Tidak terasa, bulan September 2021 ini ternyata genap sepuluh tahun saya bergabung di Kompasiana. Tercatat saya bergabung 3 September 2011. Ah, waktu berjalan sangat cepat. Sepuluh tahun tidak terasa.
Setelah saya lihat statistik tulisan saya, masyaallah --sepuluh tahun hanya bisa memosting 857 tulisan. Hmmmm.... ke mana saja saya selama ini? Harusnya, minimal sudah seribu tulisan. Sehingga rata-rata tiap tahun memosting setidaknya 100 tulisan. Ternyata masih jauuuuuuuh dari harapan.
Seribu satu alasan bisa saya kemukakan, atas terlalu sedikitnya tulisan yang singgah di Kompasiana. Namun apakah penting membuat alasan? Sungguh, alasan adalah cara terbaik dari para pemalas untuk membenarkan kemalasannya. Maka saya tidak perlu beralasan. Realitasnya, saya lamban di Kompasiana.
Apa makna sepuluh tahun bersama Kompasiana? Â Ada sangat banyak hal saya dapatkan dari Kompasiana. Karena memperingati sepuluh tahun bergabung menjadi Kompasianer, maka akan saya sampaikan sepuluh makna bergabung di Kompasiana.
Pertama, saya belajar banyak di Kompasiana
Beragam tulisan muncul setiap detik di Kompasiana, dari ribuan penulis. Beragam jenis, corak dan gaya tulisan. Beragam tema pembahasan, beragam sudut pandang. Semua dirangkum di Kompasiana. Bukan gado-gado, namun Bhinneka Tunggal Ika. Saya belajar banyak di kompasiana tentang dunia tulis menulis.
Kedua, saya mendapat banyak teman 'serius' lewat Kompasiana
Biasanya, kita saling berteman di facebook, twitter, instagram, atau tiktok. Ternyata, ada teman-teman yang bercorak lebih 'serius' di Kompasiana. Mereka adalah pengakses setia beragam tema di Kompasiana. Tidak sekedar pencet 'like' di postingan medsos, di Kompasiana --mereka membaca.
Ketiga, Kompasiana memperluas penyebaran tulisan saya
Saya terharu saat seorang warga Indonesia yang tinggal di Amerika menyatakan rajin membaca tulisan saya bertema keluarga di Kompasiana. Saya terharu saat menghadiri acara seminar dan pelatihan di berbagai kota, mendapat pernyataan dari beberapa peserta, "Saya pembaca tulisan Pak Cah di Kompasiana".
Keempat, Kompasiana memberi saya cara untuk rutin menulis
Tantangan yang sangat menarik saya dapatkan di Kompasiana. "Mana kelanjutan artikel Pak Cah tentang menantu dan mertua?" tanya seorang pembaca Kompasiana di Jawa Barat. Ini tantangan bagi saya. Harus rutin menulis di Kompasiana. Tidak menyangka, ditunggu pembaca.
Kelima, Kompasiana memberikan keluasan sumber rujukan bagi saya
Meskipun saya sangat jarang memberikan komen atas tulisan Kompasianer, namun saya banyak membaca tulisan di Kompasiana. Dari beragam tulisan, beberapa saya jadikan referensi atau rujukan untuk tulisan-tulisan saya. Tentu, saya memilih yang sesuai dengan tema pembahasan.
Keenam, Kompasiana melatih kepekaan saya
Beragam tema muncul, dari segala aspek kehidupan, membuat saya peka dengan kondisi sekitar. Ada banyak tulisan yang membuat saya tersadar, tentang realitas di sekitar kita. Sejumlah potret sosial yang kadang luput dari perhatian, namun ditulis oleh Kompasianer. Ini melatih kepekaan terhadap kondisi sekitar.
Ketujuh, Kompasiana memberikan nilai tambah bagi eksistensi saya
Bagi penulis, rasanya tak cukup puas hanya dengan update status facebook dan instagram. Apalagi youtube dan tiktok lebih fokus kepada video, bukan tulisan. Maka eksistensi kepenulisan saya menjadi semakin terasa --bagi saya sendiri---di Kompasiana. Bahwa saya adalah penulis.
Kedelapan, Kompasiana mengajak saya maju dan berkembang
Kompasianaval yang rutin dilaksanakan oleh Kompasiana, mengajak kita semakin maju dan berkembang. Predikat 'Best People Choice' yang diberikan Kompasiana kepada saya di tahun 2014, adalah tantangan untuk terus maju dan berkembang.
Kesembilan, Kompasiana mengajarkan sharing dan caring
Banyak event yang dilaksanakan Kompasiana, yang mengajak keterlibatan para Kompasiner maupun masyarakat umum. Kita diajak untuk sharing dan caring. Desember 2020 lalu, saya mendapat kesempatan sharing dalam salah satu event virtual bertema keluarga, yang digelar Kompasiana.
Kesepuluh, Kompasiana memudahkan pengenalan diri saya
Saya bukan pejabat, bukan tokoh, bukan selebritis, bukan orang penting, bukan orang terkenal. Namun Kompasiana memudahkan saya untuk dikenal. Ini sangat bermakna bagi saya.
"Anda siapa?" tanya seorang pejabat Konjen Indonesia di California, suatu ketika. "Saya penulis Pak," jawab saya. "Mana tulisan Anda?" tanya beliau. "Ada banyak di Kompasiana. Silakan bapak mengaksesnya".
"Apa pekerjaan Anda?" tanya petugas wawancara Kedubes AS di Jakarta. "Saya penulis", jawab saya. "Mana contoh tulisan Anda?" tanya petugas wawancara. "Ada banyak di Kompasiana. Bisa langsung cek saja", jawab saya. Visa Amerika pun berhasil saya dapatkan.
Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H