Ada tiga jenis menantu, dalam bersikap terhadap mertua. Jenis menantu pertama, memandang sosok mertua sebagai hantu. Menakutkan, menyebalkan dan menjengkelkan. Muncul permusuhan antara mertua dengan menantu secara timbal balik, yang menyebabkan hubungan mereka makin memburuk.
Mertua menuduh menantu tidak bisa menghormati dan tak tahu diri. Menantu menuduh mertua terlalu intervensi dan mau menang sendiri. Saling menuduh, tanpa ada yang mengalah. Konflik makin berkembang setiap waktu.
Jenis menantu kedua, memandang mertua sebagai sosok 'normatif'. Yang wajib dihormati karena posisinya sebagai orangtua kedua. Menantu berusaha hormat dan berbakti kepada mertua dengan segenap kemampuan yang dimilikinya.
Menantu seperti ini berhubungan dengan mertua 'seperlunya'. Yang penting menunjukkan hormat, tidak membuat konflik, tidak menimbukan pertengkaran dan permusuhan. Benar-benar sikap normatif, menjalankan tanggung jawab moral sebagai menantu.
Jenis menantu ketiga, memandang mertua dengan sepenuh cinta kasih. Menempatkan mertua benar-benar sebagai orangtua yang dihormati, dijaga dan disayangi. Â Menantu secara sadar menghormati dan berbakti, bukan semata sebagai kewajiban normatif. Bakti menantu muncul dari hati, yang sepenuhnya memuliakan mertua.
Menantu seperti ini tak sekedar berpikir menjalin hubungan baik, namun berusaha sekuat tenaga membahagiakan mertua. Ia rela melakukan tindakan dan pengorbanan demi membahagiakan mertua. Kebahagiaan mertua dalah kebahagiaan dirinya.
Peristiwa Covid Sekeluarga
Saya adalah keluarga besar. Di rumah saya, ada ibu mertua. Beliau memilih tinggal bersama kami di Yogyakarta, karena merasa paling nyaman dibanding harus tinggal di tempat anak-anak di kota yang lain. Begitulah beliau memilih, dan kami berusaha merawat sekuat tenaga, di masa tua beliau saat ini.
Hingga akhirnya Covid-19 menimpa keluarga saya. Bermula dari pembantu rumah tangga yang positif Covid, akhirnya saya juga terkena Covid. Berikutnya istri, anak, cucu, dan mertua. Berikutnya lagi, menyusul menantu terkonfirmasi positif.
Total ada enam anggota keluarga positif Covid. Hanya satu anak di rumah kami yang negatif. Sementara anak-anak yang lain, tinggal di kota yang berbeda. Alhamdulillah mereka baik-baik saja, tidak terken Covid.
Kondisi kami saat terkena Covid berbeda-beda. Saya paling berat dibanding lima anggota keluarga lainnya. Saya bergejala panas tinggi. Sementara ibu saya mengalami batuk dan sesak nafas ringan. Istri saya hanya kehilangan penciuman. Anak, menantu dan cucu hanya gejala panas dua hari, yang segera reda setelah itu.
Saya diputuskan harus dibawa ke rumah sakit. Problem muncul, jika saya dirawat sendiri, istri merasa tidak tega. Namun jika ia ikut perawatan di rumah sakit menemani saya, bagaimana dengan penjagaan ibu mertua?
Satu Bangsal dengan Mertua
Akhirnya kami sepakat, melakukan perawatan di rumah sakit, bertiga. Negosiasi panjang dengan pihak rumah sakit, sampai akhirnya bisa dirawat di satu bangsal besar. Kami bertiga --saya, istri dan ibu mertua. Ketiganya positif Covid dengan gejala dan keparahan yang berbeda.
Selama sepekan kami bertiga dirawat bersama. Istri saya cenderung paling sehat, sehingga bisa mengurus keperluan kami berdua. Sebagai pasien Covid, kami benar-benar terisolasi di bangsal. Tidak boleh keluar ruang, tidak boleh ada yang datang.
Setiap hari berkali-kali perawat datang mengurus kami. Memberi obat, mengganti cairan infus, memasukkan antibiotik, memasang oksigen, memberi jatah makan, dan berbagai tindakan perawatan lainnya. Paling tidak, sehari lima kali petugas datang ke bangsal kami. Di luar hal-hal emergency.
Dari sini saya benar-benar merasakan pengorbanan luar biasa dari para tenaga kesehatan. Mereka beresiko sangat tinggi karena mengurus pasien Covid seperti kami. Mereka bertugas merawat pasien Covid, artinya mereka berinteraksi dengan pihak-pihak yang jelas-jelas menularkan virus. Namun demi tugas kemanusiaan, mereka rela melakukan.
Luar biasa, saya sangat mengapresiasi dan memberikan penghormatan sangat tinggi untuk para tenaga kesehatan kita. Mereka benar-benar berjuang dengan resiko nyawa. Semoga Allah berikan pahala besar dan berlipat atas perjuangan mereka.
Kembali kepada cerita kami bertiga. Satu bangsal dengan ibu mertua, bagaimana rasanya?
Berharap Pahala dan Keberkahan
Jika jenis menantu pertama diminta perawatan satu bangsal dengan mertua, pasti akan melarikan diri dari rumah sakit. Baginya, mertua jauh lebih berbahaya daripada virus corona. Mertua lebih mengerikan daripada Covid-9.
Sebaliknya, sang mertua juga tidak akan mau dijadikan satu bangsal dengan menantu. Rasa sakit hati dan permusuhan yang terbangun, membuat mereka tak akan bisa bersatu dalam satu bangsal perawatan. Mungkin diam-diam mertua akan mencabut selang infus dan oksigen menantu saat ia tidur.
Jika jenis menantu kedua diminta perawatan satu bangsal dengan mertua, ia akan bersedia. Baginya, itu adalah kewajiban normatif, dimana ia bisa berharap pahala dari tindakan itu. Ia akan berusaha berbuat dan bersikap baik selama berada dalam satu bangsal perawatan dengan mertua.
Dari sisi mertua, ia juga akan bisa menerima kehadiran sang menantu di bangsalnya. Mereka berinteraksi secara seperlunya, dan melakukan aktivitas di bangsal dengan minim interaksi.
Jika jenis menantu ketiga diminta perawatan satu bangsal dengan mertua, ia akan bersyukur. Ia berharap berkah melimpah dari peristiwa itu. Ia berharap dapat membantu percepatan penyembuhan mertua dengan kehadiran dirinya dalam satu bangsal.
Sang mertua juga merasa nyaman karena ditunggui menantu. Dirinya merasa bahagia karena menantu bersedia menemani dirinya berada dalam bangsal perawatan yang sama. Mereka saling memotivasi dan saling mendoakan agar segera bisa mendapat kesembuhan.
Satu pekan kami bertiga dirawat dalam bangsal yang sama, istri saya paling cepat sehat dan sembuh. Berikutnya dokter menyatakan mertua sudah pulih dan sehat. Boleh pulang duluan. Tapi kami bersepakat, pulangnya juga harus bersamaan. Sebagaimana masuk bangsal bareng, keluar bangsal juga bareng.
Ibu mertua saya tetap menemani saya hingga akhirnya tepat hari kedelapan di rumah sakit, saya dinyatakan sembuh. Hasil test PCR menunjukkan negatif. Kami bertiga pulang ke rumah bersama-sama.
Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H