Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trauma Berumah Tangga

13 September 2016   08:22 Diperbarui: 13 September 2016   08:32 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba Ayu merasa sangat takut dan benci dengan sosok bernama laki-laki. Ia takut jika kelak menikah, akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan ibunya. Ia tidak mau menderita. Ayu menangkap jelas kesan penderitaan pada diri sang ibu, walaupun Romlah selalu berusaha bersikap tegar. Ia melihat sosok ayahnya adalah seorang lelaki yang jahat dan tidak bertanggung jawab. Ketika Ayu mencoba menghitung tahun kehidupan keluarganya, ia menemukan angka yang semakin membuatnya cemas.

Sang ayah meninggalkan mereka saat Ayu berumur lima tahun. Berarti itu adalah tahun keenam dari pernikahan ayah dan ibunya, karena Ayu lahir tepat setahun setelah pernikahan ayah dan ibunya. Jika selama enam tahun itu ibunya bahagia, maka artinya hanya merasakan kebahagiaan dalam masa yang pendek, dibanding beban penderitaan yang harus dihadapi oleh sang ibu untuk bertahan hidup sendirian tanpa didampingi sang ayah. Sepuluh tahun terakhir ibunya menahan penderitaan. Dan entah sampai kapan masa penderitaan ini akan dihadapi dan ditelan sendirian oleh sang ibu. Hati Ayu makin teriris.

Pernikahan baginya adalah sebuah petaka. Hidup bahagia yang menjadi harapan semua orang saat melakukan pernikahan hanyalah fatamorgana. Enam tahun ayah dan ibunya hidup bersama sebagai sebuah keluarga utuh. Sepuluh tahun berikutnya keluarga ibunya berada dalam suasana kepedihan tiada tara. Menjalani hidup sendiri dan berjuang membesarkan kedua anak, adalah episode mengerikan yang terbayang dalam benak Ayu. Ia takut bahwa akan mengalami nasib yang sama dengan ibunya. Ia takut jika kelak harus ketemu sosok suami seperti Bang Toyib yang tega mentelantarkan istri dan anak-anak tanpa kejelasan tanggung jawab.

Bukan hanya Romlah yang bisa mengalami trauma. Bahkan Ayu bisa mengalami trauma berumah tangga. Bukan karena Ayu pernah gagal berumah tangga, namun karena menyaksikan dengan mata kepala sendiri kehidupan tidak bahagia yang dialami ibunya. Keterpisahan yang panjang, membuat Ayu dan Bagus tidak pernah merasa mendapatkan sentuhan kasih sayang dari sang ayah. Ayu tidak menemukan sosok ayah yang diharapkan. Ia hidup bersama seorang ibu yang tegar, walaupun menyimpan luka teramat dalam.

Ayu mengetahui air mata yang sudah kering dari sang ibu. Menangis sudah tidak pernah dilakukan lagi oleh Romlah, justru karena sudah habis bahan untuk menangis. Sisi gelap kehidupan berumah tangga ini membuat Ayu selalu dilanda ketakutan setiap kali membayangkan kehidupan berumah tangga. Kendati ia baru kelas satu SMA, namun naluri kewanitaannya membuat Ayu telah memiliki gambaran tentang kehidupan rumah tangga.

Trauma Healing untuk Ayu

Ayu telah mengalami suatu trauma. Yang harus dilakukan Romlah adalah terus membimbing dan menemani tumbuh kembang kedua anaknya hingga mereka dewasa. Trauma pada diri Ayu akan semakin menguat jika Romlah tidak menyadari situasinya. Kendati ia single parent, namun Romlah wajib menanamkan pengertian dan pemahaman yang benar kepada kedua anaknya tentang nilai-nilai kehidupan dan berumah tangga. Agar kelak mereka bisa benar menjalaninya. Agar kelak mereka bisa bahagia bersama keluarganya.

Romlah bisa sering-sering mengajak Ayu dan Bagus mengunjungi sanak kerabat, handai taulan, serta teman-teman yang memiliki kehidupan keluarga yang harmonis. Hal ini untuk membuka wawasan dan pemahaman pada Ayu dan bagus bahwa sangat banyak keluarga yang hidup bahagia. Sangat banyak keluarga harmonis yang membuat semua anggotanya berbahagia. Sangat banyak suami baik hati dan tidak sombong, suami yang bijak dan romantis, suami yang santun dan penuh kasih sayang. Sangat bapak yang baik dan bertanggung jawab.

Romlah harus sering mengajak Ayu berdiskusi dan berdialog. Biarkan Ayu menyampaikan semua pikiran dan isi hatinya, agar Romlah bisa mengerti dan menampungnya. Tidak mudah memang, namun sebagai orang tua Romlah wajib membimbing dan mengarahkan kedua anaknya untuk kebaikan hidup mereka di dunia hingga ke akhirat.

Semestinya Bang Toyib mengerti kondisi ini. Bahwa dampak dari perbuatannya menghilang tanpa kejelasan selama sepuluh tahun telah menimbulkan luka dan trauma pada diri Ayu. Semua suami dan istri harus menyadari bahwa kehidupan mereka dalam keluarga akan selalu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak-anak mereka. Suasana bahagia yang tampak dari kedua orang tua akan menjadikan hidup mereka enjoy dan bahagia. Suasana duka yang tampak dari kedua orang tua akan memberikan kedukaan bagi hidup mereka. Dalam batas tertentu, sampai bisa menimbulkan trauma.

Segeralah kembali kepada keluargamu, Bang Toyib. Segera rawat dan asuh anak-anakmu. Peluk istri dan anak-anakmu. Mulailah hidup beru bersama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun