Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Saat Idul Fitri Tiba, Harus Berduka atau Bahagia?

20 April 2023   12:05 Diperbarui: 20 April 2023   12:10 1894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://english.jagran.com/

Kisah Ramadan -- 29

Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berangkat dari rumahnya menuju tempat shalat Idul Fitri. Hari itu beliau menyampaikan khutbah Id di hadapan umat muslim.

Dalam khutbahnya, beliau mengatakan, "Wahai jamaah sekalian, sesungguhnya kalian telah berpuasa selama 30 hari karena Allah. Dan kalian juga telah shalat di malam harinya selama 30 malam. Hari ini kalian keluar, meminta kepada Allah agar berkenan menerima apa yang telah kalian lakukan".

Begitulah suasana Idulfitri di masa-masa terdahulu. Penuh perenungan, penuh kontemplasi. Sebagian orang salih zaman dulu berkata, "Sesungguhnya hari Id adalah hari kebahagiaan dan suka cita". Lalu ada yang menjawab, "Benar. Namun, aku adalah seorang hamba, Tuanku memerintahkan aku untuk melakukan suatu pekerjaan. Aku tidak tahu apakah ia menerima apa yang telah aku kerjakan atau tidak".

'Ali bin Abi Thalib ra mengatakan,

:

"Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian diterima daripada hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian menyimak firman Allah, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa" (Al Maidah: 27).

Wahab bin Wardi pernah melihat sekelompok orang yang bersuka cita dan tertawa di hari 'Idulfitri. Beliau berkomentar,

"Apabila puasa mereka diterima di sisi Allah, apakah tindakan mereka tersebut adalah gambaran orang yang bersyukur kepada-Nya? Dan jika ternyata puasa mereka tidak diterima, apakah tindakan mereka itu adalah gambaran orang yang takut akan siksa-Nya?" (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Asy Syu'ab nomor 3727, Latha-iful Ma'arif hal. 232).

Demikian pula Imam Hasan Al-Bashri. Di hari Idulfitri beliau merasakan kekhawatiran. Beliau menangis tatkala membayangkan amal yang telah dilakukan, apakah diterima Allah atau tidak.

Beliau mengatakan, "Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai arena pacu bagi para hamba-Nya untuk melakukan ketaatan demi meraih rihda-Nya. Ada kelompok yang mereka (cepat dalam pacua) sehingga mendahului, dan mereka memenangkannya. Ada juga yang tertinggal, dan mereka merana. Beruntunglah mereka yang bergembira di hari suksesnya orang-orang yang telah berbuat baik. Dan merugilah orang-orang yang berbuat kejelekan". Kemudian Hasan Al-Bashri menangis.

Ibnu Mas'ud berkomentar pada momentum akhir Ramadan, "Siapakah orang yang diterima amalnya lalu kita ucapkan selamat kepadanya? Dan siapa yang tidak diterima amalnya lalu kita berkabung untuknya. Wahai orang yang diterima, selamat dan sukses untuk kalian. Wahai orang yang tertolak, Allah telah memperbaiki musibah kalian".

Pada akhir malam bulan Ramadan, Ali bin Abi Thalib berseru, "Wahai, siapakah yang diterima amalnya lalu kita beri ucapan selamat kepadanya. Siapa pula yang tidak diterima amalnya, lalu kita berkabung untuknya."

Az-Zuhri menceritakan, "Ketika hari raya Idulfithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat Id, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah akan mengatakan, "Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku."

Ulama salaf lainnya --sebagaimana ditulis dalam Latha-if Al Ma'arif, mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat 'ied di tanah lapang, "Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka."

Sebagian ulama salaf mengatakan,

"Mereka (para sahabat) berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdoa selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya."

Semoga Allah berkenan menerima semua amal ibadah kita di sepanjang bulan Ramadan. Semoga Allah berikan kesempatan kepada kita untuk bertemu lagi dengan Ramadan yang akan datang. Aamiin.

Bahan Bacaan

Nurfitri Hadi, Salaf Ash-Shalih di Hari Raya Idul Fitri, https://kisahmuslim.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun