Menikah itu bukan sekedar aku suka sama kamu dan kamu suka sama aku. Bukan sekedar aku cinta sama kamu dan kamu cinta sama aku. Bukan sekedar aku mau sama kamu dan kamu mau sama aku. Bukan sekedar kamu cantik dan aku gak ganteng. Namun apakah aku dan kamu bisa bersinergi untuk menunaikan hak dan kewajiban dalam kehidupan pernikahan.
Apakah aku dan kamu bisa bersinergi untuk menghadirkan kebersamaan dalam suka dan duka selamanya. Apakah aku dan kamu bisa bersinergi untuk menunaikan tugas-tugas peradaban dalam keluarga yang akan kita bangun bersama. Apakah aku dan kamu bisa bersinergi untuk bersama-sama menggapai surga-Nya. Apakah aku dan kamu bisa mengawali, menjalani dan mengakhiri kehidupan keluarga dalam bimbingan Allah Ta'ala.
---- Cahyadi Takariawan, 2018 -----
**********
Pernikahan ---sebagaimana aktivitas hidup 'penting' lainnya--- tidak berada pada ruang hampa. Selalu ada pondasi nilai yang menjadi landasan berpijak. Ini yang membedakan orang beriman dengan yang tidak beriman. Bagi orang beriman, untuk makan dan minum pun ada tuntunannya. Seperti apa berpakaian, bepergian, tidur, bekerja, berbisnis, berkesinia, berpolitik, bermasyarakat, bernegara, semua ada tata nilai yang menjadi landasan berpijak. Tidak bebas nilai, tidak semua gue.
Mengawali dengan Benar
Bagi ummat Islam, pernikahan diawali dari arahan Al Qur'an dan Sunnah Nabi Saw, yang memberikan tuntunan sekaligus contoh pelaksanaan pernikahan dan kehidupan berumah tangga setelah menikah. Sangat banyak ayat dalam Al QUr'an yang memberikan isyarat tentang pernikahan. Misalnya, isyarat dalam Al Qur'an tentang proses penciptaan yang berpasang-pasangan:
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah" (QS. Adz- Dzariyat : 49).
"Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan" (QS. Al Qiyamah : 39).
Dalam surat An Nisa' dinyatakan isyarat tentang penciptaan manusia beserta pasangannya, yang dengan itu Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan: