Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Toxic Marriage, Sulit Membangun Kepercayaan kepada Pasangan

19 April 2022   21:20 Diperbarui: 19 April 2022   21:33 3523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"A toxic marriage is a chronic condition characterized by ongoing unhealthy mental, physical, and emotional issues that are unresolved and fester into even bigger problems" --Jason Crowley, 2022.

Semenjak diputar film Layangan Putus, konon banyak istri yang curiga berlebihan kepada suami. Mereka khawatir para suami memiliki "Lydia" di luar sana, sementara dirinya dijadikan "Kinan" oleh "Aris". Rupanya membangun kepercayaan dalam kehidupan pernikahan bukanlah perkara mudah.

Kecurigaan berlebihan adalah racun dalam pernikahan. Kehidupan rumah tangga tidak ada kenyamanan dan ketenteraman jika muncul saling curiga dan saling tidak percaya. Kewaspadaan dan saling menjaga sangatlah penting, namun jangan sampai berubah menjadi curiga yang tak ada ujungnya.

Sebagaimana diungkapkan oleh Jason Crowley (2022), pernikahan beracun adalah kondisi kronis yang ditandai dengan masalah mental, fisik, dan emosional yang tidak sehat dan berkelanjutan, yang tidak bisa terselesaikan dan cenderung berkembang menjadi masalah yang lebih besar.

"A toxic marriage is a lot like being overdrawn on an emotional bank account. You're in trouble. You may even be aware you're in trouble. But you're crippled by negative feelings or you feel smothered without any way to break the cycle you're in" --Jason Crowley, 2022.

Dalam pernikahan yang toxic, menurut Crowley, Anda bahkan sadar bahwa Anda sedang dalam masalah. Tetapi Anda dilumpuhkan oleh perasaan negatif atau Anda merasa terjebak dalam kesulitan tanpa mengetahui cara untuk memutus siklus masalah yang sedang Anda alami. Crowley menggambarkan kondisinya seperti "terserap ke rekening bank emosi", sehingga makin lama makin banyak tabungan emosinya.

Salah satu ciri pernikahan yang toxic adalah sulit membangun kepercayaan kepada pasangan. Suami dan istri saling tidak percaya dan saling curiga secara berlebihan dan membabi buta. Tak ada kenyamanan dan ketenangan dalam rumah tangga karena keduanya saling menyimpan ketidakpecrcayaan.

Upaya Membangun Kepercayaan

Yang harus dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab adalah berusaha membangun kepercayaan kepada pasangan. Kepercayaan bukanlah hal yang bisamuncul dengan tiba-tiba. Ia memerlukan alasan sekaligus pembuktian. Harus ada alasan yang kuat mengapa suami bisa mempercayai istri, dan mengapa istri bisa mempercayai suami. Juga harus ada pembuktian bahwa suami dan istri memang layak dipercaya oleh pasangannya.

Hendaknya suami dan istri melakukan usaha yang sifatnya individual --dilakukan oleh masing-masing individu; maupun usaha bersama untuk saling menguatkan kepercayaan. Usaha pertama, menjadi tanggung jawab masing-masing dari suami dan istri secara individual. Sedangkan usaha kedua, menjadi tanggung jawab bersama.

Tanggung jawab suami dan istri secara individual adalah membangun 'reason' untuk dipercaya, yaitu kredibilitas personal. Agar suami menjadi individu yang layak dipercaya oleh istri, dan agar istri menjadi individu yang layak dipercaya oleh suami.

Pertama, Tanggung Jawab Individual

Upaya untuk membangun kepercayaan kepada pasangan, harus dimulai dari membangun kredibilitas personal. Suami dan istri memiliki tanggung jawab individual untuk menunjukkan kredibilitas sebagai suami dan istri yang baik. Kredibilitas moral dan spiritual sebagai suami salih dan istri salihah.

  • Mendekat Kepada Allah

Pada zaman cyber yang serba mudah mendapat akses saat ini, suami dan istri harus berusaha untuk mendekat kepada Allah. Akses kepada Allah harus sangat diperkuat. Jangan sampai kalah oleh akses kepada godaan.

Dengan mendekatkan diri kepada Allah, suami dan istri akan terbimbing dalam jalan kebenaran. Mereka akan menapaki kehidupan yang selamat dunia maupun akhirat. Nabi saw bersabda, bahwa Allah telah berfirman,

. .

"Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaKu, pasti Aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti Aku lindungi" (HR. Bukhari no. 6502).

Hadits qudsi di atas memberikan petunjuk, bahwa ketika seseorang hamba telah dicintai Allah, maka Allah akan mengarahkan semua kegiatan hidupnya. Dengan demikian, tidak perlu khawatir berlebihan akan jatuh ke dalam godaan. Bukankah mereka telah mendapat dukungan kebaikan oleh Allah?

  • Menjaga Kehormatan Diri

Suami dan istri harus selalu menjaga dirinya agar tidak tergelincir dalam penyimpangan dan penyelewengan. Seorang suami yang tak mampu menjaga diri sendiri, akan sulit menjaga anak dan istri. Demikian pula istri yang tak pandai menjaga diri sendiri, tak akan bisa menjaga suami dan anak-anak.

Dalam sebuah riwayat, Nabi saw bersabda,

.

"Berbaktilah kepada kedua orang tuamu, maka anak-anakmu akan berbakti kepadamu. Jagalah kehormatan dirimu maka istrimu pun akan menjaga kehormatan dirinya" (HR. Thabrani).

Dalam hadits tersebut Nabi mengarahkan agar para suami memberi teladan dalam kebaikan. "Jagalah kehormatan dirimu maka istrimu pun akan menjaga kehormatan dirinya", menandakan suami yang harus memulai dari dirinya. Tidak layak menuntut istri untuk menjaga diri, sementara sang suami tak bisa menjaga kehormatan diri.

Jika suami mampu menjaga kehormatan diri, insyaallah sang istri pun akan lebih mudah untuk menjaga kehormatan dirinya. Jika suami tak mampu menjaga kehormatan dirinya, sang istri akan mempertanyakan, "Untuk apa aku harus menjaga diri, sedangkan suamiku pun tak menjaga diri".

  • Menjauhi Penyimpangan dan Pengkhianatan

Suami dan istri harus berjuang untuk menjauhi penyimpangan dan pengkhianatan. Semua bentuk penyimpangan, meskipun tidak ketahuan oleh pasangan, akan memberikan dampak berupa keburukan dan kerusakan. Maka berjuanglah untuk tidak tergoda dan tidak menyimpang, agar bisa menjaga keutuhan keluarga

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Al-Jawabul Kafi mengatakan, "Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa."

Jangan bangga dengan penyimpangan yang "aman" karena tidak ketahuan oleh pasangan. Berbagai musibah dan bencana bisa menimpa keluarga, karena perbuatan dosa yang dilakukan oleh suami dan istri. Kenikmatan dan kebahagiaan hidup berumah tangga bisa hilang, lantaran tindakan penyimpangan yang dilakukan.

  • Memilih Lingkungan Positif

Lingkungan pergaulan sangat menentukan jati diri seseorang. Sebuah studi yang dilakukan Gary Neuman menunjukkan, banyak laki-laki selingkh akibat berteman dengan orang-orang yang suka selingkuh. Ini menandakan pengaruh pertemanan dalam menjaga kebaikan diri seseorang, dan menjaga kebaikan keluarga.

Nabi Saw bersabda:

 "Seseorang tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat teman bergaulnya" (HR. Abu Dawud, At -Tirmidzi dan Imam Ahmad).

Jika berteman dengan orang salih yang menjauhi dosa, akan lebih mudah untuk menjadi salih danmenjauhi dosa. Jika berteman dengan para pendosa yang bersenang-senang dengan perbuatan dosa, akan lebih mudah untuk terjerumus ke dalam kesalahan yang sama. Maka perhatikan dengan siapa Anda berteman.

  • Menjauhi Lingkungan Negatif

Bukan hanya pertemanan dalam konteks yang khusus dan sempit. Lingkungan yang buruk juga bisa memengaruhi seseorang untuk mudah melakukan keburukan. Nabi Saw bersabda:

  ,

"Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka kamu mendapatkan olesan atau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir" (HR. Bukhari dan Muslim).

Perhatikan Anda sedang berada di lingkungan seperti apa? Apakah lingkungan religius yang mengajak kepada keimanan dan amal salih. Atau lingkungan rusak yang selalu mengajak kepada kejahatan. Seperti apa lingkungan terdekat Anda, akan sangat berpengaruh terhadap jati diri Anda.

BERSAMBUNG.

Bahan Bacaan

Cahyadi Takariawan, Wonderful Family, Era Intermedia, Solo, 2015

Jason Crowley, 23 Signs of a Toxic Marriage and What To Do About It, https://www.survivedivorce.com, 3 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun