Hidup kita jelas tidak sempurna. Kita memiliki sangat banyak jenis luka. Namun apakah harus mengizinkan bersemayamnya rasa sakit itu di sepanjang kehidupan kita? "Tidak ada salahnya memiliki kekurangan. Bagaimana kita bisa hidup sebersih dan seputih secarik kertas kosong?" ungkap Haemin Sunim.
"Kehidupan pada dasarnya akan melukai tubuh kita, batin kita, dan hubungan kita. Alih-alih menjalani hidup dengan tidak melakukan apa-apa karena takut berbuat salah, jalanilah hidup yang berkembang lewat kegagalan dan rasa sakit" --Haemin Sunim, 2018.
Tidak masuk akal bahwa manusia tidak melakukan aktivitas, karena takut gagal. Tidak logis bahwa manusia tidak mau mencinta karena takut terluka. Bukankah perjalanan kehidupan itu sendiri sudah memberikan luka?
Saat mengomentari studi Zhansheng di atas, Eric Jaffe menyatakan, "Setidaknya untuk semua penyebab cinta yang terluka, cinta memiliki kemampuan yang sama kuatnya untuk menyembuhkan".
Ya, cinta bisa menyakitkan, namun juga bisa menyembuhkan. Maka jangan takut mencinta karena takut terluka. Percayalah, cinta juga menjadi kekuatan untuk menyembuhkan.
"At least for all the hurt love causes, it has an equally powerful ability to heal" --Eric Jaffe, 2013.
Membenahi Cara Pandang dan Sikap
Islam memberikan arahan yang sangat basic. Yang harus kita benahi pertama kali adalah cara pandang dan sikap hidup. Kita dilatih untuk memandang semua sisi kehidupan secara positif dan bersikap positif pula. Rasa sakit tidak berasal dari luka itu sendiri, namun dari persepsi atau cara pandang kita atas luka tersebut.
Nabi saw memberikan petunjuk tentang membangun cara pandang atas kejadian dalam kehidupan. Semua akan baik-baik saja bagi manusia beriman, jika cara pandang dan sikap mereka benar.
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua keadaannya selalu baik. Hal seperti ini tidak didapati kecuali pada orang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya" (HR. Muslim, no. 2999).