Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cari Jodoh? Pilih yang Ori

6 Agustus 2016   08:16 Diperbarui: 6 Agustus 2016   08:48 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang anak kecil disuruh bapaknya membeli korek api. Bukan korek api gas, namun korek api yang dengan batang kayu dalam satu kotak kecil.

“Belikan Bapak korek api ya Nak. Ingat, beli yang bagus”, kata Bapak.

Berangkatlah si anak ke warung membeli korek. Lalu ia mencoba satu per satu batang korek api itu. Setelah sampai di rumah ia berikan korek api kepada sang Bapak.

“Ini Pak korek apinya. Sudah aku coba bagus semuanya”, kata sang anak dengan bangga.

“Lho, tapi mana isi korek apinya? Ini kan cuma wadahnya saja...” tanya Bapak.

“Isinya habis Pak. Kan Bapak yang menyuruh untuk membeli yang bagus. Jadi harus aku coba dulu untuk memastikan apakah korek apinya bagus atau tidak. Setelah aku coba, semuanya bagus....”

Untuk memastikan bahwa korek api yang akan dibeli bagus, tentu tidak perlu mencoba satu per satu. Karena sudah bisa dilihat dari penampilannya. Apakah tampak kuat, rapi, keras, meyakinkan, ini semua bisa diketahui dari pengenalan dan pengamatan. Demikian pula merek, sudah bisa menjadi jaminan kualitas produk tanpa harus mencoba terlebih dahulu. Tentu menjadi absurd saat harus mencoba satu per satu korek api agar mengetahui kualitas apakah bagus atau tidak.

Anda langsung membei baju di mal tanpa harus mencobanya terlebih dahulu selama satu bulan atau satu tahun untuk mengetahui apakah  baju itu pas, bagus, dan berkualitas. Nyatanya anda datang ke mal, melihat baju, mengamati, meneliti, kemudian transaksi. Anda cukup meneliti celana Jeans yang akan anda beli, melihat ukuran, mengamati warna, model dan setelah itu langsung membawa ke kasir untuk transaksi. Kalaupun mencoba di ruang pas, itu karena ada kebolehan untuk melakukannya. Bukan illegal atau melanggar aturan. Di beberapa toko ada larangan bagi pembeli untuk mencoba pakaian yang akan dibeli.

Terlalu polos dan bodoh jika dengan alasan ingin mengetahui kecocokan, lalu mencoba-coba semuanya. Tidak demikian perilaku orang cerdas.

Pilih Yang Ori, Jangan “Kw

Saat membeli asesoris untuk smartphone atau gadget, anda mengetahui bahwa yang ori lebih mahal, lebih bagus dan lebih berkualitas daripada yang “kw”.  Barang ori itu terjaga, terjamin kualitasnya, masih ada segelnya. Barang “kw” memiliki kualitas di bawah yang ori, maka harganya juga lebih murah, garansinya bahkan kadang tidak ada.  Tidak ada yang memberikan jaminan atas kondisi dan kualitasnya.

Jika anda mencari calon pasangan hidup, pastikan anda memilih yang ori. Yang belum terbuka segelnya, yang belum pernah digunakan untuk coba-coba banyak orang. Jika sudah tidak bersegel, artinya sudah tidak ori lagi. Ada wanita yang sudah dijamah banyak lelaki, ada lelaki yang sudah dijamah banyak wanita. Mereka melampiaskan kesenangan syahwat, tanpa berpikir penyakit dan kerusakan moral yang muncul akibat kebebasan pergaulan. Demi kesenangan sesaat, demi melepas kegalauan, demi identitas global, mereka merayakan itu semua dengan ekspresi kebebasan tanpa aturan, tanpa batasan.

Mereka berganti-ganti pasangan, tanpa ada perasaan jijik dan muak. Bersenang-senang saja tanpa ada pertanggungjawaban. Yang dicari hanyalah sensasi syahwat, yang dilampiaskan dengan berbagai ekspresi. Seperti piala bergilir, seperti barang pajangan yang boleh dibawa oleh siapapun. Lelaki dan wanita semacam ini sudah kehilangan harga diri. Tubuhnya drelakan untuk pemuas birahi, dengan dalih saling menikmati dan sama-sama senang, tanpa paksaan. Apa lagi yang masih tersisa dari orang-orang seperti ini?

Sebagian yang lain lagi senang berganti-ganti pacar dengan alasan menemukan yang cocok. Ketika pacaran dua tahun lalu tidak cocok, putus pacar dan cari pacar lagi. Baru setahun pacaran merasa tidak cocok, putus lagi. Dapat pacar baru dan mulai pacaran sampai empat tahun ternyata tidak cocok lagi. Begitu seterusnya orang yang ganti-ganti pacar karena merasa tidak ada yang cocok. Jadilah perilaku ini sebagai tabiat dan karakter, karena berlangsung dalam waktu yang lama. Mudah kecewa, mudah tergoda, tidak setia, dan ini bisa menjadi karakter hingga saat berumah tangga. Sudah punya suami atau istri, merasa bosan, lalu pengen cari yang baru lagi.

Rusaklah rumah tangga kalau suasana mereka seperti ini. Tidak ada kesetiaan, tidak ada kesabaran, tidak ada ketenangan. Selalu pengen mencoba-coba dan tidak percaya kepada pasangan, karena menggunakan tolok ukur dirinya sendiri. Orang yang banyak ganti pacar, mudah mencurigai pasangannya kelak ketika sudah berkeluarga. Ia menganggap pasangannya tidak setia, padahal dirinya juga tidak setia. Inilah pasangan “kw”, tidak ori. Tidak menjaga diri, tidak menjaga kehormatan dan kesucian hati.

Ibarat membeli mobil, beda antara mobil baru dengan mobil bekas. Beda pula antara mobil bekas pribadi dengan bekas taksi. Mobil baru masih ori, ada segel dan garansi. Mobil bekas pribadi masih terjaga dan terawat rapi. Namun mobil bekas taksi, sudah sangat lelah dan tidak ada rekam perawatannya. Sudah terlalu banyak dipakai berjalan dengan ganti-ganti sopir dan penumpang, tanpa perawatan yang memadai.

Carilah calon pasangan hidup yang ori, yang menjaga kehormatan, yang menjaga kesucian hati, yang tidak mengobral diri. Mereka itulah calon pasangan yang bisa diajak membangun rumah tangga  dan menurunkan generasi. Mereka inilah yang memiliki kejelasan visi dan misi. Menikah dan berumah tangga tidak hanya untuk kesenangan duniawi, namun memiliki dimensi ukhrawi. Maka jangan memilih calon pasangan yang tidak mau mentaati aturan Ilahi.

Kembali Ke Titik Nol

Bagaimana jika sudah terlanjur tidak ori? Kembalilah ke titik nol. Lakukan taubat nasuha, membersihkan kekotoran, membersihkan dosa, mensucikan noda. Perbarui taubat anda setiap hari, agar jiwa anda terbebaskan dari pengaruh keburukan di masa lalu. Terus menerus mendekat kepada Allah, memohon ampunan, merasa menyesal, berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dikubur dalam taubat.

Para lelaki dan wanita yang selama ini terjerat pergaulan bebas, hendaknya segera mengakhiri dan memperbaiki diri. Bangsa ini memerlukan orang-orang yang memiliki karakter dan jati diri. Jangan rusak  masa depan kalian dengan perbuatan yang keji. Jaga masa depan bangsa dan negara dengan berbenah diri.  Kebaikan kalian semua adalah kebaikan masa depan negeri ini. Kerusakan kalian semua adalah kehancuran masa depan negeri. Kembalilah kepada tuntunan Ilahi, bersihkan diri, kuatkan motivasi.

Jika anda sudah bertaubat dari keburukan masa lalu, atau anda menemukan calon pasangan yang telah bertaubat dari kejelekan masa lalu, maka kondisi orang yang bertaubat itu kembali ori. Sepanjang taubatnya benar, maka ia terbebas dari kesalahan dan keburukan masa lalu. Inilah yang saya maksud kembali ke titik nol. Kembali hidup dalam kebenaran, dalam kebaikan. Menjauhi kerusakan, menjauhi kebobrokan.

Anda bisa memulai hidup baru dalam keluarga bersama pasangan tercinta. Anda berdua selalu memperbarui taubat setiap hari, saling menguatkan dalam kebaikan, saling menjaga, saling melindungi, saling setia. Meniti hidup bersama pasangan tercinta dalam ikatan pernikahan suci. Mereguk kebahagiaan hakiki hingga ke surga-Nya nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun