Lihatlah keagungan jiwa beliau saat beliau menyatakan, "Semua yang pernah membicarakanku maka semua halal dan aku maafkan. Dan akupun memaafkan Abu Ishaq (Raja Mu'tashim yang telah memenjarakan dan menyiksa beliau)."
Imam Ahmad mengatakan, "Aku maafkan Abu Ishaq, sebab aku melihat firman Allah Ta'ala : Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?" (QS. An Nuur: 22). Subhanallah, betapa mulia jiwa beliau.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah divonis kafir dan difatwakan halal darahnya oleh para ulama waktu itu. Beliau dimasukkan penjara dan disiksa. Salah satu musuh beliau adalah Ibnu Makhluf. Ia wafat pada masa Ibnu Taimiyah masih hidup. Ibnul Qayyim Al Jauziyah --salah satu murid Ibnu Taimiyah-- mengetahui kematian Ibnu Makhluf, bersegera menemui sang guru untuk menyampaikan 'kabar gembira' ini.
Syaikhul Islam sempat menghardik Ibnul Qayyim karena menyampaikan kegembiraan atas kematian musuh beliau, justru beliau mengucapkan kalimat istirja', "inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'un".
Beliau bersegera mengunjungi rumah Ibnu Makhluf, berta'ziah dan menyampaikan kepada keluarga Ibnu Makhluf, "Sungguh saat ini status saya seperti bapak bagi kalian. Tidak ada sesuatu pun yang kalian butuhkan melainkan aku akan berusaha memenuhi kebutuhan kalian." Perhatikan kebesaran jiwa beliau. Syaikhul Islam rahimahullah mendatangi rumah orang yang telah memfatwakan dirinya kafir, dan bahkan menyantuni keluarganya.
Saat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sakit menjelang wafatnya di dalam penjara, beliau dilarang melakukan seluruh aktivitas hingga tidak diberikan pena untuk menulis. Namun beliau tetap menulis dengan menggunakan arang, untuk memberi fatwa kepada kaum muslimin, hingga akhirnya beliau dilarang menulis sama sekali.
Suatu ketika sebagian orang mendatangi Syaikhul Islam di dalam penjara, untuk memohon maaf lantaran menjadi sebab Syaikul Islam dijebloskan dalam penjara.
"Aku telah maafkan kalian. Aku juga sudah memaafkan Raja Nashir yang memenjarakan aku". Beliau memaafkan orang yang memasukkan beliau ke dalam penjara, serta semua orang yang menjadi sebab beliau masuk penjara. Subhanallah, betapa agung jiwa beliau.
Tindakan seperti ini tidak akan terjadi pada mereka yang berjiwa kerdil. Manusia berjiwa kerdil akan melakukan pembalasan dan mengekspresikan dendam kesumat dengan sepenuh nafsu.
Mereka tidak akan puas sebelum musuh dihinakan, direndahkan dan dihancurkan sehancur-hancurnya. Sangat berbeda dengan mereka yang berjiwa besar, yang memiliki plafon jiwa sangat luas dan sangat tinggi. Daya permaafan (forgiveness) mereka sangat besar untuk memaafkan kesalahan musuh sekalipun.
Ketiga, manusia berjiwa besar akan bersikap rendah hati (tawadhu). Mereka yakin, dengan merendah justru akan mengangkat derajat mereka ke posisi yang tinggi.