"Ini semua adalah kesalahannya. Sejak awal menikah dia selalu melakukan kesalahan", ujar seorang suami.
"Bukan saya yang mengawali. Ini semua bermula dari kesalahannya. Dia yang menyakiti hati saya", bantah sang istri.
Suasana konflik suami istri dengan saling menyalahkan pasangan sangat sering dijumpai di ruang konseling. Suami dan istri merasa tidak bersalah, dan melempar kesalahan hanya pada pihak pasangan. Seakan-akan pasangannya yang salah dan dia berada pada pihak yang benar.
Untuk mewujudkan ketahanan keluarga, ada beberapa aspek yang sangat penting dan signifikan untuk mendapatkan perhatian. Pada empat postingan terdahulu, berturut-turut telah saya sampaikan tentang tentang aspek persiapan menjelang pernikahan, aspek pembinaan hidup berumah tangga, aspek pemberdayaan keluarga, dan aspek pencegahan. Pada kesempatan kali ini akan saya sampaikan tentang aspek penyelesaian masalah.
Ketika sudah terlanjur terjadi problem, masalah atau konflik dalam keluarga, maka pada dasarnya problem tersebut harus diselesaikan secara mandiri oleh setiap keluarga. Suami dan istri harus berusaha secara bersungguh-sungguh mengurai dan mencari solusi atas masalah dan konflik yang terjadi sepanjang kehidupan. Mereka harus memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup berumah tangga, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelesaikan persoalan keluarga, kecuali mereka sendiri. Suami dan istri harus kompak sehingga mudah mencari solusi atas setiap persoalan yang datang.
Berani Berbuat, Berani Menanggung Akibat
Sepanjang pengalaman menjadi pendamping permasalahan keluarga di Jogja Family Center, kami meyakini bahwa permasalahan keluarga selalu ada andil dari kedua belah pihak, dari suami dan istri. Artinya, jangan melempar kesalahan hanya pada satu pihak saja. Seakan-akan hanya murni kesalahan suami, atau murni kesalahan istri. Kesalahan terbesar dari suami dan istri adalah ketika mereka tidak merasa bersalah.
Bahkan dalam kasus yang parah sekalipun ---seperti perselingkuhan--- selalu ada andil dari kedua belah pihak hingga memunculkan kesalahan seperti itu. Misalnya, dalam kasus suami berselingkuh dengan perempuan lain, tentu yang salah adalah sang suami, karena dia yang selingkuh. Namun bisa ditelisik sikap istri selama ini, apakah sudah melayani dan menjaga suami dengan baik? Demikian pula ketika ada istri selingkuh, tentu yang salah adalah sang istri, karena dia yang selingkuh. Namun bisa dilihat sikap suami selama ini, apakah sudah menyayangi dan melindungi istri dengan baik?
Oleh karena itu, sikap merasa tidak bersalah, dan melempar kesalahan hanya kepada pasangan, merupakan sebentuk kesalahan tersendiri dari suami atau istri. Jika seseorang terkena penyakit flue, kita bisa menyalahkan virus yang menyerang, karena dampak dari serangan virus itulah seseorang bisa terkena flue. Namun yang harus lebih dievaluasi lagi adalah kondisi imunitas orang tersebut, karena virus flue itu ada dimana-mana dan siap menyerang siapa saja. Jika imunitas seseorang baik, maka ia tidak akan terkena inveksi virus, walau tengah berada di ruang yang penuh dengan virus.
Suami dan istri harus menguatkan imunitas dalam diri masing-masing, lalu secara bersama-sama meningkatkan imunitas dalam keluarga mereka. Sebagai pasangan, mereka harus selalu bergandengan tangan untuk menguatkan, menjaga, melindungi satu dengan yang lainnya. Begitu “gandengan” ini lepas, membuat mereka berdua mudah untuk terkena “virus pergaulan”, atau terjebak dalam persoalan-persoalan yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Hendaknya suami dan istri ingat, bahwa keputusan dan tindakan apapun yang mereka lakukan, selalu bisa berdampak bagi pasangan dan keluarga. Misalnya, suami yang diam-diam berhutang dalam jumlah banyak melalui sebuah bank. Semula ia membayangkan hutang itu adalah tanggungan dirinya sendiri. Namun saat ia tidak bisa mengembalikan hutang, bisa jadi tanggungan berat bagi istri maupun anggota keluarga yang lain. Ada rumah yang disita oleh bank karena digunakan sebagai agunan hutang. Dampaknya semua keluarga ikut menanggung.
Itu hanya contoh sederhana, untuk menggambarkan bahwa kehidupan keluarga itu saling terhubung satu dengan yang lain. Maka segala tindakan dan sikap bisa memiliki dampak yang luas bagi pasangan. Dengan memahami hal seperti ini, sikap merasa tidak bersalah menjadi sulit diterima. Bagaimana ia merasa tidak bersalah? Padahal semua saling terhubung dan saling mempengaruhi. Keduanya selalu memiliki saham kesalahan dalam setiap persoalan hidup berumah tangga. Besar atau kecilnya saham tentu berbeda-beda, namun tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab.
Oleh karena itulah di saat suami dan istri tengah menghadapi badai permasalahan rumah tangga, mereka berdua hendaknya siap melakukan perbaikan dengan jalan mencari solusi secara bersama-sama. Jangan mencari solusi sendiri-sendiri, yang berdampak mereka semakin terjauhkan satu dengan yang lainnya. Pada situasi mereka menghadapi konflik atau permasalahan, justru harus semakin kuat berpegangan dan bergandengan. Bukan berlepasan dan saling menyalahkan. Apapun yang terjadi dalam rumah tangga kita, adalah akibat dari perbuatan dan sikap kita.
Lebih detail terkait manajemen konflik keluarga, silakan disimak disini.
Saat Memerlukan Bantuan Pihak Lain
Namun kadang ada kondisi dimana keluarga sudah tidak mampu lagi menyelesaikan persoalan internal mereka. Pada situasi seperti itu, diperlukan kehadiran pihak ketiga untuk membantu mencari penyelesaian masalah keluarga. Pihak ketiga ini bisa berasal dari keluarga, atau dari orang-orang dekat yang dipercaya, atau dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, atau dari kalangan profesional. Yang dimaksud kalangan profesional, seperti psikolog, psikiater, konselor, mediator dan yang semacam itu.
Pemerintah dan berbagai pihak terkait hendaknya memfasilitasi bimbingan dan konseling keluarga bagi masyarakat yang memerlukan. Pemerintah dan berbagai pihak terkait bisa menyediakan tenaga konselor keluarga maupun relawan yang dibekali untuk melakukan konseling keluarga. Konseling keluarga bertujuan memberikan penguatan setiap keluarga untuk menyelesaikan problematika mereka sendiri.
Nah, disini kita melihat, program konseling itu hanya satu bagian kecil dari seluruh aspek pembentuk ketahanan keluarga, namun perannya sangat vital. Jika dilihat dari porsinya, konseling itu hanya sepotong kecil dari seluruh aspek ketahanan keluarga, namun tanpa konseling, semakin banyak persoalan hidup yang tidak terpecahkan. Porsi terbesar pembentuk ketahanan keluarga adalah aspek pembinaan hidup berumah tangga. Karena aspek yang ini bercorak long life education, pembelajaran tiada henti sepanjang hidup manusia, sebagaimana telah disampaikan dalam postingan terdahulu.
Pembinaan hidup berumah tangga tidak terkait dengan ada tidaknya masalah, namun sudah menjadi kewajiban hidup untuk terus menerus belajar menjadi diri dan keluarga yang lebih baik. Sedangkan konseling hanya dilakukan saat sudah menghadapi masalah yang tidak mampu diselesaikan secara mandiri oleh suami dan istri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H