Bahkan ia mengikuti coaching bisnis. Sekarang ia makin tekun ibadah, dan makin banyak berdoa. Sayang, usaha kedua ini juga gagal. Sangat banyak pesaing di bisnis online.
Budi beralih berjualan kosmetik. Kini ia gabungkan cara penjualan offline dan online. Ia berganti coach yang dianggap lebih ahli. Berbagai strategi ia gabungkan. Tak lupa, ia makin memperbanyak ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Alhamdulillah, bulan demi bulan, bisnis ini berkembang.
Bagaimana penilaian Anda tentang Iwan dan Budi dalam kisah di atas? Apakah tindakan Iwan bisa disebut sebagai tawakal?
Iwan jelas tidak menjalankan sunnatullah usaha. Ia hanya berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah melalui masjid saja. Sedangkan Budi menjalankan sunnatullah usaha.Â
Budi rajin ke masjid, namun juga gigih berusaha. Kegagalan tak membuatnya putus asa. Tawakal bukanlah berdiam diri tanpa usaha nyata dan hanya berdoa.
Suatu ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai seorang lelaki yang kegiatannya hanya duduk di rumah atau di masjid. Lelaki ini menyatakan, "Aku tidak mengerjakan apa-apa. Rezekiku pasti akan datang sendiri." Imam Ahmad mengomentari, "Orang ini sungguh bodoh. Bukankah Nabi saw telah bersabda,
"Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku" (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini sahih).
Nabi saw juga bersabda, "Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki.Â
Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang" (HR. Ahmad. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini sahih).
Jodohpun, Demikian Datangnya
Sebagaimana kisah mencari rezeki yang dilakukan Iwan dan Budi, demikian pula kisah menjemput jodoh. Dari kisah usaha mencari rezeki di atas, kita mengetahui bahwa rezeki adalah akumulasi dari usaha. Yang memberi rezeki adalah Allah, yang menentukan rezeki adalah Allah.