Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Panik Saat Anak Anda Berperilaku Atraktif

10 Mei 2016   06:11 Diperbarui: 10 Mei 2016   10:54 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi : mentalhealthrehab.com

Anak balita Anda mudah menangis, emosional dan cenderung sulit dikendalikan? Anak Anda senang bertingkah atraktif? Jangan panik. Sebagai orang tua bersikaplah tenang, dan jangan terprovokasi oleh kondisi anak yang menunjukkan sikap emosional. Kadang dijumpai orang tua yang cepat memberi perhatian terhadap anak yang menangis meraung, atau berteriak-teriak, berguling-guling, atau melakukan tindakan atraktif lainnya. Apalagi ketika hal itu dilakukan anak di tempat umum atau dilihat oleh banyak orang.

Dalam situasi kepanikan, orang tua biasanya segera datang, menghampiri anak dan memberikan perhatian berlebih. Bahkan tidak jarang dijumpai, orang tua segera memberikan apa yang menjadi keinginan anak. Jika ia menangis keras karena ingin mainan, dengan cepat orang tua segera memberikan mainan, agar anak segera diam dan tenang. Jika anak menghendaki makanan kesukaannya, orang tua segera membelikan makanan agar si anak segera diam. Hal ini pernah saya posting sebelumnya di Kompasiana.

Rentetan peristiwa dan kebiasaan seperti ini membuat anak memiliki rumus, “Jika ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah, tunjukkan perilaku negatif dan atraktif”. Maka tindakan praktis orang tua yang segera memberikan keinginan anak semata-mata agar anak cepat tenang dan diam, membuat anak semakin sering menunjukkan perilaku negatif dan atraktif. Anak cenderung semakin sulit diatur dan dikendalikan orang tua, bahkan memiliki senjata untuk mengancam orang tua jika ia memiliki keinginan.

Jacob Azerrad dan Paul Chance, dua psikolog anak, menulis artikel berjudul “Why Our Kids Are Out of Control: Focusing on Good Behavior Decreases the Instance of Misbehavior” di portal Psychology Today menyatakan, selama ini orang tua lebih memperhatikan sikap buruk anak ketimbang perilaku baiknya. Jacob dan Paul mengutip penemuan Glenn Latham, Ed.D, seorang konsultan pendidikan, yang mengungkapkan data bahwa orang dewasa cuek pada 90% sikap baik anak-anak. Mereka justru lebih memperhatikan anak-anak saat bertingkah laku yang tidak baik.

Sebagian orang tua memiliki prinsip, ketika anak bertingkah laku negatif, orang tua memberikan perhatian dengan mengajak anak melakukan tindakan yang lain. Tujuannya agar anak tidak fokus kepada sebab yang membuatnya berperilaku negatif. Namun menurut Jacob dan Paul, membuat anak tertarik pada hal lain seperti ini justru semakin membuat mereka berperilaku agresif. Jacob dan Paul mengingatkan, perbuatan mengalihkan perhatian ke hal lain di saat anak melakukan hal negatif bukanlah tindakan yang tepat.

Pada prinsipnya Jacob dan Paul menyarankan agar orang tua lebih fokus memberikan perhatian kepada anak justru di saat mereka berperilaku baik. Dengan konsisten melakukan tindakan seperti ini, anak akan dibuat percaya bahwa mereka akan mendapatkan perhatian yang diinginkan justru apabila berperilaku akomodatif. Mereka juga dibuat mengerti bahwa tindakan agresif, atraktif dan negatif tidak membuat mereka mendapat perhatian.

Melatih Anak Berperilaku Positif

Memang sulit untuk melakukan tindakan yang tepat pada anak saat mereka menunjukkan sikap tidak baik. Orang tua perlu membiasakan diri untuk bersikap tenang di saat anak-anak menunjukkan sikap atraktif yang bermaksud untuk meminta perhatian. Jangan memberikan perhatian di saat anak melakukan tindakan atraktif. Sebaliknya, orang tua harus belajar konsisten untuk memberikan perhatian ketika anak berperilaku positif dan akomodatif.

Ada beberapa kebiasaan dan tindakan yang perlu dilakukan orang tua untuk mengatasi anak yang sulit dikontrol, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Berikan perhatian terhadap anak saat ia menunjukkan sikap positif
Prinsip ini sangat penting untuk menjadi cara pandang orang tua terhadap anak. Karena Anda ingin anak Anda bersikap positif dan akomodatif, maka berikan perhatian justru ketika anak menunjukkan sikap-sikap yang baik dan manis. Sikap baik yang dimaksud, misalnya ketika anak mudah menurut, tertib, bersikap tenang, cepat mengatasi rasa kecewa, tidak mengambek, akomodatif dan menunjukkan ketertarikan untuk belajar.

Saat orang tua melihat sikap-sikap positif seperti itu pada anak, berikan mereka perhatian penuh. Jika hal ini konsisten dilakukan orang tua, anak akan mengerti bagaimana cara agar bisa mendapatkan perhatian dari orang tua.

2. Berbicara dengan anak untuk mengingatkan sikap positifnya
Di waktu-waktu tertentu, beberapa menit sampai beberapa jam setelah suatu tindakan positif dilakukan anak, ingatkanlah anak tentang sikap positif yang dilakukannya. Hal ini bermaksud untuk meneguhkan ingatan anak, bahwa ia mendapatkan perhatian karena berbagai tindakan positif yang dilakukannya. Anak akan mengetahui bahwa setiap tindakan positif akan membuat orang tua semakin senang dan sayang kepada dirinya.

Misalnya ketika orang tua melihat anaknya merapikan mainan setelah selesai digunakan bermain-main, beberapa waktu kemudian hendaknya orang tua mengingatkan ia tentang tindakan positif tersebut. “Waw, luar biasa. Kamu rajin sekali Andi. Bapak melihat kamu tadi merapikan sendiri mainan kamu”. Dengan ungkapan ini, anak menjadi ingat bahwa tindakan merapikan mainan adalah positif dan disukai orang tua. Ia akan cenderung melakukannya lagi di waktu lain.

Contoh lain, ketika melihat anak melakukan tindakan menolong teman yang jatuh, beberapa saat setelah kejadian itu orang tua hendaknya mengatakan, "Ibu tadi pagi di sekolah melihat kamu menolong si Budi yang jatuh dari sepeda. Kamu ingat kan? Itu bagus sekali, Nak".

Di waktu lain, orang tua mengatakan, "Kamu tadi di sekolah membantu Sinta merapikan mainannya ya? Ibu senang sekali melihatnya." Pengingatan seperti ini penting dilakukan, agar anak mengetahui jenis tindakan apa yang membuat dirinya mendapat perhatian.

3. Berikan pujian atas sikap positif anak
Saat anak bisa mengingat tindakan positif yang dilakukan, sebagaimana poin kedua di atas, segera berikan pujian atas tindakannya. Hal ini membuat peneguhan kepada anak, bahwa dirinya mendapat poin kebaikan dari orang tua karena tindakan positif yang dilakukannya. Pujian bisa diberikan dalam semua hal positif yang dilakukan anak, sehingga anak semakin termotivasi untuk melakukan sebanyak mungkin perbuatan positif.

Orang tua bisa mengatakan hal-hal berikut, sebagai bentuk pujian atas tindakan positif anak:

"Kamu baik sekali tadi membantu Budi. Kamu anak yang hebat. Bapak bangga kepadamu."

“Subhanallah, kamu memang anak super. Kamu sudah menyelesaikan PR dengan sempurna. Ibu sangat senang melihatnya.”

“Hebat, Nak, kamu bisa membereskan peralatan sekolahmu sendiri. Kamu memang anak yang baik.”

Pujian juga bisa Anda berikan saat anak menunjukkan sikap kedewasaannya. Misalnya, "Maaf, Nak ya, ibu tidak bisa mengajak kamu jalan-jalan saat liburan ini. Alhamdulillah kamu bisa mengerti dan kamu tidak marah. Ibu bangga dan senang sekali dengan sikapmu".

4. Berikan apresiasi spontan
Setelah memuji anak atas sikap positifnya, segera lakukan aktivitas yang disenangi anak sebagai apresiasi. Lakukan aktivitas itu secara spontan tanpa harus mengatakan bahwa itu adalah 'hadiah' atas sikap baiknya. Misalnya orang tua mengajaknya bermain atau membacakannya cerita atau mengajak jalan-jalan atau menemani anak naik sepeda di luar rumah. Aktivitas yang disenangi anak ini membuatnya merasa happy karena merasa mendapat perhatian dan apresiasi.

Apresiasi tidak harus berbentuk barang tertentu atau berbentuk memenuhi semua keinginannya, namun mengajak anak melakukan tindakan yang menyenangkan hatinya. “Ayo, Nak, kita bermain-main di halaman belakang” bisa merupakan ajakan yang sangat menyenangkan bagi anak.

5. Jangan bagi perhatian Anda
Berikan waktu untuk anak untuk memberikan apresiasi atas tindakan positifnya. Jangan bagi perhatian Anda dengan hal lain saat melakukan kegiatan tersebut. Misalnya, menemani anak bermain tapi Anda tampak sibuk memainkan gadget untuk berkomunikasi dengan banyak teman Anda. Hal ini membuat anak tidak senang dan merasa kurang diperhatikan, karena Anda tidak fokus menemani dan bersama dirinya. Untuk beberapa saat tertentu, Anda harus fokus dan tidak membagi perhatian.

Tidak ada yang lebih membuat anak bahagia selain mendapat perhatian penuh dari orang tuanya.


Bahan Bacaan:

Jacob Azerrad & Paul Chance, Why Our Kids Are Out of Control : Focusing on Good Behavior Decreases the Instance of Misbehavior, dalam : https://www.psychologytoday.com/articles/200109/why-our-kids-are-out-control

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun