Menurut UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang disabilitas dikategorikan menjadi tiga jenis, yatu cacat fiisik, cacat mental, dan cacat ganda atau cacat fisik dan mental.
Menurut Pasal 41 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Berdasarkan hal tersebut maka penyandang cacat/disabilitas berhak atas penyediaan sarana aksesibilitas yang menunjang kemandiriannya, kesamaan kesempatan dalam pendidikan, kesamaan kesempatan dalam ketenagakerjaan, rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Menuju Masjid Ramah Difabel
Pada tahun 2019 lalu, saya mendapat kesempatan menjadi ketua panitia pembangunan sebuah masjid di wilayah Banguntapan, Bantul, DIY. Masjid ini, yang kemudian diberi nama Masjid Al-Ghozali, benar-benar dirancang seramah mungkin terhadap difabel. Pengalaman berkesan bersama mas Aji cukup menjadi pelajaran.
Kami meminta advice kepada mas Aji dalam proses perancangan dan pembangunan masjid. Akses perjalanan dari halaman masjid, menuju toilet, tempat wudhu dan ruang utama masjid, benar-benar dirancang untuk memudahkan kaum difabel. Bahkan hal-hal sepele, seperti bentuk kran dan bentuk gagang pintu toilet. Semua harus ramah difabel.
Alhamdulillah, meskipun masjid belum selesai proses pembangunannya, namun berbagai kemudahan akses terhadap difabel sudah dipersiapkan. Kami meminta mas Aji untuk melakukan uji kelayakan, agar bisa dilakukan penyesuaian jika terdapat hal yang masih menyulitkan.
Tentu saja masih perlu banyak penyempurnaan untuk benar-benar menjadi masjid ramah difabel. Namun niat dan upaya sudah kami wujudkan dalam bentuk nyata. Kami berharap, dari waktu ke waktu, semakin banyak fasilitas kemudahan yang bisa dihadirkan Masjid Al-Ghozali bagi kelompok difabel.
Terlebih Masjid Al-Ghozali berlokasi tepat di pinggir jalan raya yang cukup padat kendaraan, memungkinkan dikunjungi banyak pengguna jalan untuk singgah shalat maupun istirahat. Dengan demikian, semua perlu dikondisikan untuk bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Saya mendapatkan cerita dari seorang teman, saat memulai proses pembangunan masjid di kampungnya, ia mengusulkan agar didesain untuk ramah difabel. Namun usulannya ditolak oleh panitia pembangunan, dan tak ada yang mendukung ide tersebut. Alasan penolakannya, "Di kampung kita ini tidak ada difabel".