Selesai berwudhu ia segera menuju ruang utama masjid. Rupanya mas Aji sudah hafal. Ia 'memarkir' kursi rodanya di sebelah pintu masjid --yang memang sudah didesain untuk kelompok difabel. Dengan cekatan ia turun dari kursi roda menuju ruang utama masjid untuk shalat berjama'ah --dengan cara duduk, tentu saja.
Pengalaman menemani mas Aji mencari masjid ramah difabel sungguh berkesan bagi saya. Hingga saya memiliki tekad, jika suatu ketika Allah berikan kesempatan saya untuk membangun masjid --atau mendesain masjid, saya akan pastikan menjadi masjid ramah difabel.
Difabel dan Disabilitas
Sebenarnya, siapakah yang dimaksud difabel? Kata difabel berasal bahasa Inggris, different ability, yang memiliki makna 'kemampuan berbeda'. Difabel dipahami sebagai seorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas secara berbeda, dibandingkan dengan orang kebanyakan. Difabel belum tentu mengalami cacat atau disabled.
Sedangkan istilah disabilitas atau disability berarti kehilangan kemampuan atau cacat. Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama.
Dalam berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakatnya, mereka dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Penjelasan di atas dikutip dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Dalam terminologi hukum, istilah disabilitas digunakan untuk menggantikan kata cacat. Seiring berjalannya waktu, kata disabilitas banyak diganti dengan difabel yang dianggap lebih halus dan sopan. Hanya saja dalam konteks perundangan, kata baku yang digunakan adalah disabilitas. Sedangkan istilah difabel biasa digunakan untuk percakapan atau kosa kata sehari-hari.
Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang cacat/disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang cacat/disabilitas digolongkan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.
Menurut UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.