Pasti Anda sering mendengar, ucapan ibu bisa menjadi doa yang memengaruhi kehidupan anak-anak. Maka berhati-hatilah memilih dan mengucapkan kata-kata terhadap anak. Pastikan memilih kalimat harapan dan kalimat kebaikan.
Para ahli juga sudah sering menyatakan, bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Kata-kata bisa membentuk persepsi. Kata-kata bisa membangun karakter dan jati diri. Kata-kata bisa membangun konsep perilaku.
Dalam buku Great Mother karya Rifuwanti dikisahkan, sebuah keluarga kaya raya yang bergelimang kemewahan. Semua anak selalu mendapatkan hal yang menjadi kesenangan dirinya. Sejak kecil, anak sudah memiliki taman bermain privat. Saat remaja semua anak dibelikan motor dan mobil.
Mereka berlibur dengan cara yang sangat istimewa. Pergi mengunjungi tempat wisata dengan menyewa pesawat untuk membawa serta semua anggota keluarga. Rumah mereka sangat mewah, dengan fasilitas yang serba ada.
Sayang dalam keluarga ini minus pendidikan agama. Mereka hanya bergelimang material, namun kering spiritual. Hanya mengenal sisi lahiriyah, dan tidak mendapat sentuhan batiniyah. Maka anak-anak sulit untuk disuruh shalat dan membaca Al Qur'an.
Silih berganti datang guru mengaji, untuk mengajarkan ilmu membaca Al Qur'an. Namun tak ada yang mempan. Kondisi ini akhirnya membuat orangtua menjadi tidak nyaman. Kedua orangtua di rumah itu akhirnya berusaha untuk mengurangi kesenangan anak-anak, dengan tidak memenuhi permintaan mereka.
Setiap anak meminta uang, sang ibu selalu menolak.
"Mama tidak punya uang", ujar sang ibu beralasan. Padahal ia punya uang.
"Kalian bisanya hanya minta-minta saja. Tahu ga Mama gak punya uang", jawaban untuk waktu yang lain.
"Kalian menyusahkan orangtua saja", jawaban pada hari berikutnya.
Jika anak melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, orangtuanya akan menghardik dengan kata-kata negatif.
"Dasar anak tidak tahu diri. Bikin susah terus".
"Kalian ini mau jadi apa? Mau jadi hantu ya? Benar-benar tidak pernah menyenangkan orangtua".
"Kalian ini malu-maluin orangtua saja kerjanya".
Kata-kata yang pedas, negatif dan penuh bully kepada anak sendiri ini, pada suatu hari nanti ternyata menjadi kenyataan.
Anak-anak di rumah itu semakin tidak terkendali. Mereka terlibat pergaulan bebas, berbagai tindak kejahatan, dan tidak mampu menyelesaikan pendidikan. Seiring berjalannya waktu, kondisi ekonomi orangtua semakin menurun. Suasana keluarga itu semakin hancur.
Anak-anak yang terbiasa hidup mewah, tidak bisa menerima realitas hidup yang penuh keterbatasan. Setelah dewasa, mereka tak mampu bekerja. Tidak ada ijasah untuk melamar kerja formal. Dampaknya, mereka sulit mandiri. Hidup mereka bergantung kepada orang lain.
Di masa dewasa, anak-anak hanya bisa menggelandang --dari rumah satu kerabat ke kerabat yang lain---meminta-minta. Sampai kerabat yang rutin dikunjungi menjadi tidak nyaman, karena anak-anak itu kerap melakukan perbuatan yang menyusahkan.
Di masa kedua orangtua semakin berumur senja, selalu takut kedatangan anak-anaknya. Karena setiap anak-anak datang, hanya untuk meminta uang atau mengambil barang yang ada di rumah mereka. Kedua orangtua hanya bisa menyesali kesalahan dalam mendidik anak.
Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari keimanan dan ketakwaan. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari adab dan akhlak. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari ibadah. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari kemandirian.
Kini anak-anak itu menjadi "hantu" --seperti yang sering diucapkan orangtua di masa lalu. Kini anak-anak itu benar-benar "hanya bisa menyusahkan orangtua" --seperti yang sering mereka ucapkan trdahulu.
"Tidak pernah menyenangkan orangtua".
"Tidak tahu diri".
"Bikin malu orangtua".
"Bikin susah terus"
Bahkan ucapan rutin, "Mama tidak punya uang", benar-benar menjadi kenyataan.
Maka berhati-hatilah dalam mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak. Pilih kata-kata doa dan harapan kebaikan. Pilih kata-kata yang memandirikan. Pilih kata-kata yang menguatkan kebaikan. Pilih kata-kata yang membangun mental dan karakter positif.
"Kalian semua anak salih dan salihah".
"Kalian semua anak yang hebat dan bermartabat".
"Kelak kalian akan menjadi pemimpin masyarakat, yang selalu memberi manfaat".
Coba kalau kalimat positif yang selalu diucapkan. Seperti ucapan ibunda Imam Sudais di masa dirinya masih kecil, "Semoga kamu kelak menjadi Imam Masjidil Haram".
Terwujud. Kini beliau Imam Masjidil Haram.
Bahan Bacaan
Rifuwanti, Great Mother, Menyusun Rumah Tangga Menuju Surga, Madani Berkah Abadi, 2020, halaman a142 -- 144
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI