Anda tidak bisa sepenuhnya menentukan siapa menantu Anda. Yang akan memilih adalah anak Anda, dengan siapa dirinya menikah. Sebagai orangtua Anda hanya mendidik dan mengarahkan, agar anak mampu memilih calon pendamping hidup terbaik untuk dunia dan akhiratnya.
Anda juga tidak bisa menerapkan prosedur "test penerimaan calon menantu" seperti perusahaan. Sebab sikap mempersulit 'penerimaan' lamaran menikah justru bisa menjadi awal konflik menantu -- mertua.
Yang harus kita lakukan adalah menyiapkan mental untuk menerima kehadiran orang baru, bernama menantu. Semua anggota keluarga harus bersiap menyesuaikan diri dengan hadirnya orang baru.
- Mental siap menerima besan
Hadirnya menantu tidak sendirian. Ia datang dengan orangtuanya. Inilah yang disebut sebagai besan. Kita menerima menantu sekaligus orangtuanya, yang menjadi besan kita.
Setelah anak menikah, dua status baru langsung kita dapatkan, yaitu sebagai mertua dan sebagai besan sekaligus. Pola hubungan dalam keluarga mulai bertambah luas. Kini ada dua keluarga besar yang terajut melalui hubungan pernikahan.
Sebagai besan, harus berusaha berkomunikasi dan berinteraksi yang baik dengan orangtua dan keluarga menantu. Mengupayakan agar terjadi harmoni dari dua keluarga besar yang saling menguatkan.
Konflik antar besan, bisa menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga sang anak. Demikian pula sebaliknya. Konflik dalam rumah tangga anak bisa menjadi pemicu konflik antar besan. Ini harus sangat dijaga agar tidak terjadi.
- Mental siap menerima cucu
Keluarga baru yang dibentuk oleh sang anak dan menantu, mulai memasuki tahap pertama kehidupan rumah tangga. Setelah mereka dikaruniai anak, maka status berubah lagi menjadi kakek dan nenek. Ini harus bersiap mental, karena tampak sudah semakin tua. Disebut kakek dan nenek memerlukan persiapan mental.
Inilah status ketiga yang didapatkan setelah memiliki menantu, yaitu menjadi kakek dan nenek. "Tidur bareng nenek", adalah gurauan yang menakutkan bagi para suami. "Tidur menemani kakek" adalah candaan yang tidak menyenangkan bagi istri.
Itu sebabnya banyak yang menyuruh istrinya kuliah lanjut S2 atau S3, agar bisa mengubah gurauan tersebut. "Saya tidur dengan mahasiswi", karena istrinya menempuh studi S2 saat sudah memiliki cucu. Meski gurauan, ini menunjukkan betapa pentingmempersiapkan mental untuk menerima kehadiran cucu.
Daftar Pustaka