Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Memilih untuk Bersabar terhadap Keburukan Pasangan

7 Desember 2021   21:10 Diperbarui: 7 Desember 2021   21:14 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://loveaide.wordpress.com/

"Bersabar terhadap kata-kata menyakitkan dari istri adalah salah satu cobaan para wali" --Imam Abu Hamid Al-Ghazali.

Perempuan itu nyerocos tiada henti di ruang konseling. Ia menceritakan suaminya yang berperangai sangat buruk. Suami yang sudah "kehilangan akal" karena dulu di masa muda terlalu banyak menggunakan narkoba dan minuman keras. Di masa tua, menjadi tidak mampu mengendalikan diri.

Sang suami tidak memberikan nafkah wajib kepada istri dan anak-anak, karena tidak bekerja. Istri harus bekerja keras demi menghidupi anak. Yang dilakukan suami bukan support terhadap usaha istri, namun justru mengggunakan uang istri dengan semena-mena.

Ujung cerita --mungkin Anda menduga ia akan minta cerai dari suami. Mungkin Anda menduga ia akan lari dari rumah suami; atau kisah-kisah serupa dengan itu. Ternyata tidak. Perempuan itu bahkan tidak pernah berpikir untuk meminta cerai atau meninggalkan suaminya.

"Kamu punya hak untuk meminta cerai dari suami", demikian nasihat salah seorang kerabat dekatnya. "Kamu telah dizalimi. Kamu selalu disakiti", demikian alasan yang dikemukakan kerabat dekat tersebut.

"Lalu mengapa Anda tidak menggugat cerai?" tanya konselor di ruang konseling.

"Berpikir untuk menggugat cerai saja, saya tidak pernah", jawabnya. "Semua sudah terlanjur. Kami sudah sama-sama tua. Ibarat menyeberang sungai, saya sudah terlanjur basah kuyup. Apa iya harus kembali?" lanjutnya.

"Saya memilih untuk meneruskan menyeberang. Semoga sampai di seberang dengan selamat", lanjutnya.

"Lagi pula, jika saya tinggalkan dia, siapa yang akan mau mengurusnya? Semua keluarga sudah menjauh darinya. Tak ada keluarga mau mengurusi dia --karena ulah dan kelakuan buruknya selama ini", sambung perempuan itu lagi.

"Saya masih bisa mengingatkan dia untuk shalat. Saya masih bisa menemani dia untuk puasa Ramadhan. Jika tidak saya temani, ia tidak shalat dan tidak puasa Ramadhan. Dosa dia akan semakin banyak", tambahnya.

"Lalu untuk tujuan apa Anda datang ke ruang konseling ini?" tanya konselor.

"Saya lega telah bisa bercerita leluasa di sini. Saya tidak bisa cerita kepada siapa-siapa. Saya hanya perlu melepaskan beban ini dengan bercerita kepada orang yang tepat", jawabnya.

*******

Alkisah, tersebutlah seorang ulama besar, Abu Muhammad bin Abi Zaid Al-Qairawani (310 -- 386 M). Beliau adalah seorang ulama yang sangat terkenal dengan ilmu dan adabnya. Beliau dihormati masyarakat karena ketinggian ilmunya, dan memiliki banyak murid.

Abu Bakar bin Abdurrahman bercerita tentang keluarga dan kehidupan beliau.

"Istri Abu Muhammad Al-Qairawani adalah perempuan yang berperangai buruk. Ia tidak menjalankan kewajiban sebagai istri, dan selalu menyakiti suami dengan lidahnya. Orang-orang heran dan tidak rela atas sikap sabar Syaikh Abu Muhammad terhadap perbuatan sang istri."

Ketika beberapa orang meminta kepada Abu Muhammad untuk menceraikan istrinya, beliau berkata,

.

"Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan kepadaku budak-budak. Mungkin sikap jelek istriku adalah hukuman Allah atas kekurangan agamaku. Aku hanya takut jika ia aku ceraikan, akan turun hukuman kepadaku lebih berat dari itu".

Kisah di atas ditulis oleh Ibnul Arabi dalam kitab Ahkam Al-Qur'an. Ibnul Arabi menyampaikan bahwa telah menceritakan kepadanya Abul Qasim bin Abu Hubaib, dari Abul Qasim As-Suyuri, dari Abu Bakar bin 'Abdurrahman, tentang Syaikh Abu Muhammad bin Abu Zaid Al-Qairawani.

Ulama besar sekaliber Syaikh Abu Muhammad, mendapat ujian dari Allah berupa istri yang memiliki adab buruk kepada suami. Namun beliau menerima hal itu sebagai wujud 'hukuman' yang ditimpakan Allah di dunia. Jika ia bersabar, berharap akan bisa menghapus dosa-dosanya.

Pernyataan beliau sangat luar biasa. "Mungkin sikap jelek istriku adalah hukuman Allah atas kekurangan agamaku. Aku hanya takut jika ia aku ceraikan, akan turun hukuman kepadaku lebih berat dari itu". Masyaallah, luar biasa cara pandang beliau atas peristiwa yang tengah menimpa diri beliau.

Sikap tersebut adalah realisasi sempurna dari firman Allah,

"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (QS. An-Nisa': 19)

Ibnul 'Arabi menjelaskan, maksud ayat di atas adalah, "Jika seseorang mendapati pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan perbuatan keji (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap gangguannya dan berbuat adil karena bisa jadi seperti itu lebih baik baginya".

Masyaallah, luar biasa tuntunan Islam dalam kehidupan suami istri. Seorang suami tidak patut menuntut kesempurnaan pada diri sang istri, sebagaimana seorang istri tidak patut menuntut kesempurnaan pada diri suami. Tidak ada manusia sempurna di zaman kita hidup ini. Semua suami, semua istri memiliki kekurangan dan kelemahan.

Namun adanya kekurangan dan kelemahan itu, jangan membuat suami atau istri membenci pasangannya. Nabi saw telah bersabda,

"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istrinya). Jika sang suami tidak menyukai suatu akhlak pada istrinya, hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai" (HR. Muslim no. 1469).

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan, jika suami menemukan ada suatu kekurangan tertentu pada istrinya, janganlah membenci istri secara total. Mungkin ada kejelekan pada akhlaknya, namun di sisi lain ia memiliki kelebihan --misalnya agamanya baik, cantik, tidak selingkuh, atau ia adalah kekasih yang baik.

Ternyata yang mendapatkan ujian berupa perangai buruk pasangan, bukan hanya perempuan yang datang ke ruang konseling dalam kisah pembuka di atas. Bahkan tokoh ulama kharismatik yang memiliki ketinggian ilmu seperti Abu Muhammad pun diuji Allah dengan perangai buruk istri.

Tidak berlebihan kiranya, ketika Imam Al-Ghazali menyatakan dalam kitab Ihya' Ulum Ad-Din tentang ujian dari istri. Menurut Al-Ghazali,

"Bersabar terhadap kata-kata (menyakitkan) yang keluar dari mulut para istri adalah salah satu cobaan para wali."


Bahan Bacaan

Muhammad Abduh Tuasikal, Suami Harus Sabar Menghadapi Istri, https://rumaysho.com, 26 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun