Menjalani kehidupan pernikahan, bukanlah peristiwa linear "apabila A maka B" atau "apabila B maka C". Pada kenyataannya, terdapat sangat banyak proses yang harus dilewati oleh suami dan istri, guna mencapai penyatuan dan kesejiwaan.Â
Proses itu terkadang terasa begitu rumit ---terlebih bagi mereka yang memiliki ekspektasi sangat tinggi dalam kehidupannya. Namun proses itu terkadang begitu simple dan sederhana, bagi yang memiliki ruang cukup luas untuk beradaptasi.
Dialog dan konflik dalam film Hanum dan Rangga, menggambarkan dengan utuh sisi-sisi kerumitan dan sekaligus kesederhanaan itu. Sosok Hanum dalam film itu, saya kira mewakili sangat banyak perempuan muda idealis, dengan ruang ekspektasi sangat tinggi dalam dirinya.Â
Hanum ingin meraih mimpi yang dibangun sejak muda. Berkarier, berprestasi, dan berkontribusi bagi kebaikan, melalui jalur media. Kesempatan itu terbuka secara nyata di depan mata, setelah ia menikah. Namun di sisi yang lain, ia adalah istri yang "terikat" pada suami sebagai kepala rumah tangga.
Film Hanum dan Rangga ---yang diangkat dari novel "Faith anda The City" karya mbak Hanum Salsabila Rais--- memberikan sangat banyak pembelajaran untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Apalagi pada keluarga muda, dimana mereka tengah berjuang menjaga dealisme, yang terkadang harus terbentur-bentur pada kerasnya realitas kehidupan nyata.
Sisi 'wonderful family' dari konflik yang dibangun dalam film Hanum dan Rangga, memberikan pelajaran kepada kita, pentingnya menyediakan lima ruang berikut ini, untuk menjaga keutuhan, keharmonisan dan kebahagiaan keluarga. Suami dan istri harus sama-sama memiliki lima ruang ini dalam jiwa mereka.
Setiap laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, pasti memiliki sejumlah ekpektasi terhadap pasangan, maupun terhadap kehidupan rumah tangganya kelak.Â
Pada sisi yang lain, masing-masing dari laki-laki dan perempuan, juga memiliki cita-cita, harapan, dan keingnan akan kehidupannya di masa yang akan datang.
Misalnya seorang lelaki yang bercita-cita ingin menjadi doktor dan bekerja pada sebuah profesi tertentu. Ia memiliki ekspektasi terhadap calon istri, yang bersedia mendukung cita-citanya, mendukung profesinya, dan bersedia menemani prosesnya.
Demikian pula seorang perempuan, yang memiliki cita-cita ingin menempuh pendidikan tinggi, dan bekerja pada suatu profesi tertentu.Â