Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alangkah Ruginya Kita

13 April 2020   22:16 Diperbarui: 13 April 2020   22:17 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : data lama, maret 2020, www.mypost.com

"Tidaklah sesuatu yang menimpa muslim, baik penyakit biasa maupun menahun, kegundahan dan kesedihan, sampaipun duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dengan semua derita yang dialaminya." (HR. Bukhari).

Alangkah ruginya, kita mendapatkan musibah berupa wabah, namun tidak mendapat pengampunan dari Allah. Bukankah musibah adalah tanda bahwa Allah berkenan memberikan ampunan bagi hamba yang beriman?

"Barangsiapa yang ditimpa musibah pada harta atau dirinya, lalu dia menyembunyikan dengan tidak mengeluh kepada manusia, maka haq atas Allah untuk mengampuninya". (HR. Ath-Thabrani).

Alangkah ruginya, kita mendapatkan musibah berupa wabah, namun tidak melihatnya sebagai nikmat dari Allah. Bukankah musibah adalah tanda bahwa Allah memberikan nikmat yang agung bagi hamba yang beriman?

"Musibah dijadikan oleh Allah sebagai sebab penghapus dosa dan kesalahan. Bahkan ini termasuk nikmat yang paling agung. Maka seluruh musibah pada hakikatnya merupakan rahmat dan nikmat bagi keseluruhan makhluk, kecuali apabila musibah itu menyebabkan orang yang tertimpa musibah menjadi terjerumus dalam kemaksiatan yang lebih besar daripada maksiat yang dilakukannya sebelum tertimpa". (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Alangkah ruginya, kita mendapatkan musibah berupa wabah, namun tidak bergembira menyambutnya. Bukankah musibah adalah tanda bahwa Allah mempercayai hamba yang beriman? Maka para Nabi menyambut ujian dengan kegembiraan.

"Sungguh para nabi dan orang salih itu lebih gembira dengan ujian yang dideritanya, melebihi kegembiraan kalian ketika mendapat rezeki." (HR. Abu Ya'la, Al-Baihaqi, Al-Hakim).

Semoga kita termasuk hamba beriman, yang menyambut wabah dengan sepenuh keimanan, keikhlasan, kesabaran, kerelaan, tawakal, dan pengharapan yang penuh kepada Allah semata.

Namun kita wajib berusaha menjauhi, mencegah dan melawan corona dengan berbagai cara yang kita bisa. #WorkFromHome, #StayAtHome, lawan corona bersama-sama. Insyaallah, kita pasti bisa.

Yogyakarta, 13 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun