Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beberapa Kesalahan Umum Orangtua dalam Mendidik Anak (7)

6 Mei 2023   05:41 Diperbarui: 6 Mei 2023   05:44 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi menulis makalah berjudul 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina. Isinya tentang duapuluh poin kesalahan yang umum dilakukan orangtua dalam mendidik anak-anak mereka.

Dalam tulisan kali ini, saya akan menyampaikan beberapa poin saja. Biar secara psikologis kita tidak terlalu terbebani dengan banyaknya kesalahan kita selama ini. Khawatirnya justru menjadi melemahkan semangat berbenah diri.

Kesalahan Ketujuh: Katsratul Intiqad

Menurut Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi, kesalahan yang banyak dilakukan orangtua tanpa mereka sadari adalah katsratul intiqad atau berlebihan dalam mengkritik anak. Masih banyak orang tua yang berlebihan dalam mengkritik tindakan, sikap bahkan kepribadian anaknya.

Orangtua yang perfeksionis, menghendaki anaknya selalu dalam keadaan baik --seperti standar orangtua, menyebabkan tak bisa menerima kekurangan pada diri anak. Mereka mudah melontarkan kritik atas hal-hal kecil dan sepele, yang menjadi kekurangan anak. Di saat yang sama, mereka kurang bisa mengapresiasi usaha dan kebaikan yang ada pada diri anak. Perilaku orangtua seperti ini, dirasakan sebagai ketidakadilan pada diri anak. Tentu berdampak melukai jiwa mereka.

Anna Kaminsky dalam artikel berjudul "Why Criticism And Shame Have No Place In Parenting" (2020) menyatakan betapa bahaya kritik orangtua terhadap anak. Menurutnya, anak akan memasukkan kritik orangtua ke dalam hati dan berkembang menjadi "luka emosional" yang bertahan lama.

"Children almost always internalize criticism, taking it to heart and sometimes sustaining lasting emotional wounds in the process. Moreover, shame---the inevitable byproduct of harsh criticism---has the power to undermine the very goals parents have in mind when they admonish their children", ujar Anna Kaminsky.

"Anak-anak hampir selalu menginternalisasi kritik, memasukkannya ke dalam hati dan terkadang mempertahankan luka emosional yang bertahan lama dalam prosesnya", ujar Anna Kamisnky. Ini yang harus sangat diwaspadai oleh orangtua. Pikirkan dampak buruk ini, sebelum Anda mengkritik anak.

Dampak buruk kritik juga muncul pada orangtua. "Rasa malu yang menjadi hasil sampingan yang tak terelakkan dari kritik keras---memiliki kekuatan untuk merusak tujuan utama yang ada dalam pikiran orang tua ketika mereka menegur anak-anak mereka", sambung Kaminsky.

Ketika Anda terbiasa memarahi dan mengkritik anak, membuat anak menjadi sangat sibuk memikirkan perasaan Anda terhadapnya. Mereka berhenti memikirkan kesalahan dan kekurangan dirinya, dan mulai fokus pada bagaimana perasaannya tentang reaksi Anda terhadapnya.

Kondisi ini mengalihkan perhatian anak dari mencoba melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap konsekuensi dari tindakannya --seperti penyesalan dan rasa malu. Sebaliknya, mereka akan akan memproyeksikan kemarahannya kepada Anda. Anak akan sibuk dengan perasaan betapa tidak adilnya Anda.

Seiring waktu, perasaan seperti ini melatih anak untuk fokus bukan kepada apa yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan, tetapi fokus kepada betapa tidak adilnya orang lain memperlakukannya. Dengan kata lain, anak akan terlatih mengembangkan pola pikir korban (mindset of victimhood), bukan tanggung jawab pribadi.

"Life is already challenging for your child. Every day, she must deal with academic pressure at school, social pressure from her peers, and the ever-present threat of online and offline bullying. Needlessly adding to her stress will make it more difficult for her to develop into a happy, healthy adult", ujar Anna Kaminsky.

Menurut kaminsky, "Kehidupan itu sendiri sudah menantang bagi anak Anda. Setiap hari, anak harus menghadapi tekanan akademik di sekolah, tekanan sosial dari teman-temannya, dan ancaman intimidasi online dan offline yang selalu ada".

Maka, tindakan mengkritik membuat anak bertambah berat persoalan dan tekanannya. "Menambah stres yang tidak perlu akan membuatnya lebih sulit untuk berkembang menjadi orang dewasa yang bahagia dan sehat," ungkap Kaminsky.

Bagaimana Menghindari Kebiasaan Mengkritik Anak?

"Far from wanting to be "bad," most children act out because they are hurt, confused, anxious, tired, overwhelmed, etc. It's therefore important not to take your child's behaviour personally; instead, take a deep breath and objectively assess the severity of what your child has done" --Anna Kaminsky.

Sering kali, kritik dan kata-kata kasar berasal dari reaksi emosional orangtua terhadap perilaku anak. Orangtua menganggap, anak mereka dengan sengaja bersikap jahat ketika melakukan tindakan yang tidak akomodatif. Namun pada kenyataannya, alasan mengapa anak-anak bertingkah seringkali tidak ada hubungannya dengan orangtua mereka.

"Jauh dari keinginan untuk menjadi jahat, kebanyakan anak bertindak karena mereka terluka, bingung, cemas, lelah, kewalahan, dan lain-lain," ujar Kaminsky. "Oleh karena itu, penting untuk tidak mengambil perilaku anak Anda secara pribadi; sebagai gantinya, tarik napas dalam-dalam dan nilai secara objektif tingkat keparahan dari apa yang telah dilakukan anak Anda", lanjutnya.

Jika suatu saat anak Anda menyakiti orang lain --secara fisik atau emosional, berikan konsekuensi atas tindakannya. Misalnya pencabutan hak istimewa atau kesenangan, dengan cara yang tenang namun tegas. Selama proses ini, Anda tidak boleh melabeli anak --misalnya memanggilnya si buruk, malas, jahat, danlain sebagainya.

Tunggu sampai dia tenang, lalu jelaskan mengapa tindakannya tidak dapat diterima. Setelah tenang dan anak bisa menerima penjelasan Anda, ingatkan anak bahwa Anda sangat mencintainya.

Bahan Bacaan

Anna Kaminsky, Why Criticism And Shame Have No Place In Parenting, https://www.psy-ed.com, 22 Oktober 2020

Jasim Muhammad Al-Muthawwi, 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina, diakses dari https://midad.com/article/221672, 26 Februari 2016

Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Koreksi Kesalahan Mendidik Anak, Nabawi Publishing, 2011

Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, Pro-U Media, 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun