Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Berdamai dengan Luka, Karena Hidup Kita Tak akan Sempurna

18 Mei 2022   20:47 Diperbarui: 29 Mei 2022   16:16 2242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Patah Hati. (Sumber Gambar: Freepik.com via kompas.com)

"Our findings confirmed that social pain is easily relived, whereas physical pain is not" Zhansheng Chen, Purdue University, 2008.

Ada dua jenis luka yang sama-sama menimbulkan rasa sakit, menurut Psychological Science (2013). Yang pertama adalah social pain atau luka sosial. Misalnya luka yang muncul akibat putus hubungan dengan kekasih, perceraian, konflik berat dalam keluarga, PHK dari tempat kerja, pengucilan, dan lain sebagainya.

Yang kedua adalah physical pain atau luka fisik. Misalnya luka akibat kecelakaan, luka fisik karena bencana, patah tulang, memar pada bagian tubuh, cedera pada kaki atau tangan, dan lain sebagainya. 

Ada luka fisik ringan, seperti lecet, ada luka berdarah, dan ada luka parah. Semua menimbulkan sakit pada manusia.

Menariknya, luka sosial terasa lebih menyakitkan dibandingkan dengan luka fisik. Sebuah studi yang dipimpin oleh Zhansheng Chen di Universitas Purdue menunjukkan perbedaan dua jenis luka tersebut pada manusia. Studi mengamati dampak pengkhianatan dan cedera anggota tubuh. Satunya luka sosial, satunya luka fisik.

Ditemukan, ternyata manusia mengingat lebih detail pengkhianatan masa lalu daripada cedera fisik masa lalu. 

Manusia juga merasakan lebih banyak rasa sakit dari pengkhianatan di masa sekarang, dibandingkan cedera fisik di masa sekarang. Kedua peristiwa itu sama-sama terasa menyakitkannya saat pertama kali terjadi, namun intensitasnya berbeda.

Bahkan sakit dari luka sosial, mudah untuk dihadirkan kembali. Meskipun luka itu sudah terjadi bertahun lalu, namun masih bisa dirasakan sakitnya hingga sekarang. 

"Temuan dari studi kami menegaskan bahwa rasa sakit sosial mudah dihidupkan kembali, sedangkan rasa sakit fisik tidak," demikian laporan studi tersebut dalam Psychological Science tahun 2008.

Menerima Ketidaksempurnaan

Hidup kita jelas tidak sempurna. Kita memiliki sangat banyak jenis luka. Namun apakah harus mengizinkan bersemayamnya rasa sakit itu di sepanjang kehidupan kita? "Tidak ada salahnya memiliki kekurangan. Bagaimana kita bisa hidup sebersih dan seputih secarik kertas kosong?" ungkap Haemin Sunim.

"Kehidupan pada dasarnya akan melukai tubuh kita, batin kita, dan hubungan kita. Alih-alih menjalani hidup dengan tidak melakukan apa-apa karena takut berbuat salah, jalanilah hidup yang berkembang lewat kegagalan dan rasa sakit" --Haemin Sunim, 2018.

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Tidak masuk akal bahwa manusia tidak melakukan aktivitas, karena takut gagal. Tidak logis bahwa manusia tidak mau mencinta karena takut terluka. Bukankah perjalanan kehidupan itu sendiri sudah memberikan luka?

Saat mengomentari studi Zhansheng di atas, Eric Jaffe menyatakan, "Setidaknya untuk semua penyebab cinta yang terluka, cinta memiliki kemampuan yang sama kuatnya untuk menyembuhkan".

Ya, cinta bisa menyakitkan, namun juga bisa menyembuhkan. Maka jangan takut mencinta karena takut terluka. Percayalah, cinta juga menjadi kekuatan untuk menyembuhkan.

"At least for all the hurt love causes, it has an equally powerful ability to heal" --Eric Jaffe, 2013.

Membenahi Cara Pandang dan Sikap

Islam memberikan arahan yang sangat basic. Yang harus kita benahi pertama kali adalah cara pandang dan sikap hidup. Kita dilatih untuk memandang semua sisi kehidupan secara positif dan bersikap positif pula. Rasa sakit tidak berasal dari luka itu sendiri, namun dari persepsi atau cara pandang kita atas luka tersebut.

Nabi saw memberikan petunjuk tentang membangun cara pandang atas kejadian dalam kehidupan. Semua akan baik-baik saja bagi manusia beriman, jika cara pandang dan sikap mereka benar.

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua keadaannya selalu baik. Hal seperti ini tidak didapati kecuali pada orang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya" (HR. Muslim, no. 2999).

Berbagai pristiwa dalam kehidupan --apakah kehilangan, kedukaan, kekalahan, kegagalan, bencana, musibah; ataukah kebahagiaan, keberhasilan, pencapaian target, dan kemenangan---selalu disikapi dengan tepat. Al-Qur'an memberikan tuntunan,

"(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS. Al-Hadid: 23).  

Ada yang luput dari Anda, itu biasa. Ada kekurangan dan kelemahan dalam diri Anda, itulah manusia. Ada yang tak Anda dapatkan dalam kehiduan, itu wajar saja. Tidak perlu sedih berlebihan. Tak perlu duka terlalu lama. Anda bisa berdamai dengan berbagai luka dan kegagalandalam kehidupan.

Sebab, hidup kita tak mungkin sempurna.

Bahan Bacaan

Eric Jaffe, Why Love Literally Hurts, https://www.psychologicalscience.org, 30 Januari 2013
Haemin Sunim, Love For Imperfect Things, POP Gramedia, 2018
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com
Tafsir Web, https://www.tafsirweb.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun