Saya menemukan buku yang sangat menarik. Jodoh yang tampak rumit di mata mereka yang belum menemukan jodoh, mampu dikemas dengan sederhana dalam buku ini.
Judulnya "Jodoh Dalam Angka", ditulis oleh Sayilarla, terbit di masa wabah Covid-19 ini. Kata penulis buku ini, jodoh adalah salah satu "mahluk" misterius yang ada di muka bumi ini. Kadang mudah didapat kadang susah, kadang cocok tapi sering juga tidak, kadang orang dekat tapi tidak sedikit orang jauh.
Jodoh itu bukan hanya disemogakan, namun harus diikhtiarkan, dan jangan lupa untuk didoakan. Berdoa dalam upaya mengintip nama si jodoh yang sudah tercatat di langit, sekaligus dipadu usaha untuk segera ditemukan di bumi. Jodoh yang ditakdirkan kadang tak bersesuaian dengan keinginan.
Realitas terasa berjarak dengan idealitas. Karena itu perlu upaya kita untuk mendekatkan antara keinginan dengan takdir yang ditetapkan Allah, dan mendekatkan antara idealitas dengan realitas.
Lebih lanjut penulis mengatakan bahwa saat usia belia, jodoh bukan sesuatu yang meresahkan, tapi ketika waktu berjalan terus sampai usia dewasa, tanpa disadari masalah jodoh menjadi salah satu sumber keresahan hidup. Di masa-masa keresahan itulah perlu ada teman yang dapat mengubah keresahan menjadi sebuah ketenangan.
Buku ini menjawab semua persoalan jodoh di atas secara simple. Karena bicara jodoh itu sesungguhnya simpel saja tapi memang harus mendasar, karena ini menyangkut hidup masa depan.
Karena itu buku ini menyajikan poin-poin angka yang sangat simpel agar mudah diingat tapi dengan isi makna yang sangat mendasar dan dalam.
Sebenarnya semua kerumitan dalam jodoh, bermula dari diri manusia sendiri. Kita yang mempersulit, kita yang memperumit. Jika memahami jodoh adalah ketentuan Allah yang sudah tertulis, semestinya menjadi mudah dan sederhana semuanya. "Jodoh itu sebenarnya seterang matahari, tapi ada tiga kabut hitam yang menutupinya", kata Sayilarla. Apa saja tiga kabut hitam yang menutupi jodoh?
Kabut Pertama, Rasa Takut