Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencintai Tanpa Henti, Mungkinkah?

29 Juli 2017   06:05 Diperbarui: 29 Juli 2017   15:09 4500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cinta kita abadi sampai mati".

"Cintaku padamu tidak terbeli. Aku akan selalu mencintaimu, menjadi pasangan sehidup semati".

Tentu anda sering mendengar kalimat seperti itu, pada mereka yang tengah dilanda jatuh cinta, atau pada pengantin baru. Seakan-akan kalimat itu menunjukkan kecintaan yang abadi, padahal cinta mereka masih terbatas duniawi. Kata-kata sehidup semati, atau mencintai sampai mati, ini hanya membatasi cinta pada usia hidup di dunia ini. Artinya, cinta mereka tidak abadi. Jika memang cinta mereka abadi, tentu slogannya adalah sehidup sesurga. Cinta yang tidak terbatas kehidupan dunia, namun tetap mencinta hingga surga.

Seorang suami pernah menuturkan kisah keluarganya kepada saya. Menurutnya, di antara persoalan dalam hidup berumah tangga adalah, karena harus "mencintai orang yang sama dalam waktu lama". Kebosanan, kehambaran, kegersangan, kelayuan cinta, sangat mungkin bisa didapatkan dalam masa yang lama tersebut.  Setiap hari ketemu orang yang sama, berinteraksi dengan orang yang sama, dalam sepanjang rentang waktu kehidupan berumah tangga.

Benarkah mencintai seseorang dalam waktu yang lama itu sulit? Tentu ini sangat relatif. Namun saya harus kembali mengingatkan, bahwa pernikahan harus diniatkan untuk selamanya. Nikah tidak boleh diniatkan untuk sementara waktu atau untuk waktu yang terbatas. Perceraian ---meskipun dibolehkan--- namun tidak boleh direncanakan sejak awal. Cerai adalah jalan keluar terakhir setelah semua cara ditempuh untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Karena pernikahan harus diniatkan untuk selamanya, maka hidup bersama dalam rumah tangga akan sangat menyiksa apabila tidak dilandasi dengan perasaan cinta. Rasa cinta ini yang membuat kita bertahan, jika suatu ketika dalam keluarga harus menghadapi badai yang hebat. Berbagai badai hidup berumah tangga mampu meluluhlantakkan semua bagian, termasuk pondasi rumah tangga mereka, jika tidak dijaga dengan sepenuh rasa cinta. Ini yang saya maksudkan sebagai mencintai tanpa henti.

Mencintai pasangan kita di sepanjang fase kehidupan berumah tangga. Bahkan ketika pasangan kita sudah tiada, tetap ada cinta untuknya. Ini bukan kisah film, sinetron atau novel roman belaka, namun ini adalah hal yang sangat nyata. Banyak orang telah memilikinya. Mari kita belajar dari mereka.

Kisah Abadi Mencintai Tanpa Henti

Belajar pertama harus dari manusia paripurna, Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah sebagok-baik panutan dan teladan di sepanjang sejarah kemanusiaan. Tidak pernah letih Nabi Saw mencintai istri beliau Khadijah. Bukan hanya saat Khadijah masih hidup bersama beliau, sampai Khadijah sudah wafat pun cinta Nabi Saw tetap terjaga. Ini yang membuat kecemburuan kepada Aisyah, karena Nabi Saw masih sering menyebut-nyebut Khadijah dan kebaikan-kebaikannya dalam berbagai kesempatan.

Kecemburuan Aisyah ini dinyatakan sendiri oleh beliau, yang memang sangat merasakan kecemburuan atas posisi istimewa Khadijah di sisi Nabi Saw. Perhatikan hadits-hadits berikut, yang menggambarkan betapa besar kecintaan Nabi Saw kepada Khadijah. Betapa Nabi Saw mencintai Khadijah tenpa henti, hingga Khadijah sudah tiada, cinta itu tetap terjaga.

Dari Aisyah Ra, berkata, "Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari isteri Nabi Saw seperti kepada Khadijah. Dia meninggal sebelum beliau menikahiku. Aku cemburu karena sering mendengar beliau menyebutnya. Dan Allah memerintahkan beliau untuk memberi kabar gembira kepadanya dengan satu rumah indah di surga. Jika beliau menyembelih kambing maka beliaupun membagikannya kepada teman-teman dekatnya secukupnya". Hadits Riwayat Imam Bukhari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun