Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Toxic Marriage (6), Bertahan dalam Pernikahan Beracun Bukan Sikap Sabar

22 April 2022   08:24 Diperbarui: 22 April 2022   08:25 6209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya untuk bertahan demi keutuhan keluarga, tentu niat dan tindakan yang sangat mulia. Namun apabila bertahan justru menimbulkan persoalan serius bagi kesehatan mental, maka  inilah yang disebut Syaikh Haytham sebagai 'bunuh diri'. Dampak negatif pernikahan beracun bukan hanya mengenai suami atau istri, namun akan mengenai anak-anak mereka yang tidak berdosa.

"The impact on the children as they grow up is also negative and affects their hormonal mechanisms with issues such as depleted adrenals and heightened chronic cortisol levels. This impacts them in different ways, from gut issues, headaches, detachment, fatigue, depression. This is why it is important to get priorities in the right order, and realise that self-sacrifice is the wrong"  --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Syaikh Haytham menyatakan, kondisi pernikahan yang buruk berdampak pada anak-anak saat mereka tumbuh dewasa. Di antaranya bisa memengaruhi mekanisme hormonal, seperti adrenal yang terkuras dan kadar kortisol kronis yang meningkat. Manivestasinya pada tiap anak akan berbeda, mulai dari problem pada pencernaan, sakit kepala, kelelahan, serta depresi.

"Inilah sebabnya mengapa penting untuk menempatkan prioritas dalam urutan yang benar, dan menyadari bahwa pengorbanan diri dalam pernikahan beracun adalah salah", ungkap Syaikh Haytham.

Menikmati Kehidupan Pernikahan yang Sehat

"Marriage is a mutual contract between two people with their consent, to live together and help and support each other to their journey to Allah Almighty and look after their family, give them the right tarbiyya to be among people of Jannah" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Semestinya, pernikahan adalah akad sakral yang memberikan ketenangan, kedamaian, cinta dan kasih sayang pada suami dan istri. Pernikahan bukanlah hukuman seumur hidup, bukan pula penjara yang menyiksa fisik maupun mental. Pernikahan adalah akad untuk memberikan kebaikan dunia hingga di surga.

Syaikh Haytham Tamim menyatakan, "Perkawinan adalah akad timbal balik antara dua orang dengan persetujuan, untuk hidup bersama dan saling membantu serta mendukung untuk mengarungi perjalanan menuju Allah dan menjaga keluarga, memberi anggota keluarga tarbiyah (pendidikan) yang benar agar berada di antara para penghuni surga".

Jika pernikahan tidak bisa dinikmati, saatnya melakukan evaluasi. Jika pernikahan berdampak menyakiti, melukai dan menzalimi, tak layak untuk dipertahankan sampai mati. Karena itu adalah bunuh diri.

Kaidah dalam syariat Islam sangat jelas. La dharara wala dhirara, tak boleh memberikan kemudharatan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Nabi saw bersabda,

"Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja" (HR. Ibnu Majah, no. 2340; Daraquthni no. 4540. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 250).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun