Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sediakan 5 Ruang Ini agar Selalu Bahagia dalam Pernikahan

26 November 2018   09:31 Diperbarui: 1 Desember 2018   13:30 3050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalani kehidupan pernikahan, bukanlah peristiwa linear "apabila A maka B" atau "apabila B maka C". Pada kenyataannya, terdapat sangat banyak proses yang harus dilewati oleh suami dan istri, guna mencapai penyatuan dan kesejiwaan. 

Proses itu terkadang terasa begitu rumit ---terlebih bagi mereka yang memiliki ekspektasi sangat tinggi dalam kehidupannya. Namun proses itu terkadang begitu simple dan sederhana, bagi yang memiliki ruang cukup luas untuk beradaptasi.

Dialog dan konflik dalam film Hanum dan Rangga, menggambarkan dengan utuh sisi-sisi kerumitan dan sekaligus kesederhanaan itu. Sosok Hanum dalam film itu, saya kira mewakili sangat banyak perempuan muda idealis, dengan ruang ekspektasi sangat tinggi dalam dirinya. 

Hanum ingin meraih mimpi yang dibangun sejak muda. Berkarier, berprestasi, dan berkontribusi bagi kebaikan, melalui jalur media. Kesempatan itu terbuka secara nyata di depan mata, setelah ia menikah. Namun di sisi yang lain, ia adalah istri yang "terikat" pada suami sebagai kepala rumah tangga.

Film Hanum dan Rangga ---yang diangkat dari novel "Faith anda The City" karya mbak Hanum Salsabila Rais--- memberikan sangat banyak pembelajaran untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Apalagi pada keluarga muda, dimana mereka tengah berjuang menjaga dealisme, yang terkadang harus terbentur-bentur pada kerasnya realitas kehidupan nyata.

Sisi 'wonderful family' dari konflik yang dibangun dalam film Hanum dan Rangga, memberikan pelajaran kepada kita, pentingnya menyediakan lima ruang berikut ini, untuk menjaga keutuhan, keharmonisan dan kebahagiaan keluarga. Suami dan istri harus sama-sama memiliki lima ruang ini dalam jiwa mereka.

film rangga dan hanum (medcom.id)
film rangga dan hanum (medcom.id)
Ruang Ekspektasi 

Setiap laki-laki dan perempuan yang hendak menikah, pasti memiliki sejumlah ekpektasi terhadap pasangan, maupun terhadap kehidupan rumah tangganya kelak. 

Pada sisi yang lain, masing-masing dari laki-laki dan perempuan, juga memiliki cita-cita, harapan, dan keingnan akan kehidupannya di masa yang akan datang.

Misalnya seorang lelaki yang bercita-cita ingin menjadi doktor dan bekerja pada sebuah profesi tertentu. Ia memiliki ekspektasi terhadap calon istri, yang bersedia mendukung cita-citanya, mendukung profesinya, dan bersedia menemani prosesnya.

Demikian pula seorang perempuan, yang memiliki cita-cita ingin menempuh pendidikan tinggi, dan bekerja pada suatu profesi tertentu. 

Tentu ia juga memiliki ekspektasi terhadap calon suami yang bersedia mendukung cita-citanya, mendukung profesinya, dan bersedia menemani prosesnya. 

Mereka sama-sama memiliki ekpektasi akan sosok pasangan hidup yang mendukung cita-citanya, dan mendukung profesinya. 

Mereka sama-sama menghendaki calon pendamping yang bersedia menemani proses menuju tercapainya cita-cita tersebut.

Hanum sudah memiliki mimpi yang sangat jelas sejak masih lajang. Pun Rangga, ia sudah memiliki mimpi yang akan diraih dalam kehidupan. Inilah ruang ekspektasi yang sudah mereka ciptakan dalam diri sejak sebelum menikah. 

Tentu saja hal ini menjadi hak bagi setiap diri untuk memilikinya, bahkan dalam batas tertentu bisa dianggap sebagai sebuah 'kewajiban' bagi setiap orang agar bisa disebut sebagai memiliki arah dan gairah hidup. Seseorang bisa disebut sebagai 'tidak jelas', apabila tidak pernah punya mimpi untuk kehidupannya.

Namun, ekspektasi haruslah terukur, jangan sampai berlebihan. Membayangkan kondisi-kondisi ideal pada pasangan dan pada kehidupan keluarga, tidaklah salah. 

Namun harus mampu mengukur diri dengan berbagai potensi, sumber daya dan dukungan yang mungkin diperoleh untuk mewujudkan semua itu. Hendaknya sejak awal selalu menyediakan ruang yang cukup luas untuk berubah dan beradaptasi, menyesuaikan situasi dan kondisi yang akan dihadapi nantinya.

Ruang Dialog

Hendaknya suami dan istri bersedia melakukan dialog atas segala sesuatu yang menjadi impian pribadi masing-masing. Sediakan ruang untuk berdialog dengan berbagai pihak, bahkan mendialogkan hal-hal yang sudah mencai mimpi yang dibangun selama ini. 

Pada saat masih lajang, tentu tidak masalah menetapkan cita-cita setinggi langit. Namun setelah menikah, cita-cita itu harus melewati proses dialog dengan pasangan, sebab seorang suami atau istri tidak akan bisa sukses sendirian.

"Hidup itu pilihan", kata Hanum, yang kemudian ditirukan oleh Rangga. Ada saat Hanum bersikap 'keukeh' memilih meraih mimpi. Ia bersikeras melakukan usaha untuk mencapai cita-cita yang dibangun sejak semasa kuliah. 

Namun di saat yang sama, ia harus berdialog dengan banyak pihak. "Keluarga adalah hambatan terbesar kesuksesan seseorang dalam karier", ujar pimpinan stasiun televisi di New York kepada Hanum, tempatnya bekerja.

Hanum benar-benar mengalami dialektika yang tak mudah untuk dijawabnya sendiri. Hanum menyatakan kepada pimpinan perusahaan Jika istri menuruti kemauannya sendiri, merasa bisa hidup dengan caranya sendiri, merasa bisa sepenuhnya mandiri, merasa tidak butuh suami, maka tak akan bisa memenangkan cinta. tempatnya bekerja, bahwa Rangga selalu mendukungnya. Namun Hanum tak bisa mengelak bahwa ada egoisme Rangga sebagai suami yang terusik.

"Aku suamimu, dan aku melarang kamu untuk terus berkarier di perusahaan brengsek itu". Pada sisi ini, tampak pernyataan pimpinan perusahaan benar. 

Rangga adalah hambatan terbesar Hanum untuk bekerja dan meraih mimpi di New York City. Ada proses dialog panjang, antara ekspektasi yang telah dibangun selama ini, dengan realitas yang harus ia hadapi. 

Beruntung, Hanum dan Rangga sama-sama menyediakan ruang dialog yang luas, untuk bisa mendengar pendapat pasangan, walau terasa menyakitkan.

Bagi pasangan muda, coba cermati serangkaian dialog antara Hanum dan Rangga yang disajikan dengan apik oleh film itu. Saya menyatakan, itulah dialog 'wonderful family'.

(layar.id)
(layar.id)
Ruang Adaptasi

Kedua pihak harus beradaptasi setelah menikah. Suami dan istri saling mempertemukan visi, mempertemukan harapan, mempertemukan keinginan. 

Inilah pentingnya suami dan istri selalu menyediakan ruang untuk beradaptasi. Tak bisa lagi seorang lelaki memaksakan kehendak demi tercapainya keinginan dan ambisi pribadi. 

Tak bisa lagi seorang perempuan memaksakan kehendak demi tercapainya keinginan dan ambisi pribadi. Karena mereka telah menikah, maka harus bersedia untuk beradaptasi.

Dalam adaptasi ini ada proses menerima pengaruh pasangan, dan di saat yang sama ada proses menjadi diri seperti harapan pasangan. Hal ini harus diberlakukan secara timbal balik, karena proses adaptasi memang harus terjadi pada kedua belah pihak. 

Semua berproses, semua berubah, semua beradaptasi, demi mencapai titik keseimbangan yang tepat bagi kebahagiaan dan keutuhan keluarga.

Semula laki-laki dan perempuan adalah pribadi mandiri yang memiliki kebebasan penuh untuk menentukan cita-cita, harapan dan keinginannya. 

Sebagai lajang, mereka bebas mengekspresikan semua proposal masa depannya. Namun setelkah menikah, cita-cita, keinginan dan harapan harus mengalami proses adaptasi. 

Jika perlu ditulis ulang secara bersama, agar menjadi pernyataan cita-cita, harapan dan keinginan kolektif sebagai keluarga.

Hanum harus beradaptasi dengan seorang lelaki yang menikahinya. Meraih mimpi, harus dalam bingkai kerelaan suami. Rangga harus beradaptasi dengan  seorang istri yang dinikahinya. 

Meraih cita-cita, akan menjadi indah apabila selalu bersamanya. Inilah keharusan adanya adaptasi yang tak bisa dielakkan oleh suami dan istri sepanjang kehidupan pernikahan.

Ruang Kompromi

Terkaang suami harus merelakan bagian-bagian dari cita-cita dan keinginannya tidak tercapai sepenuhnya. Demikian pula terkadang istri harus merelakan bagian-bagian dari cita-cita dan keinginannya tidak tercapai sepenuhnya. 

Hal ini setelah melalui serangkaian dialog, dan melakukan proses adaptasi bersama pasangan. Pada titik ini, sering kali terasa menyakitkan, apabila tidak disertai dengan kesadaran dan penerimaan yang utuh atas makna pernikahan.

"Kamu memilih kerja, atau aku?" pertanyaan Rangga yang terdengar sebagai suara halilintar di siang hari bolong.

"Apakah hanya karena menikah dengan kamu, aku harus mengubur mimpi yang sudah aku bangun sejak empat tahun yang lalu?" demikian pikiran Hanum.

Real love is tested after marriage. Cinta sejati diuji setelah menikah. Demikian pesan penting dari fim ini. Semua dari kita akan diuji, dalam sepanjang kehidupan pernikahan. Dan hal yang membuat kita mudah melewati ujian itu adalah, apabila menyediakan ruang kompromi yang sangat luas. Demi keutuhan keluarga. Demi kebahagiaan bersama.

Ruang Kemenangan Cinta

Keseluruhan ruang tersebut, ujungnya adalah untuk proses memenangkan cinta. Saya sering menyampaikan, suami dan istri harus menyediakan ruang dalam dirinya untuk tergantung kepada pasangan. Ya benar, tergantung kepada pasangan. 

Jika istri menuruti kemauannya sendiri, merasa bisa hidup dengan caranya sendiri, merasa bisa sepenuhnya mandiri, merasa tidak butuh suami, maka tak akan bisa memenangkan cinta. 

Demikian pula jika suami menuruti kemauannya sendiri, merasa bisa hidup dengan caranya sendiri, merasa bisa sepenuhnya mandiri, merasa tidak butuh istri, maka tak akan bisa memenangkan cinta.

Yang harus mereka perjuangkan adalah memenangkan cinta yang sudah mereka rajut sejak prosesi akad nikah. Cinta yang bermuara kepada Allah. 

Cinta yang bertanggung jawab. Cinta yang bermartabat. Apa makna pernikahan, jika keduanya selalu ingin memenangkan egonya sendiri, selalu ingin meraih mimpi dengan cara dan langkahnya sendiri. Apa makna kesuksesan karier, jika pasangan terlukai. 

Apa makna kehebatan posisi, jika pasangan tersakiti. Maka, selalu sediakan ruang kemenangan cinta dalam kehidupan berumah tangga.

Hanum sudah memilih, "Mimpi terbesarku adalah kamu". Rangga sudah memilih, "Aku tak bisa terbang dengan satu sayapku yang tertinggal. 

Aku hanya akan terbang bersamamu". Walau sudah terbang ke Vienna untuk menyelesaikan desertasi, namun Rangga memilih kembali ke New York, tempat Hanum bekerja dan berdialektika. Mereka berdua memilih memenangkan cinta.

"Aku akan menemanimu, kemanapun engkau pergi", ujar Hanum. Inilah kemenangan cinta yang mereka perjuangkan bersama. Hasilnya adalah keindahan, kebersamaan, keberkahan, dan kebahagiaan.

Referensi

Dari nonton film "Hanum dan Rangga" di Empire XXI Yogyakarta, Ahad 25 November 2018, jam 21.05 WIB. Teater 4, baris C, nomer 6 dan 7. Berdua dengan sayap sisi sebelahku.

Cahyadi Takariawan, Wonderful Love, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun