Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trauma Berumah Tangga

13 September 2016   08:22 Diperbarui: 13 September 2016   08:32 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi keluarga Bang Toyib yang tidak jelas dan menggantung selama sepuluh tahun terakhir, bukan saja membuat tidak nyaman pada Romlah, namun bisa memberikan dampak kepada kedua anaknya. Anak pertama perempuan, yang telah duduk di bangku kelas satu SMA Negeri, dan anak kedua laki-laki, kelas satu di SMP Negeri. Keduanya kehilangan sosok ayah dalam masa panjang, dan pada usia emas mereka.

Ayu, anak pertama mereka, sudah memasuki masa remaja. Umurnya kini 15 tahun. Sedangkan Bagus, anak kedua, kini sudah berumur 12 tahun. Bang Toyib pergi meninggalkan Romlah  pada saat Ayu berumur 5 tahun, dan Bagus adalah bayi mungil berumur dua tahun. Romlah baru saja selesai melepas masa penyusuan Bagus saat Bang Toyib pergi merantau ke negeri jiran, demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik.

Rencananya, Bang Toyib akan bekerja di negeri jiran tersebut selama satu masa periode kontrak, yaitu dua tahun. Romlah bisa menerima dan mendukung rencana kepergian Bang Toyib karena mereka berdua berpikir perlu mengumpulkan modal untuk membangun usaha di kampung halaman. Menurut cerita dari orang-orang yang sukses bekerja di negeri jiran, jika dua tahun bisa digunakan untuk bekerja keras, maka hasilnya cukup untuk modal usaha di kampung sendiri. Tergiur dengan gambaran seperti itu, Bang Toyib pun bersemangat untuk ikut bekerja di negeri seberang.

Tahun pertama komunikasi Bang Toyib dengan Romlah sangat lancar. Setiap hari pasti berkomunikasi melalui SMS, kadang-kadang telpon jika Ayu kangen pengen ngobrol dengan bapaknya. Kiriman uang dari Bang Toyib juga lancar, sebagian untuk uang kebutuhan harian, sebagian masih bisa ditabung Romlah. Tahun kedua, komunikasi mulai tidak lancar. Jarang SMS, apalagi telepon, sangat jarang. Kiriman uang masih berjalan namun tidak lancar. Kadang Romlah harus menelpon berkali-kali untuk mengingatkan Bang Toyib bahwa uang belanja sudah habis dan ia tidak bisa membeli makanan untuk anak-anak.

Petaka mulai terjadi di tahun ketiga. Di akhir tahun kedua Bang Toyib menyampaikan pesan akan memperpanjang kontrak dua tahun lagi di negeri jiran itu. Sebenarnya Romlah keberatan dan meminta Bang Toyib pulang saja, seberapapun uang yang berhasil ditabungnya selama bekerja di sana. Dua tahun terpisah dari suami membuat Romlah merasakan kesepian dan didera kerinduan yang amat dalam. Namun Bang Toyib bersikeras memperpanjang kontrak kerja untuk masa dua tahun berikutnya. Dengan sangat berat Romlah akhirnya bisa menerima.

Bang Toyib menceritakan kesulitan proses mendapatkan izin perpanjangan masa kontrak kerja, sehingga terpaksa menggunakan jasa calo tenaga kerja untuk membantunya. Rupanya proses panjang, berliku dan berbelit. Tidak jelas akhir ceritanya seperti apa, karena semenjak itu komunikasi makin tersendat dan akhirnya bahkan terputus sama sekali. Di tahun ketiga inilah mulai terjadi ketidakjelasan yang menimpa hubungan Romlah dan suaminya. Kiriman uang hanya sesekali waktu didapatkan Romlah. Celakanya, Romlah sudah tidak bisa menghubungi Bang Toyib.

Nomer telepon yang selama ini digunakan untuk komunikasi sudah tidak bisa dihubungi lagi. SMS Romlah sudah tidak berbalas. Tidak berputus asa, Romlah mengontak beberapa teman kerja suami yang diketahui nomer telponnya. Namun semua teman kerja itu seperti kompak. Mereka menyatakan sudah tidak mengetahui keberadaan Bang Toyib lagi, karena sudah pindah tempat kerja. Hingga akhirnya berlalu masa yang panjang, penantian tanpa ujung, sepuluh tahun yang menggantung tanpa kejelasan.

Trauma Berumah Tangga

Betapapun Romlah mencoba untuk selalu tegar dan tersenyum di hadapan anak-anaknya, namun toh kesedihan hati Romlah tidak bisa disimpan semuanya. Ayu dan Bagus bisa menangkap kesedihan ibunya, yang dengan setia menemani mereka berdua tanpa kehadiran Bang Toyib. Seluruh persoalan kehidupan ditanggung sendiri oleh Romlah. Semua permasalahan Ayu dan Bagus, diselesaikan sendiri oleh Romlah. Kerasnya kehidupan telah membuat Romlah menjadi wanita perkasa, yang sanggup menghadapi segala tantangan sendirian.

Namun justru ini yang menjadi goresan luka pada diri Ayu dan Bagus. Terutama pada diri Ayu yang telah memasuki masa remaja. Ayu sudah menjelma ABG. Gadis cantik kelas satu SMA Negeri, bahkan sering disebut menjadi kembang di kampung maupun bintang di sekolah. Sebagai cewek cantik, Ayu banyak disenangi teman-teman sekolahnya, maupun teman-teman di lingkungan tempat tinggal. Ayu dipuja banyak teman-teman lelaki yang berlomba ingin memacarinya.

Namun sesungguhnya jiwa Ayu tidaklah seceria penampilannya. Hatinya mendung, pikirannya murung. Ada sejumlah bayangan gelap menggelayuti diri Ayu yang tidak mendapatkan jawaban memuaskan. Setiap mengingat ayahnya, yang didapatkan adalah perasan benci dan marah. Ia merasakan kesedihan yang dialami ibunya. Ayu mengerti kepedihan hati sang ibu kendati sudah berusaha disimpan dan disembunyikan, namun toh sebagai anak perempuan Ayu cukup memiliki kepekaan untuk menangkap sisi-sisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun