Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saat Didera Rasa Jengkel Kepada Pasangan, Ini yang Harus Anda Lakukan

5 Juli 2017   22:57 Diperbarui: 6 Juli 2017   10:48 26610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Saat menyampaikan perasaan dan keinginan kepada pasangan, hindari sikap emosionan, menuduh, menyalahkan dan mendeskredikan pasangan. Tenangkan hati dan pikiran, awali dengan pembicaraan ringan. Jangan membuat suasana persidangan yang menegangkan dan membuat tidak nyaman. Dengan cara ini, kedua belah pihak akan sama-sama merasa nyaman dan mudah untuk mengurai persoalan, sebesar apapun persoalan itu.

  • Lakukan pembagian peran

Di antara hal yang menjengkelkan dalam kehidupan suami istri adalah tentang pembagian peran yang tidak seimbang. Istri yang merasa memiliki peran ganda, antara mengurus keluarga dan bekerja di luar rumah. Suami yang merasa kehabisan waktu antara kerja profesi dan organisasi, sehingga tidak waktu lagi untuk keluarga. Berbagai keluhan terkait peran-peran domestik dan peran publik ini harus diselesaikan dengan pembagian peran yang berkeadilan.

Kadang istri merasa terlalu capek harus mengurus semua keperluan rumah tangga, dan menganggap suami sama sekali tidak peduli dengan kerepotannya. Kadang suami merasa tidak mendapat pelayanan semestinya dari sang istri padahal ia merasa sudah habis waktunya untuk bekerja dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga. Kejengkelan rutin seperti ini harus diurai, jangan dibiarkan menumpuk menjadi ganjalan yang merusak kebahagiaan hidup berumah tangga.

Lakukan pembagian peran yang membuat semua pihak terberdayakan dan tidak ada yang merasa dizalimi oleh pihak lainnya. Suami dan istri merasa sama-sama nyaman dan happy dengan peran yang harus mereka lakukan dalam kehidupan keseharian.

  • Alihkan kemarahan dengan tindakan produktif

Marah itu tidak bisa menyelesaikan masalah apapun, bahkan cenderung menghasilkan masalah-masalah baru. Menurut Pepper Schwartz, seorang sosiolog, kemarahan itu bersifat korosif dalam pernikahan. Ia mengibaratkan kemarahan seperti rayap yang akan berkembang biak menjadi sangat banyak. Jika rayap itu tidak disingkirkan, suatu saat tiang penyangga rumah tangga bisa lapuk. Akibatnya, rumah tangga bisa hancur berantakan digerogoti oleh sifat kemarahan.

Menyimpan marah dalam waktu yang panjang bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Saat kita marah, tubuh akan dibanjiri hormon adrenalin. Jika ini rutin terjadi, tubuh akan kehilangan kemampuan memproduksi hormon yang menahan efek buruk adrenalin. Dalam jangka panjang hal ini bisa berdampak pada kesehatan jantung dan pembuluh darah, mengganggu ginjal dan lever, dan membuat kita rentan depresi.

Untuk itu, kemarahan harus disalurkan dengan tindakan yang positif dan konstruktif. Salah satu cara untuk melepaskan kemarahan adalah bercerita atau curhat kepada orang lain yang bisa dipercaya. Namun jangan sembarangan curhat, karena bisa menambah parah masalah. Maka curhat harus dilakukan kepada pihak yang amanah. Bisa dengan pasangan, atau dengan pihak yang memiliki kapasitas untuk menyelesaikan masalah, seperti psikolog, konselor, ustadz, ustadzah, dan pihak-pihak lain yang terpercaya.

  • Hindari tindakan destruktif

Hendaknya diingat, seperti apapun besarnya rasa jengkel suami kepada istri, atau istri kepada suami, jangan pernah melakukan tindakan yang bersifat destruktif. Misalnya, dengan mengeluarkan kalimat kemarahan, caci maki, sumpah serapah, apalagi dengan tindakan yang bersifat fisik seperti amukan, pukulan, tendangan dan hal-hal merusak lainnya. Hal ini tidak akan menyelesaikan persoalan, namun justru akan semakin memperparah keadaan.

Tahanlah keinginan untuk melakukan 'serangan' kepada pasangan, baik melalui kata-kata maupun tindakan fisik lainnya. Ingatlah, sejengkel apapun anda kepada pasangan, ia adalah belahan jiwa anda, soulmate anda, kekasih hati anda, yang harus anda perlakukan dengan penuh cinta kasih serta kelembutan. Anda telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan pernikahan yang sakral, yang tidak boleh anda rusak dengan semena-mena.

Demikianlah beberapa saran saat menghadapi rasa jengkel terhadap pasangan. Jangan biarkan perasaan itu bercokol secara konsisten dalam diri anda, karena akan menjadi rayap yang merapuhkan bangunan kebahagiaan rumah tangga. Segera lakukan pencegahan dan antisipasi agar tidak merobohkan keharmonisan keluarga anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun