Ia menjadi muadzin kesayangan Nabi saw, sebagaimana Bilal. Pernah Rasulullah saw meminta Abdullah bin Ummi Maktum untuk memimpin kota Madinah saat beliau saw berada di luar kota. Beliau memberikan kepercayaan yang luar biasa kepada seorang difabel.
Di zaman Nabi saw, ada seorang lelaki salih bernama Julaibib. Ia adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang memiliki fisik tidak menarik, miskin, dan tidak memiliki harta benda. Meskipun kondisi fisiknya sangat 'memprihatinkan' menurut pandangan orang pada umumnya, namun Nabi saw sangat menyayanginya.
Nabi saw hendak menikahkannya dengan salah seorang putri sahabat Anshar yang cantik jelita. Beliau saw meminangkan Julaibib kepada orangtua si wanita. "Wahai, Rasulullah, aku menerima pinanganmu. Nikahkanlah putriku dengan Julaibib".
Sikap Nabi saw kepada Amr bin Jamuh, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Ummi Maktum, Julaibib dan contoh lainnya, adalah sebuah sikap kebijaksanaan yang luar biasa. Beliau tidak membeda-bedakan sahabat hanya karena masalah fisik.
Beliau tidak melarang Amr bin Jamuh ikut berperang, meski kakinya cacat. Beliau saw menegur sahabat yang menertawakan bentuk kaki Ibnu Mas'ud. Beliau memberi kepercayaan kepada Abdullah bin Ummi Maktum  untuk memimpin Kota Madinah. Beliau menikahkan Julaibib yang miskin dan tidak menarik, dengan perempuan cantik.
Acceptance Factor
Sikap Nabi saw dalam berinteraksi dengan para sahabat dan manusia pada umumnya, dipenuhi dengan penerimaan yang penuh atas kondisi mereka. Nabi saw tidak pernah merendahkan siapapun dari makhluk Allah, hanya karena bentuk fisiknya. Beliau bisa menerima semua kondisi manusia secara setara.
Beliau saw bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian" (HR. Muslim no. 2564).
Sikap dasar inilah yang harus ada pada semua orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Acceptance factor atau faktor penerimaan menjadi sangat penting dalam berinteraksi dengan anak-anak. Ketika orangtua bisa menerima anak dengan semua kondisi dan potensinya, akan membuat dirinya bisa dekat dan tulus dalam mendidik anak.
Elizabeth Hurlock (2002) menyatakan, penerimaan (acceptance) adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh orangtua terhadap anak-anaknya, yang ditandai oleh perhatian dan kasih sayang yang besar kepada anak-anak. Â Orangtua yang menunjukkan sikap penolakan (denial) atas kondisi anak, hanya sedikit perhatian dan kasih sayangnya.
Sebagai orangtua, hendaknya bisa menerima anak dengan sepenuh hati dan jiwa. Anak adalah karunia Allah, buah hati yang bsangat berharga, bagaimanapun kondisi dirinya. Penerimaan orangtua kepada anak-anak, akan menjadi kunci keberhasilan hidup mereka dimasa dewasa.