan kecewa jika momentum penting dalam hidupnya tidak dihadiri orangtua, namun doa bisa dihadirkan untuk kebaikan dan kesuksesan hidup anak.
Doa Orangtua Mengantarkan Sukses Anaknya
Sebagai tambahan yang sangat menguatkan, saya kutipkan kisah yang ditulisoleh Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si. Beliau menulis kisah seorang tukang bangunan yang berhasil mengantarkan anaknya menggapai sukses. Apa rahasianya? Salah satunya adalah doa dari orangtua yang tak pernah putus.
Berikut kisah Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si. yang diposting di website resmi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Saya sampaikan secara utuh.
...
Setiap orangtua, apapun status sosial dan profesinya, selalu ingin anaknya sukses dalam kehidupan. Banyak orangtua melakukan berbagai upaya untuk menggapai kesuksesan anaknya.
Terkait itu, ada kisah menarik yang bisa dijadikan tauladan. Seorang tukang bangunan di kampung tempat saya tinggal dengan susah payah menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi dengan mengambil program studi teknik sipil.
Orangtua itu berharap kelak anaknya bisa hidup sejahtera, tidak seperti dia yang bekerja bermodal otot dan bermandikan keringat dengan upah harian tidak seberapa. Kebetulan anaknya memiliki prestasi akademik baik sejak pendidikan dasar.
Para gurunya juga mendorong agar dia dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi (kuliah), entah bagaimana caranya karena prestasi akademik di SMA baik. Sayang jika sekolahnya tidak diteruskan.
Semula kedua orangtuanya ragu dari mana biaya kuliah anaknya. Sang ayah terpaksa menjual sepeda motor, barang berharga satu-satunya milik keluarga dan ganti sepeda biasa sebagai sarana transportasi sehari-hari.
Setelah akhirnya benar-benar bisa kuliah di salah perguruan tinggi ternama di negeri ini, tanpa menyia-nyiakan waktu anak itu belajar dengan tekun. Akhirnya lulus tepat waktu dengan menggondol gelar Sarjana Teknik (ST).
Dia sadar betul bahwa orangtuanya sebenarnya tidak mampu menyekolahkannya hingga perguruan tinggi, apalagi hingga mencapai gelar sarjana. Karena itu, dia belajar dengan sungguh-sungguh dengan semangat yang membaja.
Dia juga sadar bahwa dia satu-satunya harapan dan kelak akan menjadi tulang punggung keluarga. Karena itu, dia harus bekerja keras dan tidak boleh gagal.
Di samping dia belajar dengan sungguh-sungguh, sang ayah juga tak henti-hentinya berdoa untuk kesuksesan sang anak. Klop sudah, anak belajar dengan sungguh-sungguh, orangtua ikhtiar lewat doa. Perpaduan doa dan ikhtiar, ikhtiar dan doa benar-benar mengantarkan keberhasilannya.
Allah ternyata mengabulkan hajat keluarga itu. Beberapa hari setelah lulus, dia melamar ke beberapa perusahaan swasta. Hebatnya, hampir semua menerimanya sebagai karyawan, hingga membuatnya bingung memilih yang mana.
Akhirnya, dia memilih sebuah perusahaan besar di bidang konstruksi, yang menurutnya memberi gaji paling tinggi dibanding yang lain. Berita dia diterima di sebuah perusahaan besar segera menyebar ke para tetangga dan sanak saudara. Rasa bahagia dan haru menyelimuti keluarga miskin itu.
Harapan perubahan hidup mulai terpancar di mata sang ayah dan ibunya. Air mata syukur tidak henti-hentinya menetes di wajah kedua orangtuanya yang tinggal di rumah sangat sederhana itu.
Sebab, memang tidak mudah seseorang bisa diterima bekerja di perusahaan besar itu, apalagi dengan gaji yang cukup tinggi untuk ukuran seorang bujangan. Wajar, jika keluarga itu sangat bersyukur atas karunia Allah.
Segera para tetangga menyebut Cak Min (sebut saja begitu) sebagai orangtua berhasil mengantarkan anaknya menuju sukses. Para tetangganya memberi ucapan selamat atas kesuksesannya.
Tetapi apa sebenarnya kiat Cak Min bisa mengantarkan anaknya menjadi sarjana dan akhirnya bisa bekerja di sebuah perusahaan besar dengan penghasilan tinggi? Semua penasaran dengan Cak Min. Tak kuasa menahan pertanyaan sanak saudara dan kerabatnya yang ingin menirunya, Cak Min akhirnya membuka rahasia apa yang dia lakukan sehingga anaknya sukses.
Menurut Cak Min, anaknya dikirim ke sekolah dengan niat suci agar kelak menjadi orang baik, berpengetahuan tinggi dan kelak hidupnya bermanfaat bagi orang banyak. Kendati hidup kekurangan, Cak Min sadar bahwa pendidikan merupakan satu-satunya alat pemutus mata rantai kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Cak Min tentu ingin agar anaknya tidak mengikuti jejaknya sebagai tukang bangunan. Dia merasakan betapa beratnya bekerja sebagai tukang bangunan dengan penghasilan tidak seberapa. Karena itu, dia berupaya keras agar anaknya sukses bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Yang kedua, Cak Min tidak pernah memberikan beaya studi anaknya dari uang yang tidak hahal. Cak Min paham bahwa uang yang tidak halal untuk membeayai pendidikan anaknya tidak akan membawa barokah, walau kelak anaknya menjadi sarjana. Mengirimkan anaknya untuk mengenyam pendidikan dengan niat suci tentu akan sia-sia jika sarana untuk mencapai itu tidak halal.
Ketiga, Cak Min rajin mendoakan anaknya lewat sholat malam yang secara rutin dia lakukan. Kendati sangat capek karena seharian bekerja, Cak Min hampir tidak pernah meninggalkan sholat malam. Cak Min memanfaatkan saat-saat mustajabah di waktu malam untuk memohon kepada Allah demi keberhasilan putranya.
Penjelasan Cak Min membuat sanak saudara, kerabatnya dan tetangganya terbelalak. Sebab, selama ini Cak Min itu tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang apa yang dia lakukan.
Memang Cak Min dikenal sebagai pribadi yang alim. Kendati bekerja sebagai tukang bangunan, Cak Min selalu mencari waktu untuk bisa menunaikan sholat wajib tepat waktu. Itu hebatnya. Dan, menurutnya, di akhir sholat dia tidak pernah lupa menyelipkan doa untuk anaknya.
Niat yang suci dan tulus, biaya pendidikan yang halal, dan doa orangtua ternyata menjadi kunci keberhasilan anak Cak Min. Kiat sukses Cak Min bisa dijadikan pelajaran berharga.
Cak Min memang hanya seorang tukang bangunan. Tetapi kiat hidupnya untuk menjadikan anaknya sukses bisa menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja, termasuk para pembaca tulisan ini. Semoga bermanfaat!
....
Demikianlah kisah inspiratif yang ditulis Rektor UIN Malang pada tahun 2015 silam. Semoga menjadi penggugah semangat para orangtua untuk selalu mendoakan kebaikan anaknya.
Bahan Bacaan
Jasim Muhammad Al-Muthawwi, ‘Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma’a Abna-ina, diakses dari https://midad.com/article/221672, 26 Februari 2016
Mudjia Rahardjo, Kisah Tukang Bangunan Mengantarkan Anaknya Sukses, https://uin-malang.ac.id, 27 April 2015
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Koreksi Kesalahan Mendidik Anak, Nabawi Publishing, 2011
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, Pro-U Media, 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H