Luar biasa kepribadian sang Khalifah. Jiwanya ambisius, namun ambisius dalam melakukan kebaikan dan ketaatan. Terbukti sepanjang menjalankan tugas menjadi Khalifah, semua kekayaannya disumbangkan ke baitul mal negara.
Dirinya miskin justru saat menjadi pemimpin tertinggi. Padahal sebelum berkuasa, ia adalah seorang yang kaya. Setelah menjadi Khalifah, hidupnya sangat sederhana, jauh dari gemerlap kemewahan dunia. Sikapnya terhadap harta sangat berhati-hati dan mampu menjaga diri serta keluarga.
Ketika mendengar kabar bahwa salah seorang putranya membuat cincin dan memasang batu mata cincin yang mahal, seharga seribu dirham. Beliau terkejut dan segera menulis surat kepada putranya.
"Aku dengar engkau membeli batu perhiasan untuk cincinmu seharga seribu dirham. Juallah batu perhiasanmu itu, kemudian uangnya gunakan untuk membuat kenyang seribu orang yang kelaparan".
"Buatlah cincin dari besi saja, serta tuliskan di atasnya, 'Semoga Allah merahmati orang yang menyadari posisi dirinya sendiri," demikian tulis Khalifah.
Cincin besi di masa itu adalah simbol kesederhanaan. Harganya murah dan sangat awet. Khalifah ingin anaknya hidup sederhana dan tidak menampilkan kemewahan untuk dirinya.
Lebih baik seribu dirham digunakan untuk mengenyangkan seribu orang kelaparan daripada digunakan untuk membeli batu perhiasan cincin. Sebuah pelajaran kesederhanaan yang luar biasa pada keluarga pejabat.
Umar bin Abdul Aziz memang ambisius. Namun bukan ambisius untuk memperkaya diri sendiri dan memanjakan keluarga. Ia ambisius untk menjalankan ketaatan dan kebaikan yang paripurna. Maka di ujung karier, ia hanya berambisi surga.
Bahan Bacaan
Muhammad Amin Al-Jundi, Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H