Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Meningkatkan Resiliensi Keluarga?

23 Agustus 2016   06:35 Diperbarui: 23 Agustus 2016   07:25 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa postingan sebelumnya telah saya sampaikan tentang resiliensi (kelentingan) keluarga. Pada dasarnya kelentingan keluarga merupakan hal yang penting untuk menjadikan keluarga yang “tahan banting”, mudah menyesuaikan dengan perubahan-perubahan situasi serta kondisi, juga mudah kembali kepada kondisi normal setelah mengalami permasalahan, tekanan atau keterpurukan.

Semakin tinggi daya resiliensi suatu keluarga, semakin tinggi pula nilai ketahanan keluarga tersebut. Hal ini akan tampak pada kemampuan keluarga tersebut untuk beradaptasi dengan hal-hal baru yang dijumpai dalam kehidupan berumah tangga, menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang muncul akibat adanya perubahan situasi dan kondisi, serta kemampuan untuk melakukan normalisasi pada saat keluarga harus menghadapi situasi yang tidak diharapkan.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana cara meningkatkan resiliensi?

Tiga Prinsip Peningkatan Resliensi Keluarga

Pada dasarnya semua orang memiliki potensi positif dalam dirinya untuk dioptimalkan, serta memiliki lingkungan sekitar yang bisa diolah untuk menjadi daya dukung kebaikan dirinya. Prinsip peningkatan resiliensi dalam diri seseorang maupun keluarga, bisa dilakukan dengan mendayagunakan semua potensi kebaikan dalam diri sendiri dan dalam diri orang yang ada di sekitar.

Ada beberapa sumber yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan resiliensi seseorang dan keluarga, menggunakan tiga prinsip : I Am, I Have dan I Can.

1.I Am

Yang dimaksud dengan prinsip “I am” adalah optimalisasi kekuatan atau potensi yang sudah ada dalam diri seseorang atau keluarga. Potensi tersebut meliputi keyakinan, perasaan, pemikiran, serta tingkah laku yang ada dalam dirinya. Pada dasarnya setiap manusia telah diberikan potensi kebaikan, keutamaan, kemuliaan dalam dirinya, yang harus dikenali, diolah dan dimanfaatkan untuk menghadapi berbagai macam perubahan serta permasalahan dalam kehidupan.

Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuan orang itu untuk menanggungnya, maka Allah berikan berbagai potensi dalam diri setiap manusia yang memungkinkannya untuk menghadapi berbagai beban dalam kehidupan. Individu yang resilien merasa bahwa mereka mempunyai potensi positif yang bisa diolah untuk semakin memperbaiki diri dan bisa diterima oleh orang lain. Mereka berusaha agar selalu dicintai dan mencintai orang lain, agar diterima dan menerima orang lain, agar dimaafkan dan memaafkan orang lain. Mereka sensitif terhadap perasaan orang lain dan mengerti yang diharapkan orang lain terhadap dirinya.

Keluarga yang resilien, memiliki empati dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap semua anggota keluarga. Mereka saling peduli terhadap kondisi yang terjadi pada anggota keluarga lain. Mereka merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan yang dirasakan oleh anggota keluarga lain dan berusaha membantu untuk mengatasi masalah yang terjadi. Suami dan istri saling berusaha untuk bisa empati, orang tua dengan anak berusaha untuk saling empati. Mereka saling peduli dan saling berbagi, karena meyakini masing-masing memiliki potensi dan kemampuan untuk melakukan hal itu.

Ketika mendapatkan masalah atau kesulitan, rasa percaya diri yang tinggi akan membantu mereka dalam mengatasi kesulitan tersebut. Mereka bisa bersikap mandiri dan bertanggung jawab atas kemalangan atau kenelangsaan yang menimpa. Mereka dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik, serta menyelesaikan permasalahan dengan kemampuan mereka sendiri. Mereka mampu mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan serta berani menangung segala konsekuensinya. Keluarga yang resilien memiliki harapan dan kesetiaan yang baik. Mereka yakin bahwa akan kondisi masa depan yang lebih baik.

2.I Have

Yang dimaksud dengan prinsip “I Have” adalah dukungan dari lingkungan di sekitar. Dukungan ini berupa hubungan yang baik dengan semua anggota keluarga, hubungan yang baik dengan keluarga besar, lingkungan pergaulan yang menyenangkan, hubungan dengan tetangga yang harmonis, hubungan dengan teman kerja atau teman organisasi yang menguatkan sisi kebaikan, dan yang semacam itu.

Dengan prinsip “I Have”, seseorang merasa memiliki hubungan yang penuh kepercayaan. Corak hubungan seperti ini menjadi sebuah dukungan yang positif bagi seseorang untuk memiliki kekuatan dan daya tahan dalam kehidupan. Membuat dirinya semakin resilien (lenting) dalam menghadapi berbagai permasalahan dan suasana krisis yang bisa saja datang sewaktu-waktu. Corak hubungan seperti ini bisa diperoleh dari pasangan hidup, orang tua, anak-anak, anggota keluarga yang lain, guru, tetangga, dan teman-teman yang mencintai dan menerima dengan tulus.

Pada keluarga yang memiliki resiliensi tinggi, semua anggota keluarga saling mendukung untuk mandiri dan dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran serta inisiatifnya sendiri. Pengertian dan dukungan yang penuh dari suami, membuat istri merasa sangat berarti dan memiliki makna dalam keluarga. Penghormatan dan dukungan istri, membuat suami merasa nyaman dan berdaya dalam keluarga. Demikian pula dukungan yang diberikan oleh orangtua ataupun anggota keluarga lainnya. akan sangat membantu pembentukan sikap mandiri dalam diri anak.

Suasana keluarga yang saling mendukung satu dengan yang lain akan membuat mereka memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi berbagai permasalahan dan perubahan. Mereka tidak mudah terpuruk dalam penderitaan dan kehancuran, karena memiliki lingkungan keluarga yang positif dan saling mendukung serta saling menguatkan dalam kebaikan.

3.I Can

Yang dimaksud dengan prinsip “I Can” adalah kemampuan untuk melakukan hubungan sosial dan interpersonal yang positif dalam keluarga. Keluarga yang resilien cenderung memiliki kemampuan berkomunikasi efektif antara satu dengan yang lain, serta mampu berinteraksi dengan corak yang menyenangkan. Keluarga yang resilien mampu memecahkan masalah dengan baik dan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan masing-masing dengan baik.

Ketika terjadi permasalahan dalam keluarga, mereka bisa duduk bersama membahas dan mencari solusi atas masalah tersebut. Mereka mampu mengendlikan emosi dan kemarahan, sehingga tidak melakukan tindakan kekerasan serta tindakan yang bisa mengancam atau membahayakan pihak lain. Walaupun memiliki perbedaan pendapat dan pandangan, mereka tetap saling bisa menghargai. Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi inilah yang menyebabkan berbagai permasalahan menjadi mudah diselesaikan.

Apabila masalah dalam keluarga sudah tidak mampu mereka selesaikan secara mandiri, maka mereka bisa menentukan pihak yang tepat untuk meminta bantuan guna mencari penyelesaian masalah keluarga tersebut. Mereka tidak melarikan diri dari masalah, atau melempar kesalahan pada pihak lain karena merasa benar sendiri. Mereka juga tidak melakukan curhat secara sembarangan, karena menyadari bahwa permasalahan harus diselesaikan secara tepat tanpa membongkar aib pihak lain secara terbuka.

Demikianlah tiga prinsip yang bisa digunakan dalam mengoptimalkan potensi dalam diri dan potensi orang-orang di sekitar. Dengan tiga cara ini diharapkan keluarga memiliki resiliensi yang tinggi sehingga mampu keluar dari masalah atau krisis dengan baik dan tepat. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan cara yang baik dan tidak menimbulkan kerusakan pada keluarga.

Bahan Bacaan:

Diana Setiyawati, Ph.D., Modul Resiliensi, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun