"Bagi orang lain hal ini mudah saja. Kalau tidak senang kepada salah satu, cari saja sebab kecil, lalu lepaskan, maka terlepaslah diri dari beban berat. Kalau terjadi demikian, kita telah meremuk-redamkan hati seorang ibu yang ditelantarkan."
"Janganlah beristeri lebih dari satu hanya dijadikan semacam percobaan, sebab kita berhadapan dengan seorang manusia, jenis perempuan. Hal ini menjadi sulit bagiku, karena aku adalah aku, karena aku adalah gurumu dan guru orang banyak."
"Aku lemah dalam hal ini, wahai Abdul Malik. Aku ingin engkau bahagia! Aku ingin engkau jangan membuat kesulitan bagi dirimu. Peganglah ayat Tuhan: Yang demikian itu lebih dekat supaya kamu tidak berlaku aniaya.” (Al Quran, surat An-Nisa’ ayat 3).
Beliau terdiam. Wajah beliau tetap sejuk dan tenang. Pandangan beliau masih terarah ke barisan bukit yang sekarang sudah tampak jelas karena ditinggalkan kabut pagi.
"Cahyadi, nasihat guruku ini alhamdulillah dapat aku pegang hingga akhir hayatku. Aku ingin engkau selalu mengingatnya..."
Aku tetap diam saja sambil mengangguk-anggukkan kepala. Mendengar nasehat beliau dengan seksama.
“Aku tidak melarangmu melakukan poligami, Cahyadi. Aku hanya ingin engkau selalu mengingat nasihat guruku tadi...."
Aku menghela nafas panjang. Tidak tahu akan mengatakan apa.
Percik air dan desir angin Danau Maninjau membuyarkan perenunganku. Istri setiaku mengingatkanku untuk segera bersiap pulang.
Hari telah beranjak siang.