Sebagaimana pesan KH. Rahmat Abdullah, "Merendahlah, engkau kan seperti bintang gemintang. Berkilau dipandang orang di atas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi. Janganlah seperti asap yang mengangkat diri tinggi di langit padahal dirinya rendah hina".
Manusia berjiwa besar justru tidak suka membanggakan diri, apalagi berlaku sombong dan angkuh. Mereka mematuhi ayat ini: "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS. Luqman: 18).
Hanya manusia berjiwa kerdil yang berlaku sombong, berwatak angkuh, merasa diri paling hebat, merasa diri paling pintar, merasa diri sempurna. Menganggap orang lain hanyalah sampah atau buih. Menganggap orang lain hina dina. Mereka seperti katak dalam tempurung, merasa hebat dalam batasan dunia yang sangat sempit. Terkurung oleh kepicikan jiwa yang tak mau dikalahkan orang lain.
Manusia berjiwa besar tidak menjadi takabur karena pujian orang lain, juga tidak menderita karena celaan. Oleh sebab itu, tatkala seorang murid mengabarkan kepada Imam Ahmad mengenai pujian orang-orang, beliau pun berkata, "Wahai Abu Bakar --nama panggilan murid tersebut-- apabila seseorang telah mengenal jati dirinya, maka tidak lagi bermanfaat ucapan (pujian) orang lain terhadapnya."
Hanya manusia berjiwa besar yang akan memiliki keagungan dan kebesaran. Bukan karena harta, bukan karena gelar, bukan karena pangkat, bukan karena jabatan dan kedudukan, namun karena jiwa yang teramat mulia. Mereka dimuliakan Allah di langit dan di bumi.
Ramadan Mencetak Jiwa Besar
Ramadan dengan semua ibadah yang ada di dalamnya, akan mencetak manusia berjiwa besar. Ramadan mengajak umat muslim untuk memperbanyak sedekah---sebagaimana dicontohkan oleh Nabi saw. Umat muslim yang menghendaki keberkahan di bulan Ramadan, agar ringan mengeluarkan sedekah tanpa takut hartanya berkurang.
Ramadan mencetak umat muslim menjadi pemaaf. Belajar dari sifat Allah yang Maha Mengampuni kesalahan hamba. Belajar dari rahmat Allah di bulan Ramadan --pinta surga dibuka semua, pintu neraka ditutup semua, setan-setan dibelenggu semua. Maka umat muslim dilatih untuk bersikap mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Ramadan mencetak umat muslim bersikap tawadu', tidak sombong dan arogan. Saat ada orang yang melecehkan dirinya, cukup dijawab dengan "Aku sedang puasa. Aku tak akan melayani keributan yang hendak engkau ciptakan". Ibadah puasa tidak untuk dijadikan titel dan gelar, karena Allah langsung yang akan mengganjar dengan pahala. Maka tak ada yang boleh dijadikan kesombongan.
Jika umat muslim mendalami dan menghayati makna Ramadan, niscaya terbangun jiwa besar pada diri mereka. Bukan jiwa kerdil yang mudah berputus asa. Bukan jiwa kerdil yang hanya berorientasi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H