Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Adakah Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Perkembangan Anak?

10 Agustus 2022   21:44 Diperbarui: 13 Agustus 2022   20:05 2084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semakin harmonis keluarga, semakin baik dan terjaga akhlaknya" (Nurul Arfani, 2016).

Studi yang dilakukan oleh John Defrain dan tim lebih dari 30 tahun di lebih dari 40 negara tentang keluarga yang kuat (stromg family), memberikan hasil yang sangat konstruktif. 

Studi Defrain memiliki cara pandang yang positif dan optimis tentang kekuatan keluarga. Ini membantu kita memahami elemen penting dalam membangun ketahanan keluarga.

Menurut temuan Defrain, hubungan yang kuat antara suami dan istri merupakan hal sentral di banyak keluarga. 

"Strong marriages are the center of many strong families. The couple relationship is an important source of strength in many families with children who are doing well", ungkap Defrain.

Hubungan antara suami dan istri merupakan hal yang sentral untuk penguatan keluarga. Jika ingin mendapatkan keluarga yang kuat, harus dimulai dari hubungan yang kuat antara suami dan istri. Tentu saja ini berlaku untuk keluarga yang masih utuh.

Namun, untuk menjadi keluarga yang kuat, tidak selalu mensyaratkan kondisi hubungan tersebut. Karena kekuatan keluarga bisa berasal dari beragam faktor yang berbeda.  Misalnya, keluarga single parent tetap bisa membangun keluarga yang kuat, apabila pandai memanfaatkan berbagai faktor untuk menguatkan keluarganya.

Defrain juga menemukan, keluarga yang kuat cenderung menghasilkan generasi yang kuat. "Strong families tend to produce great kids; and a good place to look for great kids is in strong families," ungkapnya. Tempat paling tepat untuk menemukan generasi yang kuat adalah pada keluarga yang kuat.

Artinya, jika ingin memproduksi generasi yang hebat untuk membangun bangsa dan negara, kuncinya adalah pada penguatan keluarga. Mustahil tercipta generasi yang kuat, apabila tidak membangun kekuatan keluarga.

Defrain menemukan, "If you grew up in a strong family as a child, it will probably be easier for you to create a strong family of your own as an adult". 

Menurutnya, jika Anda besar di dalam keluarga yang kuat, akan lebih mudah bagi Anda untuk membentuk keluarga yang kuat di masa dewasa.

Anak yang tumbuh dalam keluarga yang kuat, akan lebih mudah bagi mereka untuk membentuk keluarga yang kuat pula kelak ketika mereka sudah hidup berumah tangga. Meskipun mereka bisa banyak belajar tentang hidup berumah tangga dari banyak referensi, namun sumber inspirasi utama mereka untuk membangun keluarga adalah kondisi keluarga orangtuanya. Meskipun demikian, anak yang besar di keluarga yang bermasalah, masih dapat mengembangkan keluarga yang kuat di masa dewasa.

Ilustrasi: akun twitter @TasneemFarzana3
Ilustrasi: akun twitter @TasneemFarzana3

Pengaruh Ketidakharmonisan Keluarga Terhadap Perkembangan Anak

Menurut Elizabeth Hurlock, pasangan harmonis adalah suami istri yang mendapatkan kebahagiaan bersama dan mampu menghasilkan keputusan yang diperoleh dari peran-peran yang mereka laksanakan, mempunyai cinta yang matang, dapat melakukan penyesuaian (adaptasi) dengan baik, serta dapat menjalankan peran sebagai orang tua.

Studi telah banyak mengungkapkan, keharmonisan keluarga menjadi faktor penting untuk keberhasilan anak. 

Hasil penelitian Eni Sulastri (2009) menunjukkan, keharmonisan keluarga merupakan faktor penentu dalam keberhasilan siswa dalam belajar. Ketika keluarga tidak harmonis, membuat siswa mengalami kesulitan dan hambatan dalam belajar.

Demikian pula dari sisi perilaku. Studi yang dilakukan oleh Nurul Arfani (2016) menunjukkan, semakin harmonis keluarga, semakin baik dan terjaga akhlak anak-anak. Ketika keluarga tidak harmonis, akan memberikan pengaruh terhadap sikap dan perilaku anak.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh ketidakharmonisan keluarga bagi perkembangan anak, saya akan menyampaikan hasil studi yang dilakukan oleh Pangestu Tri Wulan Ndari dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta pada bulan September 2016 lalu. Ini salah satu potret yang perlu kita pahami, bagaimana ketidakharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap kejiwaan anak.

Pangestu melakukan riset terhadap tiga orang subyek. Yang pertama adalah AP, (perempuan, Islam, 14 tahun, kelas VII). Terdapat dua bentuk broken home yang terjadi pada keluarga AP, yaitu perpisahan yang disebabkan oleh perselingkuhan, dan perceraian yang disebabkan oleh masalah ekonomi.  

Peristiwa perceraian dan perpisahan menyebabkan AP memiliki persepsi yang buruk mengenai keluarga dan orang tua, serta merasakan trauma akan pernikahan serta ketidaknyaman ketika di rumah. AP beberapa kali terlibat konflik dengan ibu dan teman-temannya.

Perceraian menyebabkan AP sering merasa kecewa dan sedih, bahkan AP sering menangis jika teringat dengan keluarganya. 

AP sering mengalami kesulitan dalam belajar namun tidak ada teman yang bersedia membantu AP.

Subyek AP memiliki hubungan yang kurang baik dengan ibunya karena sering diperlakukan kasar. Di sekolah ada beberapa teman yang menjauhi AP karena masalah keluarganya.

AP lebih memilih diam atau melakukan katarsis dengan menulis diary untuk meluapkan perasaannya. Sejauh ini belum ada tindakan dari orang tua maupun guru BK dalam membantu subyek AP mengatasi masalahnya.

Subyek kedua adalah HR (perempuan, Islam, 13 tahun, kelas VII). Bentuk broken home yang terjadi pada keluarga HR adalah kedua orang tua meninggalkan rumah. Ayah pergi ketika HR masih bayi sedangkan ibu pergi ketika HR kelas 3 SD karena masalah perselingkuhan.

Peristiwa broken home menyebabkan HR memiliki persepsi yang buruk mengenai keluarga dan orang tua, memiliki trauma akan perselingkuhan dan ketidaknyaman ketika berada di rumah.

Kepergian ibu dari rumah menyebabkan HR sering merasa kecewa dan sedih berlebihan bahkan sering menangis jika teringat ibunya. Hal tersebut menyebabkan HR sering mengalami kesulitan berkonsentrasi ketika belajar.

Coping yang dilakukan HR adalah melakukan katarsis dengan menulis diary untuk meluapkan perasaannya. Sejauh ini belum ada tindakan keluarga dalam membantu HR menyelesaikan masalahnya. 

Di sekolah, guru BK telah memberikan beberapa konseling pribadi, motivasi dan pencerahan serta melakukan home visit sebagai upaya membantu HR mengatasi masalahnya.

Subyek ketiga adalah BT (laki-laki, Islam, 13 tahun, kelas VII). Bentuk broken home yang terjadi pada keluarga BT adalah perpisahan yang disebabkan oleh pertengkaran dan kesalahpahaman dalam keluarga. 

Ketidakharmonisan keluarga menyebabkan subyek BT memiliki pandangan yang buruk tentang keluarga dan orang tua dan ketidaknyaman ketika di rumah.

Selama ini subyek BT bertindak sedikit kasar dan jarang nurut jika diperintah ibunya, namun BT tetap memperlakukan ayahnya dengan baik karena takut. 

Perilaku kasar yang dimiliki BT menyebabkan BT terlibat beberapa konflik dengan anggota keluarganya seperti ibu, kakek, nenek maupun pak dhenya.

Kondisi keluarga yang tidak harmonis menyebabkan BT merasa sedih, kecewa, marah dan malas belajar sehingga BT sering mengalami kesulitan belajar. Di samping itu, kurangnya pendampingan dan ketegasan orang tua menyebabkan BT sering membolos sekolah.

BT lebih memilih diam dalam menghadapi masalahnya karena malu. Usaha yang dilakukan ibu BT adalah dengan meminta bantuan guru BK untuk membantu memberikan bimbingan dan pengarahan agar BT tidak mengulangi perilaku bolosnya. 

Sejauh ini guru BK telah memberikan beberapa kali konseling dan memberikan motivasi serta pencerahan agar BT tidak mengulangi perilaku kasar maupun bolosnya.

Saling Menguatkan

Tentu saja tidak semua anak yang berasal dari keluarga broken home memiliki masalah perilaku. Yang diperlukan adalah sikap saling peduli, saling sinergi, saling menguatkan dari rumah, sekolah dan masyarakat. Yang pertama dan paling utama adalah menjaga keharmonisan keluarga, sebagai tempat tumbuh kembang yang optimal bagi anak.

Berikutnya, sangat diperlukan dukungan positif dari pihak sekolah --baik sistem, guru, teman-teman dan lingkungan sekolah. Dukungan dari sekolah sangat memberikan pengaruh kebaikan pada semua anak.

Terlebih ketika menemukan dukungan poisitif dari masyarakat. Anak-anak akan terkondisikan dalam kebaikan, jika rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat mampu bersinergi memberikan dukungan terbaik. Karena pendidikan anak adalah tanggung jawab kita semua sebagai warga masyarakat dan warga bangsa.

Bahan Bacaan

  • Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Insan Kamil, 2015
  • Abi Muhammad at-Tihamy, 2009, Keluarga Sakinah, Terjemahan Qurratul Uyun, Al-Miftah Surabaya
  • Ayah Edy, 2012, Membangun Indonesia yang Kuat dari Keluarga! Tangga Pustaka, Jakarta
  • Cahyadi Takariawan, Wonderful Parent: Menjadi Orangtua Keren, Era Adicitra Intermedia, 2019
  • Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1980.
  • Eni Sulastri, 2009, Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Prestasi Belajar PKN pada Siswa Kelas VII SLTP Negeri 3 Polokarto Kabupaten Sukoharjo, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
  • John DeFrain & Silvia M. Asay, 2019, Focusing on the Strengths and Challenges of Families, International Course on Advocacy Skills in Mental Health System Development from Research to Policy, Yogyakarta.
  • Maria Krysan, Kristin A. Moore, Nicholas Zill, 1990,  Identifying Successful Families: An Overview of Constructs and Selected Measures, U.S. Department of Health and Human Services, https://aspe.hhs.gov
  • Marriage and Family Encyclopedia, The Qualities Of Strong Families, https://family.jrank.org, diakses 26 Mei 2022.
  • Muhammad Aqsho, 2017, Keharmonisan Dalam Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Pengamalan Agama, Fakultas Agama Islam Universitas Dharmawangsa Medan, Jurnal Almufida Vol. II No. 1 Januari -- Juni 2017
  • Mukhlis Aziz, 2015, Perilaku Sosial anak Remaja Korban Broken Home dalam Berbagai Perspektif, Jurnal Al Ijtimaiyyah Prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Vol. 1 No. 1, Januari - Juni 2015
  • NebGuide, 2008, Creating a Strong Family, Why Are Families is So Important? https://extensionpublications.unl.edu
  • Nurul Arfani, 2016, Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap Akhlak Remaja, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
  • Pangestu Tri Wulan Ndari, 2016, Dinamika Psikologis Siswa Korban Broken Home di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sleman, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun