Pemakaian hikmah yang berlebihan disebut perbuatan keji atau kecerdikan yang mengandung kebusukan. Sedangkan kurangnya pemakaian hikmah disebut sebagai kejahilan. Posisi di tengah-tengah, atau seimbang, itulah yang disebut sebagai hikmah.
Kedua, kekuatan ketegasan. Kebaikannya terletak pada sikap mampu mengekang dan melepas. Menurut batas yang diperlukan oleh hikmah / kebijaksanaan. Perumpamaannya seperti anjing yang diajak menjaga binatang buruan. Anjing itu memerlukan didikan sehingga lari dan berhentinya harus sesuai dengan perintah pemiliknya, bukan semaunya sendiri (hal 190). Baiknya kekuatan ketegasan, disebut sebagai syaja'ah atau keberanian (hal 190).
Apabila kekuatan ketegasan cenderung kepada sikap kaku dan berlebihan, maka disebut sebagai tahawwur (asal berani, ngawur). Apabila sikap tegas cenderung kepada menutupi kelemahan, disebut sebagai pengecut atau penakut (hal 190).
Ketiga, kekuatan pengendalian atas hawa nafsu. Kebaikannya terletak pada apabila berada di bawah isyarat hikmah / kebijaksanaan. Yaitu isyarat akal dan perintah syariat. Perumpamaan hawa nafsu seperti kuda yang dinaiki untuk mencari buruan. Kadang kuda itu mau dan mampu dilatih, namun pada kesempatan lain kuda itu tidak patuh kepada pemiliknya (hal 190).
Bagusnya kekuatan pengendalian hawa nafsu disebut sebagai iffah. Apabila cenderung berlebihan, maka disebut sebagai rakus. Apabila cenderung kurang, maka disebut kejumudan (hal 190).
Keempat, kekuatan keadilan / keseimbangan. Kebaikannya terletak pada penjagaan isyarat akal dan perintah syariat. Seperti orang yang melakukan kebaikan atau orang yang meneruskan isyarat akal demi melakukan kebaikan (hal 190). Dengan sikap adil, tidak ada ujung yang berleihan, tidak ada pula ujung yang kekurangan (hal 191). Sikap yang terpuji adalah yang berada pada porsi di tengah-tengah. Itulah keutamaan (hal 190).
Maka dapat disimpulkan, bahwa pokok-pokok akhlak itu terdiri dari empat pilar, yaitu hikmah, keberanian, menjaga kehormatan dan keadilan (hal 191).
Seimbang dalam Semua Aspek
Sikap hikmah adalah keadaan jiwa yang dapat digunakan untuk mengatur sikap marah dan nafsu syahwat, serta mengarahkannya sesuai kehendak hikmah. Keberanian adalah sikap jiwa yang  mampu mengendalikan sikap marah , dan menundukkannya dengan fungsi akal. Menjaga kehormatan diri adalah mendidik syahwat berdasarkan isyarat akal dan aturan syariat (hal 191).
Dengan lurusnya empat pilar tersebut, terbentuklah akhlak yang baik di semua sisi kehidupan (hal 191). Lurusnya hikmah mampu menghasilkan penalaran yang cermat, kejernihan hati, kecerdasan berpikir, kebenaraan persangkaan, kecerdasan berasumsi, dan sanggup mengantisipasi bahaya-bahaya jiwa yang tersembunyi (hal 191).
Pemakaian akal yang berlebihan akan timbul sifat licik, jahat, suka menipu, memperdaya dan penuh tipu muslihat jahat. Berkurangnya pemakaian akal akan menimbulkan kejahilan, dungu, tidak memiliki kepandaian, dan tidak mampu bersikap secara tepat (hal 191).