"Dasar anak tidak tahu diri. Bikin susah terus".
"Kalian ini mau jadi apa? Mau jadi hantu ya? Benar-benar tidak pernah menyenangkan orangtua".
"Kalian ini malu-maluin orangtua saja kerjanya".
Kata-kata yang pedas, negatif dan penuh bully kepada anak sendiri ini, pada suatu hari nanti ternyata menjadi kenyataan.
Anak-anak di rumah itu semakin tidak terkendali. Mereka terlibat pergaulan bebas, berbagai tindak kejahatan, dan tidak mampu menyelesaikan pendidikan. Seiring berjalannya waktu, kondisi ekonomi orangtua semakin menurun. Suasana keluarga itu semakin hancur.
Anak-anak yang terbiasa hidup mewah, tidak bisa menerima realitas hidup yang penuh keterbatasan. Setelah dewasa, mereka tak mampu bekerja. Tidak ada ijasah untuk melamar kerja formal. Dampaknya, mereka sulit mandiri. Hidup mereka bergantung kepada orang lain.
Di masa dewasa, anak-anak hanya bisa menggelandang --dari rumah satu kerabat ke kerabat yang lain---meminta-minta. Sampai kerabat yang rutin dikunjungi menjadi tidak nyaman, karena anak-anak itu kerap melakukan perbuatan yang menyusahkan.
Di masa kedua orangtua semakin berumur senja, selalu takut kedatangan anak-anaknya. Karena setiap anak-anak datang, hanya untuk meminta uang atau mengambil barang yang ada di rumah mereka. Kedua orangtua hanya bisa menyesali kesalahan dalam mendidik anak.
Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari keimanan dan ketakwaan. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari adab dan akhlak. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari ibadah. Mereka menyesal bahwa anak-anak tidak diajari kemandirian.
Kini anak-anak itu menjadi "hantu" --seperti yang sering diucapkan orangtua di masa lalu. Kini anak-anak itu benar-benar "hanya bisa menyusahkan orangtua" --seperti yang sering mereka ucapkan trdahulu.
"Tidak pernah menyenangkan orangtua".