Dari tahun ke tahun, kita selalu diingatkan akan kelembutan Nabi Ibrahim, sikap santun Nabi Ibrahim, namun juga ketegasan dan ketaatan terhadap perintah Allah yang tanpa kompromi. Semestinya kita belajar menjadi wonderful parent dari beliau, dan berusaha menjauhi karakter toxic parent.
Di antara pelajaran sangat penting bagi kehidupan kita saat ini adalah tentang kesantunan yang diajarkan Nabi Ibrahim kepada putranya, Ismail.Â
Coba kita simak kembali kisah tatkala Nabi Ibrahim mendapatkan perintah Allah untuk menyembelih Isma'il. Perhatikan dialog sepenuh kasih sayang dalam ayat berikut:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.Â
Maka pikirkanlah apa pendapatmu?" Ia menjawab: "Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Ash-Shaaffaat: 102)
Lihatlah kesantunan dalam cara memanggil dan cara menjawab pada dialog di atas. Nabi Ibrahim As memanggil anaknya dengan pilihan kata "Ya Bunayya", sebuah panggilan yang sangat halus dan penuh kasih sayang.Â
Beliau bisa saja memanggil anaknya secara langsung dengan, "Wahai Ismail", atau beliau juga bisa memanggil dengan "Ya Ibni". Namun ternyata beliau menggunakan bentuk tasghir "ya Bunayya" yang lebih lembut, lebih halus dan lebih santun dibanding panggilan lainnya.
Karena Nabi Ibrahim memanggil putranya sepenuh kelembutan dan kasih sayang, maka dijawab pula oleh Ismail dengan sepenuh penghormatan dan kasih sayang. Dalam ayat di atas, Ismail menjawab panggilan ayahnya dengan cara yang sangat santun, yakni "Ya Abati".Â
Baca juga: Esensi Idul Adha, Napak Tilas Jejak Sabar Keluarga Nabi Ibrahim As
Panggilan Ya Abati, lebih halus dan penuh kasih sayang, dibandingkan dengan panggilan Ya Abi, apalagi jika menjawab dengan Ya Ibrahim. Ini adalah contoh komunikasi orangtua dengan anak yang penuh kesantunan. Orangtua mencontohkan cara memanggil yang lembut, dibalas anaknya dengan jawaban yang lembut pula.
Maka jika orangtua membiasakan memanggil anaknya secara bully, anaknya pun akan ikut membalas bully tersebut. Jika orangtua menjelekkan anaknya, maka anak pun terbiasa mencela orangtua. Ini semua karena contoh dan pembiasaan yang dilakukan orang tua kepada anak-anak.