"Bukan," jawab Ka'ab. "Jelaskanlah perkaranya," ujar Ka'ab kepada si perempuan.
Perempuan itu menjelaskan duduk perkaranya melalui syair berikut:
"Wahai hakim yang bijaksana, berilah ia petunjuk. Masjid telah melalaikan suamiku dari tempat tidurku.
"Beribadah telah membuatnya zuhud dan tidak membutuhkan ranjangku. Maka putuskanlah masalah ini, wahai hakim Ka'ab dan jangan kau menolaknya.
"Siang dan malam dia tidak pernah tidur (tetapi) dalam hal mempergauli istri, aku tidak memujinya.
Tampak dari bai-bait syair tersebut, sang istri menuntut hak pemenuhan kebutuhan batin yang tak terpenuhi. Sang suami ahli ibadah, sangat rajin menunaikan ketaatan. Namun ia melalaikan kewajiban sebagai suami terhadap istri dalam pemenuhan kebutuhan biologis.
Mendengar pengaduan istri melalui bait syair tersebut, sang suami melakukan pembelaan diri yang diungkapkan melalui syair pula. Jawaban yang berisi alasan mengapa dia menjauhi istrinya.
"Aku zuhud tidak mendatangi ranjang dan biliknya. Karena aku telah dibuat terpesona dengan apa yang telah diturunkanNya. Yaitu dalam Surat An-Nahl dan tujuh surat yang panjang. Dan dalam Kitab Allah itu membuat hatiku sangat takut sekali."
Sang suami menyatakan betapa sangat takut dengan berbagai ancaman yang ada dalam Al-Qur'an. Maka kelezatan dunia menjadi tidak ada artinya. Ia menghabiskan waktu dan perhatiannya untuk beribadah agar semakin bisa mendekatkan diri kepada Allah.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua belah pihak, Ka'ab Al-Asadi memutuskan pertikaian keduanya. Ka'ab memberikan keputusan dengan untaian bait syair pula.
"Dia memiliki hak atasmu, wahai lelaki. Jatahnya (satu dalam) empat hari bagi orang yang berakal. Berikan hak itu, dan tinggalkan cela yang ada padamu".