Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Suami Sulit Mengekspresikan Perasaan?

11 Agustus 2016   06:24 Diperbarui: 11 Agustus 2016   07:39 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Saya tidak apakah suami saya masih mencintai saya. Saya sudah lupa kapan terakhir kali dia mengucapkan kata cinta kepada  saya. Jangan-jangan dia mengucapkannya kepada perempuan lain”, ujar seorang istri di ruang konseling.

“Saya tidak tahu sebenarnya suami saya itu senang gak sama saya. Apakah dia pernah rindu kepada saya, apakah dia merasa memerlukan saya.... Saya tidak tahu semua itu, karena dia tidak pernah mengucapkannya...”, ujar seorang istri pada kesempatan yang berbeda.

Ungkapan seperti itu sering kami jumpai di ruang konseling. Banyak istri yang merasa ragu akan cinta suami mereka, disebabkan para suami tidak pernah mengucapkan dengan verbal. Sang istri menjadi ragu apakah suaminya benar-benar cinta dan sayang kepada dirinya, ataukah sang suami sudah bosan dan tidak memerlukan dirinya lagi.

Istri Butuh Kepastian

Rata-rata kaum perempuan memerlukan kepastian. Ia ingin dicintai, dirindukan, disayang dan dibutuhkan oleh suami. Ia ingin mendengar atau melihat ekspresi cinta dari sang suami. Namun kadang ucapan mesra yang ditunggu itu tidak kunjung tiba. Tidak ada kalimat pujian, tidak ada terimakasih, tidak ada kata cinta dan sayang. Yang ada hanya omongan biasa sehari-hari untuk berkomunikasi.

Pada kalangan kaum perempuan yang di masa lajangnya memiliki banyak fans dan pemuja, setelah menikah kalimat-kalimat rayuan dan pujian itu kini tidak ada lagi. Dulu begitu banyak lelaki memuja dirinya, mengharap dirinya, membutuhkan dirinya, mengejar dirinya. Setelah menikah, tidak ada lagu puja puji itu, hidup serasa sangat sepi dari kemesraan dan kemanjaan. Pada titik tertentu ia mulai mempertanyakan cinta dan kesungguhan sang suami.

“Bagaimana saya tahu bahwa ia masih mencintai saya kalau ia tidak pernah mengatakannya?” tanya seorang istri.

Bagi banyak kalangan istri, ungkapan verbal itu penting. Sama pentingnya dengan perbuatan yang memberikan afirmasi atas perasaan cinta itu sendiri. Hal ini menandakan, sifat umum kaum perempuan itu memerlukan kepastian. Mereka tidak ingin berada dalam suasana yang terombang-ambing dalam ketidakpastian.

“Kalau cinta yang ngomong dong. Masa diam saja. Dia juga tidak pernah memuji kecantikan saya, padahal teman-teman saya saja banyak yang mengatakannya langsung kepada saya. Malah dia tidak pernah”, ujar seorang istri.

Baginya, sang suami sangat pelit berkata-kata. Ia merasa kesepian, karena di luar rumah banyak sekali para pemuja kecantikan dirinya, sementara di rumah ia tidak memiliki fans yang memujanya..

Suami Sulit Mengekspresikan Perasaan

Sesungguhnya yang terjadi pada diri sang suami bukanlah soal tidak cinta, tidak rindu, tidak sayang atau tidak membutuhkan istri. Hanya saja, pada banyak kalangan suami, mereka kesulitan untuk mengekspresikan perasaan melalui kata-kata verbal. Saat merasakan rindu, hanya disimpan saja dalam hati. Saat merasa bahagia, hanya diam saja. Saat merasakan demikian cinta dan butuh kepada istri, itupun tidak diucapkan. Saat melihat sang istri begitu cantik, tidak ada kalimat pujian untuknya.

Pada sebagian kaum laki-laki, mereka menganggap tidak penting atau tidak perlu mengucapkan kata-kata cinta atau sayang. Bagi mereka, bekerja, mencari nafkah, mencukupi kebutuhan keluarga, sudah lebih dari sekedar kata-kata cinta. Dengan logikanya, sebagian kaum laki-laki menganggap tidak ada kepentingannya untuk mengekspresikan rasa cinta dengan kata-kata.  

“Saya bekerja siang malam, dan semua hasilnya untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga. Apa ini bukan bukti cinta saya kepada istri dan anak-anak? Apa masih diragukan lagi?” ujar seorang suami.

“Masa iya saya harus bilang i love you setiap hari...... Kayak orang pacaran saja....” ujar suami lainnya.

Sifat umum lelaki yang lebih banyak menggunakan akal atau logika dalam interaksi, membuatnya menganggap tidak penting untuk memverbalkan perasaan. Sementara kaum perempuan yang lebih banyak menggunakan perasaan, menganggap penting kata-kata verbal. Di sini sering membuat suasana tidak bersambut satu dengan yang lainnya.

“Yang namanya suami istri itu ya mesti saling mencintai. Kalau tidak cinta kan mereka tidak akan menikah. Ini hal yang sudah jelas. Jadi tidak perlu diomongkan pun semua sudah tahu. Lalu untuk apa ngomong i love you lagi?” ujar seorang suami.

“Istri saya memang cantik. Itu salah satu alasan saya menikahinya dulu. Karena ia memang cantik, lalu apa iya harus diomongin terus tiap hari? Itu kan justru aneh....” ungkap seorang suami.

“Apa pentingnya ngomong tentang kecantikannya? Menurut saya gak ada pentingnya sama sekali....: kata seorang suami.

Semakin rajin dan keras bekerja, bagi banyak laki-laki, itu sekaligus menunjukkan semakin besar pula kadar cinta terhadap keluarga. Maka mestinya hal itu diapresiasi sebagai bukti cinta yang sangat nyata, maka banyak suami tidak terima bahwa dirinya dituduh tidak cinta atau tidak perhatian kepada istri hanya karena tidak pernah mengucapkannya.

Penting Untuk Membicarakan Hal Yang Tidak Penting

Sesungguhnya yang diperlukan oleh suami dan istri adalah belajar saling mengerti dan saling menyesuaikan diri. Hendaknya para istri bisa menangkap sinyal cinta dari sang suami walaupun ia tidak pernah mengatakannya. Hendaknya para suami belajar untuk mengungkapkan secara verbal rasa cinta dan rindunya, walau menurutnya itu tidak perlu dan tidak penting. Bukankah dalam hidup berumah tangga kita tidak selalu melakukan hal yang penting-penting saja?

Bahkan dalam realitasnya, omongan yang membuat nyaman antara suami dan istri itu justru hal-hal ringan dan cenderung tidak penting. Maka para suami hendaknya mengerti, adalah hal yang penting untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting bersama istri. Karena hal ini akan merekatkan hubungan dan menguatkan cinta di antara anda berdua. Jangan membatasi omongan yang anda anggap penting dan mendesak saja. Hal-hal sepele yang sering anda anggap tidak penting, justru penting untuk menguatkan keharmonisan keluarga anda.

“Kamu cantik. Aku cinta kamu. Nih aku sudah ngomong. Puas?”

“I love you darling. Aku dah bilang ya... Masih kurang?”

Tentu bukan seperti itu cara ngomongnya..... Ayolah saling belajar mengerti dan menyesuaikan diri. Jika memang untuk kebaikan keluarga, mengapa tidak mau mengucapkannya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun