3.Keluarga Sakinah Itu Mengutamakan Musyawarah
Ada hal-hal penting dalam kehidupan keluarga yang harus dihadapi dan disikapi dengan tepat dan kompak oleh suami dan istri. Misalnya tentang pendidikan anak. Bagaimana cara mendidik anak, dimana anak akan disekolahkan, akan dicetak menjadi manusia seperti apa anak-anak, hal-hal seperti itu menjadi sangat penting dan harus menjadi kesepakatan antara suami dan istri. Pada keluarga sakinah, mereka mengutamakan musyawarah untuk mendapatkan masa depan terbaik bagi anak-anak. Dalam berbagai hal yang penting dan strategis bagi keluarga, mereka mengutamakan musyawarah. Bukan mengambil sikap serta langkah sendiri-sendiri.
Berbeda dengan keluarga yang tidak sakinah. Mereka tidak bisa melakukan musyawarah. Suami dan istri bersifat tertutup, masing-masing melaksanakan agenda dan keinginanya sendiri. Tidak mempertemukan pendapat, tidak menyamakan persepsi, tidak menyatukan pandangan. Akhirnya anak-anak bisa menjadi korban, karena ayah dan ibu mereka tidak kompak dalam mengarahkan masa depannya. Tidak pernah ada musyawarah yang melibatkan semua anggota keluarga.
4.Keluarga Sakinah Itu Pandai Mengelola Rasa Gelisah
Dalam kehidupan berumah tangga, bisa muncul rasa gelisah yang dupicu oleh kecemburuan, atau kekhawatiran tertentu terhadap pasangan. Misalnya, seorang istri yang cemburu karena melihat suaminya asyik berkomunikasi dengan perempuan lain. Atau seorang suami yang cemburu karena menyaksikan sang istri menjadi fans berat dari lelaki temannya bekerja. Dalam keluarga sakinah, mereka pandai mengelola rasa gelisah ini, dengan melakukan tabayun atau recheck kepada pasangan. Mengkonfirmasikan perasaan, dugaan, dan kekhawatiran. Mengkomunikasikan kecemburuan kepada pasangan. Mereka saling terbuka untuk adanya konfirmasi seperti ini.
Pada keluarga yang tidak sakinah, perasaan gelisah ini sulit untuk diredam. Kecemburuan mudah meledak menjadi kemarahan dan dendam. Kecurigaan mudah berubah menjadi tindakan yang membahayakan diri dan pasangan. Rasa gelisah yang selalu dituruti dengan emosi, bukan dengan nalar sehat. Akhirnya menyewa ‘detektif swasta’ untuk menguntit kemanapun suaminya pergi, menyadap semua pembicaraan suami, memasang chip untuk memata-matai suami, yang itu semua memerlukan biaya besar dan tenaga yang ekstra. Rasa gelisah tidak bisa diselesaikan secara nyata dalam keluarga yang tidak sakinah.
5.Keluarga Sakinah Itu Selalu Berorientasi Jannah
Visi besar yang mengikat keluarga sakinah adalah jannah atau surga. Mereka memiliki visi yang besar, ingin mendapatkan surga dunia dan surga akhirat bersama seluruh anggota keluarga. Untuk itu, tindakan, tingkah laku dan perbuatan anggota keluarga, mengarahkan mereka untuk memiliki ciri-cici sebagai calon penghuni surga. Mereka bekerja sama sebagai sebuah tim yang saling menguatkan, untuk melakukan tindakan yang menghantarkan mereka menuju surga. Suami dan istri menjadi tokoh utama dalam keluarga, yang akan menginspirasi dan memotivasi anak-anak untuk menggapai suasana surga dunia, dan menggapai surga di akhirat kelak.
Berbeda dengan keluarga yang tidak sakinah. Mereka tidak memiliki kejelasan visi, karena sejak awal membangun keluarga tidak disertai dengan kesadaran untuk membangun jalan menuju surga. Lelaki dan perempuan yang saling jatuh cinta, lalu pacaran, lalu menikah, sekedar untuk melampiaskan kesenangan syahwat. Tanpa ada kesadaran Ketuhanan dalam langkah perjalanan kehidupan berumah tangga. Keluarga seperti ini mudah tersesat jalan, karena bahkan tidak mengerti arah yang akan dijadikan tujuan.
Demikianlah beberapa kondisi keluarga sakinah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H