“Ya Rasulallah, aku mempunyai wajah yang cantik sebagaimana engkau lihat, sedang Tsabit adalah seorang laki-laki yang buruk rupanya”.
“Wahai Rasulullah, kepalaku tidak dapat bertemu dengan kepala Tsabit selama-lamanya. Aku pernah menyingkap kemah, maka aku melihat dia sedang bersiap-siap, ternyata dia sangat hitam kulitnya, sangat pendek tubuhnya dan sangat buruk wajahnya”, tambah Habibah.
Dengan pengaduan tersebut, Habibah dikabulkan permohonan cerainya oleh Nabi Saw. Sekali lagi, bukan karena akhlaq atau perangai Tsabit yang buruk, bukan karena kekerasan dalam rumah tangga. Tak ada perbuatan zhalim Tsabit dalam kisah di atas. Yang ada adalah ketidakcocokan Habibah terhadap bentuk fisik Tsabit yang digambarkan sebagai, “sangat hitam kulitnya, sangat pendek tubuhnya, dan sangat buruk wajahnya”. Kekhawatiran Habibah adalah perasaan tidak bisa menerima kondisi fisik suami tersebut berkembang menjadi pembangkangan, sehingga bernilai kekufuran.
Pelajaran bagi kaum laki-laki adalah, hendaknya memilih istri yang bisa menerima kondisi dirinya, baik secara fisik maupun nonfisik. Karena wanita super cantik ---yang hidup di zaman sekarang--- akan banyak lelaki yang menyukainya, mengejarnya, dan menghendaki untuk memilikinya. Wanita ini memiliki banyak pembanding, dari ribuan lelaki yang memuja dan mengharapkan ia menjadi istri. Karena itu, saat menjumpai hal yang tidak sesuai dengan harapan dalam kehidupan rumah tangga, ia bisa cepat merasakan kesengsaraan. Di saat seperti itu, ia mudah membandingkan suaminya dengan sekian banyak laki-laki yang hingga kini masih berharap kepada dirinya.
Dalam sudut pandang laki-laki, hal ini bisa diambil hikmah dalam konteks bab “tahu diri”. Karena pada diri para laki-laki lajang memang ada dua bab dalam memilih calon istri. Pertama adalah bab “percaya diri” yang harus ada pada diri laki-laki lajang untuk meminang wanita pujaan hati. Namun harus ada bab kedua yaitu “tahu diri”, yang membuat harapannya lebih dirasionalisasi. Jika mengharapkan wanita yang “terlalu cantik”, yang tidak sebanding atau setara dengan kondisi dirinya, dikhawatirkan ada “ketidakmenerimaan” dari pihak wanita yang disebabkan karena kondisi fisik.
Dalam kisah legenda kita mengenal kisah Roro Jonggrang yang dipaksa menikah dengan Bandung Bondowoso. Tentu Roro Jonggrang tidak happy, karena dipaksa menikah dengan lelaki yang tidak dikehendakinya. Demikian kisah pula Roro Mendut yang dinikah oleh Tumenggung Wiroguno namun tidak happy. Kisah Siti Nurbaya yang dipaksa menikah dengan Datuk Maringgih juga menghiasai khazanah kisah kehidupan percintaan di tanah air. Namun bukan hanya di zaman Roro Jonggrang atau Siti Nurbaya, ternyata di zaman cyber saat ini masih ada lelaki yang menggunakan bahkan menghalalkan segala cara demi mendapatkan seorang wanita untuk menjadi istrinya.
Seorang wanita muda dan cantik mengadu di ruang konseling. Ia melarikan diri dari rumah karena dipaksa orang tuanya menikah dengan seorang pengusaha kaya raya, sementara ia sudah memiliki kekasih seorang pemuda tampan dan baik hati. Wanita ini tidak mau menikah walau calon suami pilihan orang tuanya sangat kaya raya dan terpandang di masyarakat. Dengan pengaruh hadiah dan bantuan ekonomi yang besar kepada orang tua si wanita, maka pengusaha ini mendapatkan dukungan penuh dari orang tua si wanita untuk menikahi anak gadisnya. Tapi, anak gadis ini tidak tergoda oleh kemilau harta benda.
Dilihat dari sudut pandang lelaki, ada hal yang sangat tidak elok dilakukan. Bahwa ia menggunakan harta kekayaan untuk memaksakan kehendak menikahi wanita melalui orang tuanya. Kalaupun seandainya ia berhasil menikahi wanita tersebut, ia hanya akan mendapatkan fisiknya saja, dan tidak mendapatkan hatinya. Lalu dimana letak bahagianya hidup berumah tangga? Pelajaran penting dari sudut laki-laki adalah, jangan mudah terpesona dan tergoda oleh kecantikan wanita. Secantik apapun ia, jika tidak bisa menerima anda sepenuh hati, justru hanya akan menyakitkan anda sepanjang hidup berumah tangga nantinya.
Pilihlah wanita bersahaja yang bisa menerima anda dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri anda. Mungkin nilai kecantikannya hanya di angka 55 atau 60 dari nilai maksimal 100 yang anda harapkan, namun kebaikan hatinya lebih penting untuk memberikan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup berumah tangga.
Ini kisah tentang lelaki yang mencemburui dan mengkhawatirkan kondisi istrinya di zaman Nabi Saw. Seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw mengadukan kondisi isterinya.