"Saya tidak suka mertua saya ikut campur dalam pengasuhan anak saya", demikian ungkap seorang istri mengeluhkan ibu mertuanya.
"Ibu mertua saya terlibat terlalu banyak dalam mengurus anak saya. Masalahnya, berbagai aturan yang saya terapkan untuk anak, dilanggar semua oleh mertua. Jadinya program untuk anak saya kacau balau", ujar perempuan yang lain lagi.
Keluhan di atas adalah soal intervensi mertua yang tidak tepat dalam pengasuhan cucu. Mereka mengambil peran terlalu banyak dalam mengurus cucu, sehingga anak dan menantunya merasa tidak nyaman.Â
Terlebih ketika banyak prinsip pendidikan anak yang berbenturan antara orangtua dengan anak.
Bagaimana semestinya kakek dan nenek berinteraksi dengan para cucu? Berikut beberapa adab yang hendaknya diterapkan para mertua, dalam berinteraksi dengan cucu. Hal ini adalah upaya untuk membangun keharmonisan hubungan dengan anak dan menantu.
- Mencintai dan Menyayangi Cucu Sepenuh Hati
Hal penting dalam kehidupan rumah tangga adalah saling mencintai dan saling menyayangi. Setelah Anda menjadi mertua, akan ada kehadiran cucu dari pernikahan anak Anda. Untuk itu cintai dan sayangi cucu dengan sepenuh hati.
Kita meneladani Nabi saw, beliau adalah sosok yang sangat penyayang terhadap anak-anak. Anas bin Malik ra menceritakan, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih penyayang kepada anak-anak melebihi Rasulullah saw".
Suatu ketika Nabi saw mencium Al Hasan bin Ali ra, lalu Al Aqra' berkomentar, "Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak; tidak pernah aku mencium seorangpun di antara mereka". Maka Rasulullah saw bersabda, Â "Barangsiapa tidak menyayangi, maka tidak tidak disayangi" (HR. Bukhari dan Muslim).
- Membiasakan Cucu untuk Gemar Beribadah
Meskipun kewajiban utama pendidikan anak ada pada orangtua, namun kakek dan nenek bisa memberikan suasana dan dorongan yang membuat cucu gemar melakukan ibadah.Â
Hal ini dicontohkan oleh Nabi saw, bagaimana beliau membiasakan cucunya untuk melakukan shalat bersama beliau dan jamaah kaum muslimin.
Qatadah Al-Anshari ra mengatakan, "Saya melihat Rasulullah saw shalat mengimami para Sahabat sambil menggendong Umamah bin Abi al-Ash, anak Zaenab puteri Beliau saw, di atas bahunya, maka apabila ruku Beliau meletakkannya dan apabila selesai sujud Beliau menggendongnya kembali" (HR. Muslim).
Dan dalam riwayat lain dinyatakan, "Apabila berdiri beliau menggendongnya dan apabila sujud beliau meletakkannya" (HR. Muslim).
Bahkan Rasulullah saw pernah memperlama sujudnya, karena ada cucu yang naik ke atas punggungnya. Dari Syaddan Al-Laitsi ra, ia berkata, "Rasulullah saw keluar untuk shalat di siang hari entah dzhuhur atau ashar, sambil menggendong salah satu cucu beliau, entah Hasan atau Husain".
"Ketika sujud, beliau melakukannya panjang sekali. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil berada di atas punggung beliau saw. Maka aku kembali sujud. Ketika Rasulullah saw telah selesai shalat, orang-orang bertanya,"Ya Rasulullah, Anda sujud lama sekali hingga kami mengira sesuatu telah terjadi atau turun wahyu". Beliau saw menjawab,"Semua itu tidak terjadi, tetapi anakku (cucuku) ini menunggangi aku, dan aku tidak ingin terburu-buru agar dia puas bermain" (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim)
- Tegas dalam Menegakkan Prinsip
Seperti apapun cinta dan sayang kepada cucu, namun tidak boleh membiarkan cucunya melakukan perbuatan yang salah dan menyimpang. Hal ini dicontohkan oleh Nabi saw, yang tidak membiarkan cucunya memakan kurma zakat.
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Al Hasan bin Ali ra mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.Â
Rasulullah saw berkata: "khih, khih!" ---isyarat untuk mengeluarkan dan membuangnya. Kemudian Beliau berkata, "Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta zakat?" (HR Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan dari Abul Haura', bahwa ia bertanya kepada Al Hasan ra, "Adakah sesuatu yang engkau ingat dari Rasulullah saw?" Al Hasan menjawab,"Aku masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah saw  mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat semula.
Ada yang berkata: 'Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?' Rasulullah saw berkata: 'Sesungguhnya, keluarga Muhammad tidak halal memakan harta zakat'."
4 Rambu untuk Tidak Dilanggar
Tiga poin di atas adalah hal prinsip dalam membangun hubungan dengan cucu. Namun ada beberapa rambu yang hendaknya tidak dilanggar oleh mertua dalam berinteraksi dengan cucu.
- Tidak mengambil alih peran pengasuhan
Para mertua harus sadar sepenuhnya, bahwa mengasuh anak adalah kewajiban orangtua, bukan kewajiban kakek atau nenek. Jika Anda ingat saat pengantin baru dulu, Anda pasti merasa tidak suka apabila orangtua atau mertua mengambil alih peran pengasuhan anak-anak Anda.
Maka berikan kepercayaan kepada anak dan menantu untuk mengasuh anak-anak mereka. Tentu saja semua berproses, sebagai ayah dan ibu baru, mereka tengah belajar.Â
Wajar ada hal-hal belum pada tenpatnya, namun mereka akan terus belajar. Beri kesempatan kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang sebagai orangtua.
- Tidak mengintervensi menantu dalam pendidikan anak
Ada kakek dan nenek yang memaksakan kehendak dalam pendidikan cucu mereka. Sang kakek dan nenek sangat ingin ada di antara cucunya yang masuk pondok pesantren. Hal ini mengingat belum ada di antara anak-anak yang pernah masuk pesantren.
Keinginan memasukkan cucu ke pondok pesantren tentu saja niat dan tujuan yang bagus. Â
Namun kakek dan nenek tidak boleh memaksakan kehendak, karena tugas mendidik anak sepenuhnya ada pra kedua orangtua. Yang bisa dilakukan adalah mendialogkan harapan dan keinginan tersebut pada anak dan menantu.
- Tidak memanjakan dengan berlebihan
Wujud cinta dan kasih sayang kakek dan nenek terhadap cucu, banyak bersifat pemanjaan. Berbeda dengan orangtua yang harus mempertimbangkan banyak hal dalam memberi sesuatu kepada anak-anaknya, kakek nenek cenderung royal dalam pemberian.
Mereka ingin cucu-cucunya bahagia bersama mereka. Kakek dan nenek ingin mendapat perhatian dari cucu dengan menyenangkan sang cucu. Terkadang keinginan ini menyebabkan mereka memanjakan cucu secara berlebihan.
- Tidak melakukan tindakan yang berbenturan dengan kebijakan menantu
Ada batas-batas yang harus dipahami mertua dalam berinteraksi dengan cucu-cunya. Para cucu itu telah mendapatkan sejumlah aturan dari orangtua mereka, maka jangan merusak hal-hal yang telah dibiasakan itu.
Misalnya, orangtua tidak membolehkan anak-anaknya bermain game di gadget, namun kakek dan nenek memfasilitasi cucu-cucunya dengan memberikan gadget mahal dan kuota internet tanpa batas.Â
Contoh lain, orangtua tidak membolehkan anak menonton tayangan televisi, namun kakek dan nenek mengajak cucu untuk nonton bareng acara televisi.
Hal-hal seperti ini potensial menimbulkan benturan yang merusak hubungan antara mertua dengan anak dan menantu. Hendaknya para mertua memahami batas-batas yang boleh dilakukan terhadap cucu. Jangan merusak agenda pendidikan anak yang sudah diterapkan orangtuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H